Extra Part 1

857 146 3
                                    

Untuk pertama kalinya dalam hidup Dhika merasa ini adalah keputusan terberat, meninggalkan kota tempat dia melarikan diri untuk jangka waktu yang lama, bahkan bisa jadi selamanya.

Dengan membawa bunga Matahari, Dhika memasuki area pemakaman dan ia langsung menemukannya tanpa bersusah payah mencari.

Dhika berjongkok disamping makam yang terawat dengan baik, sisa bunga yang dia taruh minggu lalu sudah tidak ada. Mungkin penjaga Makam sudah membuangnya.

Dhika menundukkan kepalanya, mendoakan Devina yang sudah tiada.

"Nggak kerasa udah hampir enam tahun." Dhika mengusap nisan yang selalu bersih, dan lagi-lagi mengajak udara hampa berbicara layaknya manusia yang ada dihadapannya.

"Sayang... Apa kamu keberatan jika aku menemukan perempuan lain?" Selama ini Dhika sama sekali nggak berpikir ingin mencari perempuan lain. Hingga sosok Maira Adiba muncul, memberitahunya kalau dia sedang ada di kota ini.

Selama ini Dhika hanya tau Maira dari sosial media dan tidak mengenalnya secara pribadi. Namun takdir pada akhirnya mempertemukan mereka.

"Aku harap kamu tidak marah karena aku telah jatuh hati pada perempuan lain." Tidak ada lagi yang ingin Dhika katakan, dia hanya berdiam diri, duduk diatas rumput yang tertata rapi, sambil menikmati semilir angin sore.

"Dhika?"

"Ibu," sapa Dhika seraya bangkit dan menyalami perempuan paro baya yang juga membawa bunga matahari. Bunga kesukaan anaknya yang telah lama tiada.

Dhika memperhatikan bagaimana seorang ibu menangis dipusara sang anak yang telah berpulang terlebih dahulu. Walaupun sudah enam tahun berlalu tapi rasa kehilangan itu akan tetap ada hingga kapanpun.

"Sudah enam tahun berlalu, Dhik... Dan kamu masih tetap disini." Perempuan paro baya bernama Fitri itu mengusap nisan anaknya dengan penuh kasih. Dia seperti sedang mengelus kepala anaknya sendiri.

"Selama ini Dhika cuma nggak tau mau kemana, mau bagaimana setelah meninggalnya Devina."

"Jadi sekarang kamu punya tujuan?" Sejak Devina berpulang, mereka masih berhubungan bahkan sesekali bertemu di tanggal kematian Devina.

"Dhika merasa bersalah karena meninggalkan Devina disini sendirian, tapi..."

"Dhika itu sudah ibu anggap sebagai anak sendiri, ibu malah berterimakasih karena kamu masih merawat Devina hingga sekarang, padahal kamu tidak memiliki kewajiban untuk itu Dhika."

Dhika hanya menunduk dan memainkan rumput yamg tumbuh dibawah kakinya saat ini. Keluarga Devina sudah berkali-kali memintanya untuk pulang, melanjutkan hidup, tapi Dhika masih disini, masih mengunjungi makam Devina secara rutin dan mendoakannya.

"Justru ibu yang merasa bersalah karena sudah membuatmu bertahan disini, kamu jadi jauh dari keluarga, keluarga kamu juga pasti kangen sama kamu Dhik... Pulang lah, Nak... Devina sudah baik-baik saja disana, dia sudah nggak sakit lagi."

Tepukan di bahu Dhika mengakhiri obrolan mereka. Fitri berlalu meninggalkan Dhika yang masih bertahan hingga langit perlahan berubah oranye sebelum akhirnya gelap.

"Devina, mungkin ini kali terakhir aku datang sebelum kembali ke Jakarta, berbahagialah disana, Sayang."

***

Pengajuan pengunduran diri Dhika berakhir mutasi ke Jakarta, perusahaan jelas tidak bisa melepas karyawan seberprestasi Dhika.

Dhika sudah mengemas barangnya sejak kemarin dan hanya membawa sisanya. Beberapa teman-temannya mengajak untuk makan malam hari ini, dan Dhika hanya bisa menurutinya karena kegiatan ini sudah seperti rutinitas jika ada yang pindah tugas atau resign.

Bertemu Lewat KataWhere stories live. Discover now