BAB 16

210 25 1
                                    

Ø Mungkin ada beberapa typo

Ø Bahasa Baku dan Non-Baku

Ø EYD masih belum sempurna

Ø Cerita bertemakan LGBT/sesama jenis/boys love/boyXboy/gay/YAOI/MPREG

Ø Dewasa 21+

Ø Adegan seks eksplisit


Jika tidak suka dengan genre cerita yang saya buat, saya tidak memaksa untuk membaca.



Selamat Membaca dan Selamat Menikmati!


***



Elvan menulis banyak surat lamaran kerja dan mengirimkannya ke perusahaan-perusahaan yang membuka lowongan pekerjaan. Tiga hari sudah berlalu, tetapi dari sekian banyak surat lamaran kerja yang ia sebar, tidak ada satu pun panggilan untuk wawancara.

Elvan menghela napas pelan.

"Apa masih tidak ada panggilan?" tanya Nurhadi.

Saat ini Elvan berada di ruang kerja Nurhadi setelah menyebar semua surat lamaran kerja. Tubuhnya lelah dan berkeringat karena harus bergerak dari satu perusahaan ke perusahaan yang lain.

"Iya," jawab Elvan dengan suara pelan, "apa setiap orang melamar pekerjaan itu seperti ini?"

"Tidak juga. Tergantung apakah bidang yang kamu tuju untuk kerja sesuai dengan kemampuanmu atau tidak," jelas Nurhadi. "Biasanya jika kemampuan dan bidang yang kamu tuju itu sesuai, biasanya sudah mendapat panggilan maksimal tiga hari kerja. Apalagi semakin tinggi pendidikan pelamar kerja dan sudah memiliki pengalaman kerja, maka akan semakin mudah untuk diterima."

"Tapi, Hadi ...," Elvan menjeda ucapannya beberapa detik sebelum kembali berkata, "entah kenapa aku merasa bahwa ada orang yang sengaja mempersulitku."

Elvan bukannya berprasangka buruk, tetapi entah kenapa mulai kemarin dan hari ini, semua perusahaan yang ia datangi menolak semua surat lamaran kerja yang ia ajukan.

Sebenarnya sejak ayahnya mengusir dirinya dari perusahaan beberapa hari yang lalu, Elvan memiliki firasat yang tidak mengenakan. Hanya saja ia mengabaikan perasaan itu dan berpikir semuanya akan baik-baik saja. Apalagi ada Satya di sampingnya yang selalu membuatnya memiliki semangat untuk bangkit.

"Maksudmu?" tanya Nurhadi dengan kening berkerut. Ia memandang Elvan lekat-lekat.

"Entahlah. Aku hanya merasa ada seseorang yang mempersulitku supaya aku tidak bisa bekerja. Kau tahu? Semua perusahaan yang aku kirimi lamaran pekerjaan selalu menolak dengan alasan bahwa mereka tidak membuka lowongan pekerjaan. Padahal jelas-jelas mereka memasang iklan di internet jika mereka membutuhkan karyawan baru."

"Apa kau mencurigai seseorang?" tanya Nurhadi.

"Ya."

"Jangan katakan bahwa itu papamu," tebak Nurhadi.

"Memang itu yang aku pikirkan," ucap Elvan.

"Kalau begitu kau bisa mengambil alih kafe ini dan mengelolanya," usul Nurhadi.

Elvan menggelengkan kepala. Dengan semangat yang menggebu-gebu Elvan berkata, "Tidak. Aku tidak akan menyerah walau pak tua itu menghambatku untuk mendapatkan pekerjaan. Jika aku menyerah, dia pasti akan mentertawakanku. Aku ingin membuktikan kepadanya bahwa aku bisa hidup tanpa bantuannya. Aku bisa sukses dengan jerih payahku sendiri. Aku akan menunjukkan kepadanya bahwa Satya adalah sosok yang bisa membuatku sukses. Aku ingin menunjukkan kepadanya bahwa Satya bukanlah laki-laki mata duitan."

Belahan Jiwa [BL | MPREG]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang