BAB 22

199 27 0
                                    

Ø Mungkin ada beberapa typo

Ø Bahasa Baku dan Non-Baku

Ø EYD masih belum sempurna

Ø Cerita bertemakan LGBT/sesama jenis/boys love/boyXboy/gay/YAOI/MPREG

Ø Dewasa 21+

Ø Adegan seks eksplisit


Jika tidak suka dengan genre cerita yang saya buat, saya tidak memaksa untuk membaca.



Selamat Membaca dan Selamat Menikmati!


***



Pukul lima pagi Elvan terbangun dari tidurnya. Ia menatap wajah Satya yang tertidur pulas, lalu mencium kening dan mengecup bibirnya sebelum bangkit dari tempat tidur dengan perlahan supaya tidak membangunkan Satya.

Elvan mencuci muka dan menggosok gigi sebelum memulai aktivitasnya memasak untuk sarapan mereka nanti.

Saking lelapnya, Satya tidak terbangn dari tidurnya walau Elvan bolak-balik masuk ke kamar. Bahkan sampai Elvan selesai mandi pun Satya masih tertidur lelap.

"Sayang, ayo bangun!" Elvan membangunkan Satya dengan mengelus kepalanya. Sebenarnya Elvan tidak tega untuk membangunkan Satya yang terlihat begit pulas. Namun ia sudah berjanji akan membangunkan pemuda itu pada pukul tujuh pagi. Jika ia tidak membangunkannya, Elvan yakin Satya pasti akan ngambek lagi kepadanya.

Elvan hanya bergumam dengan mata tertutup.

"Bukannya kamu bilang hari ini mau ke perpustakaan sama teman-temanmu?" ujar Elvan mengingatkan setelah beberapa kali ia membangunkan Satya, tetapi pemuda itu masih malas membuka mata.

Dan benar saja, setelah diingatkan, Satya segera membuka mata dan bergegas ke kamar mandi dengan mata yang masih sayu. Dan tidak sampai sepuluh menit, Satya kembali ke kamar dengan wajah terlihat segar. Dan mereka sarapan bersama setelah Satya berganti pakaian.

Usai sarapan Elvan segera membersihkan sisa sarapan mereka sementara Satya bersiap-siap untuk ke perpustakaan. Saat Elvan kembali ke kamar, ia melihat Satya sudah rapi dan berdiri di depan kaca lemari sambil merapikan rambutnya.

Satya meraih tas ranselnya dan menatap Elvan. "Kamu beneran nggak apa-apa kutinggal sendiri di kosan, Van?"

"Aku tidak apa-apa, Sayang." Elvan mengelus rambut Satya yang disisir rapi. "Kamu pergi saja, biar aku yang jaga kamar," ujar Elvan mencoba untuk bercanda ketika melihat ekspresi Satya yang tampak khawatir kepadanya. Entah apa yang dikhawatirkan oleh pemuda itu. Padahal ia hanya di kosan, bukan pergi ke medan perang.

Satya menghela napas pelan. "Memang kamarnya bisa jalan sendiri apa sampai perlu kamu jagain, huh!"

Elvan tertawa pelan mendengar ucapan kekasihnya yang terdengar kesal. Biasanya pemuda itu yang sering mencandai dirinya dan akan tertawa setelahnya jika ia tidak bisa menanggapi candaannya.

"Aku pulangnya mungkin bisa sampai sore," lanjut Satya. Elvan menghentikan tawanya karena ia tidak ingin membuat Satya semakin kesal dan suasana hatinya menjadi buruk di pagi hari. "Kamu ikut saja ya, Van? Daripada kamu kesepian di kamar sendirian."

"Aku tidak mau mengganggumu mengerjakan tugas, jadi biar aku di kosan saja." Elvan mencium bibir Satya sekilas. "Lebih baik kamu berangkat sekarang, kasihan mereka pasti sudah menunggumu lama di perpustakaan."

Belahan Jiwa [BL | MPREG]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang