BAB 3

371 38 9
                                    

Ø Mungkin ada beberapa typo

Ø Bahasa Baku dan Non-Baku

Ø EYD masih belum sempurna

Ø Cerita bertemakan LGBT/sesama jenis/boys love/boyXboy/gay/YAOI/MPREG

Ø Dewasa 21+

Ø Adegan seks eksplisit

Jika tidak suka dengan genre cerita yang saya buat, saya tidak memaksa untuk membaca.


Selamat Membaca dan Selamat Menikmati!


***


Sudah bebarapa hari ini Elvan sering masuk ke kantin depan hanya untuk menguji apakah Satya dan teman-temannya masih mengingatnya atau tidak. Dan hari ini adalah hari ketujuh, hari terakhir ia akan datang ke kantin. Dari kejauhan Elvan memandang Satya dan teman-temannya yang duduk di tempat biasanya—sepertinya itu adalah meja favorit mereka—sebelum berjalan ke etalase minuman. Elvan sedikit berdiam lebih lama di tempat, tetapi masih tidak ada satu pun dari keempat orang itu yang memanggilnya, terutama Satya.

Elvan berjalan ke kasir dengan perasaan kecewa. Namun wajah Elvan tetap datar seperti biasanya. Di dalam hati ia merasa kecewa karena mungkin mereka bukan teman yang baik untuknya. Walaupun Elvan merasa nyaman jika bersama keempat orang itu, tetapi lebih baik ia tidak dekat dengan mereka lebih awal daripada ia menyesal di kemudian hari.

Saat Elvan hendak pergi dari kasir, ia mendengar seseorang memanggil namanya. Dan itu sukses membuat jantung Elvan berdetak dengan cepat. Ada perasaan gugup dan juga senang. Elvan tahu siapa pemilik suara itu tanpa perlu menoleh untuk melihat siapa orang yang memanggilnya. Tentu saja itu adalah suara Satya. Walau mereka hanya sekali berbincang, tetapi Elvan hafal suara itu.

Elvan tersenyum kecil dan samar. Namun ia segera menghilangkan senyuman di wajahnya dan memasang wajah datar. Elvan memutar tubuhnya ke arah di mana Satya bersama teman-temannya duduk. Mata Elvan bertemu pandang dengan Satya. Pemuda itu melambaikan tangan kepadanya, tanda bagi Elvan untuk menghampiri Satya dan teman-temannya.

Dengan jantung yang masih berdebar-debar, Elvan menghampiri meja Satya dan teman-temannya.

"Hai, Van. Sini, duduk sama kami," sapa Satya setelah Elvan tiba di meja mereka.

Elvan duduk di samping Satya setelah pemuda itu menggeser duduknya.

"Hai, Van. Gimana kabarmu?" tanya Jay sambil memakan kacang kulit.

"Baik," Elvan menjawab dengan tersenyum.

Hati Elvan berbunga-bunga mendapat sambutan dari Satya dan teman-temannya. Elvan tidak menyangka jika Satya masih mengingatnya. Ada perasaan terharu dan juga senang yang tidak pernah Elvan rasakan selama ini.

Mereka berbicara banyak hal. Dan Elvan dengan senang hati menjawab setiap pertanyaan mereka. Entah kenapa setiap pertanyaan yang diajukan Satya dan teman-temannya membuat Elvan selalu menjawab dengan panjang lebar. Seperti bukan dirinya saja. Karena biasanya ia akan menjawab seperlunya saja jika ada yang bertanya kepadanya.

Apalagi Lintang. Elvan suka sekali mengobrol dengannya. Elvan merasa memiliki teman yang cocok dengannya. Bukan berarti Elvan tidak suka mengobrol dengan Satya, Jay dan Wanda. Elvan suka sekali mendengar Satya, Jay dan Wanda berceloteh, mengingatkannya kepada Kayla yang suka berbicara apa saja. Namun untuk seorang pemuda seumuran dirinya yang memahami dunia bisnis itu sangat jarang. Dan Lintang tampak selalu mengerti perkembangan bisnis saat ini, membuat Elvan lebih tertarik berbicara dengannya. Mungkin saja suatu saat Elvan bisa bertukar pikiran tentang perkembangan bisnis di masa mendatang.

Belahan Jiwa [BL | MPREG]Where stories live. Discover now