BAB 39

221 25 3
                                    

Ø Mungkin ada beberapa typo

Ø Bahasa Baku dan Non-Baku

Ø EYD masih belum sempurna

Ø Cerita bertemakan LGBT/sesama jenis/boys love/boyXboy/gay/YAOI/MPREG

Ø Dewasa 21+

Ø Adegan seks eksplisit



Jika tidak suka dengan genre cerita yang saya buat, saya tidak memaksa untuk membaca.



Selamat Membaca dan Selamat Menikmati!



***



Suara dering ponsel membuat Elvan mengalihkan pandangannya dari layar monitor. Pada layar ponselnya tertera nama Rayan. Elvan mengangkat panggilan itu dengan jantung berdebar kencang.

"Halo, Dokter," sapa Elvan.

"Halo, Tuan Elvan. Maaf mengganggu waktunya sebentar," suara Rayan terdengar ramah di seberang telepon.

"Tidak mengganggu sama sekali kok, Dok."

"Begini, Tuan Elvan, hasil pemeriksaan Tuan Satya dua hari yang lalu sudah keluar. Bisakah Anda datang ke rumah sakit bersama Tuan Satya? Ada hal penting yang ingin saya sampaikan kepada kalian berdua," pinta Rayan.

Jantung Elvan berdebar dua kali lebih cepat mendengar ucapan Rayan. Berbagai macam pikiran negatif memasuki pikirannya.

"Baik, Dok!" Elvan menjawab dengan suara sedikit bergetar. "Saya akan ke sana bersama Satya sekarang."

"Baiklah. Saya akan menunggu kedatangan kalian."

Sambungan telepon ditutup.

Elvan menyimpan file kerjanya dan mematikan komputer sebelum meninggalkan meja kerjanya. Ia mengabaikan Ringgo yang bertanya kepadanya dengan keheranan. Elvan berlari menuju ruang HRD.

"Pagi, Pak." Elvan melangkah masuk dan duduk di hadapan Arna. "Saya izin untuk pulang cepat hari ini."

"Lagi?" Arna mengernyitkan kening, ia menatap Elvan lekat-lekat. "Elvan, dalam satu minggu ini kamu sudah sering libur. Jika bukan karena tuan muda Lintang yang memintaku untuk tidak memecatmu, kamu sudah lama kupecat."

"Saya tahu." Elvan menjawab mantap. "Jika Bapak ingin memecat saya, silakan saja. Anda tidak perlu menuruti ucapan Lintang dan Anda juga tidak perlu takut untuk memecat saya."

Inilah alasan kenapa Elvan tidak suka menerima uluran tangan orang lain, karena akan selalu diungkit. Elvan paling tidak suka jika ada orang yang mengungkit apa yang sudah dilakukan atau diberikan kepada orang lain.

"Permisi." Elvan bangkit berdiri dan meninggalkan ruang kerja Arna tanpa menunggu jawaban laki-laki itu.

Arna melihat kepergian Elvan dengan menghela napas pasrah. Tidak mungkin dirinya akan memecat Elvan walau sudah sesuai prosedur perusahaan. Jika ia memecat Elvan, maka dirinya pasti akan mendapat masalah. Karena bagaimanapun Lintang adalah anak dari bosnya, pemilik perusahaan tempatnya bekerja.

Arna akui, walau Elvan sering meminta cuti, tetapi pekerjaannya selalu selesai dengan cepat. Tidak ada pekerjaan yang terbengkalai. Elvan karyawan yang sangat disiplin, hanya sayang pemuda itu selalu meminta izin cuti, seolah-olah perusahaan ini adalah miliknya sendiri.

Belahan Jiwa [BL | MPREG]Where stories live. Discover now