BAB 19

197 26 0
                                    

Ø Mungkin ada beberapa typo

Ø Bahasa Baku dan Non-Baku

Ø EYD masih belum sempurna

Ø Cerita bertemakan LGBT/sesama jenis/boys love/boyXboy/gay/YAOI/MPREG

Ø Dewasa 21+

Ø Adegan seks eksplisit


Jika tidak suka dengan genre cerita yang saya buat, saya tidak memaksa untuk membaca.



Selamat Membaca dan Selamat Menikmati!


***



Elvan terjaga dari tidurnya ketika tidak merasakan seseorang di dalam dekapannya. kelopak matanya bergerak dengan keningnya mengeryit. Bulu matanya yang panjang ikut bergerak pelan sebelum akhinya mata itu terbuka dengan sayu.

Kerutan di kening Elvan semakin dalam ketika tidak mendapati keberadaan Satya di dalam kamar. Tidak biasanya kekasihnya itu bangun lebih awal. Waktu menunjukkan pukul lima pagi lewat tiga puluh menit ketika Elvan melihat jam dinding.

"Sayang? Sat? Kamu di mana, Sat?"

Beberapa detik menunggu, tetapi tidak ada jawaban dari orang yang dicarinya. Dengan mata setengah terpejam, Elvan bangkit dari tidurnya dan mendudukkan diri di tepi tempat tidur. Ia menunggu sebentar untuk mengumpulkan nyawanya yang masih tertidur sebelum mencari keberadaan Satya.

Pintu kamar terbuka saat Elvan berniat bangkit dari tempat tidur. Elvan menghela napas ketika melihat sosok Satya memasuki kamar. Hal yang paling Elvan takutkan adalah tidak melihat sosok Satya saat ia bangun tidur dan membuka mata.

Pemuda itu mendudukkan diri di samping Elvan dan menyentuh bahunya. "Ada apa, Van?"

"Kamu dari mana, Sat?" tanya Elvan penasaran ketika Satya sudah tidak ada di kamar pagi-pagi buta.

Satya tidak langsung menjawab pertanyaan Elvan. Pemuda itu justru bangkit dari duduknya dan meraih gelas yang berada di atas meja, lalu menyerahkannya kepada Elvan yang merasa bingung dan heran.

"Minum dulu."

Elvan meraih gelas di tangan Satya dan segera meminumnya seperti yang Satya pinta dengan perlahan.

Hati Elvan menghangat dengan perhatian Satya. Bohong jika Elvan tidak bahagia ketika orang yang dicintainya memberi perhatian, walau sedikit.

Suasana hatinya menjadi baik dan perasaan bahagia membuncah di dalam hatinya. Setiap perhatian yang Satya berikan kepadanya akan selalu menjadi kenangan yang tidak akan terlupakan di benak Elvan. Sambil menyesap kopi susu buatan Satya, Elvan berdoa semoga saja Satya selalu perhatian kepadanya.

"Aku sedang memasak di dapur," beritahu Satya, lalu pemuda itu kembali keluar dari kamar.

Elvan mengangguk pelan, lalu mengikuti Satya keluar kamar.

"Kamu masak apa, hm?" tanya Elvan ketika mereka tiba di dapur dan mendapati sebuah kuali kecil berada di atas kompor yang menyala.

Satya membalik ayam goreng di kuali. "Tumis buncis dan ayam goreng. Lebih baik sekarang kamu mandi."

Elvan mencium pipi Satya sebagai jawaban, lalu dengan cepat kembali ke kamar.

Elvan benar-benar lupa jika saat ini mereka berada di kosan, mungkin karena dirinya dalam suasana hati yang baik, ia lupa akan sekitarnya. Namun, seandainya ada yang melihat mereka dan mengusir mereka, itu bukan suatu masalah bagi Elvan. Ia akan bersyukur jika mereka mengusir dirinya dan Satya, dengan begitu, dirinya bisa tinggal di apartemen yang sudah Elvan siapkan sebagai hadiah pernikahan mereka. Sebenarnya Elvan ingin sekali mengajak Satya pindah supaya ia bisa bermesraan dengan pemuda itu tanpa takut diganggu oleh orang lain, tetapi mengingat betapa keras kepalanya Satya, itu hanya menjadi apartemen kosong. Entah kapan mereka bisa menempatinya.

Belahan Jiwa [BL | MPREG]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang