Part 34 - End

900 161 17
                                    

Sejak pagi Dhika nggak membalas chat dariku sama sekali, bahkan hingga jadwal dia pulang kerja saja dia masih belum ada kabar darinya.

Pukul delapan malam aku mencoba meneleponnya.

"Ya, Mai?" Suara Dhika terdengar serak.

"Lo kenapa? Sakit?" Aku beranjak dari ranjang dan mengenakan kulot juga mengambil jaket dengan ponsel yang masih terjepit diantara bahu dan kepala.

"Demam aja kayanya, lo bisa kesini sebentar?"

"Gue OTW kesana, Dhik." Ku sambar tas dan kunci mobil dan berjalan dengan cepat menuruni tangga rumah, "di kos ada obat atau makanan?"

"Ada, gue udah makan dan minum obat, lo kesini aja sebentar." Aku langsung mengiyakan dan bergegas menuju kos Dhika.

Jam-jam macet sudah berlalu sejak tadi, aku bisa berkendara dengan tenang dan menyempatkan diri untuk mampir ke toko buah.

Nggak butuh lama untuk menuju tempat kos Dhika. Kos yang Dhika huni adalah kos dua lantai yang memiliki halaman parkir yang luas.

"Mau ketemu siapa, Mbak?" Tanya penjaga kos saat aku hendak masuk.

"Saya mau ketemu Dhika, Pak. Dia yang minta saya datang." Beliau membukakan gerbang dan membiarkan aku mengendarai mobilku masuk ke dalam area kos.

Kos-kosan ini terlihat ramai, ada yang sedang duduk bergerombol, ada yang sibuk main gitar dan sekedar merokok.

"Langsung naik aja mbak, tau kamarnya Mas Dhika kan?" Tanya si bapak penjaga.

"Iya tau, Pak."

Aku menenteng kresek buah yang ku beli dan naik ke lantai dua. Kamar Dhika berada di dekat tangga, nomor dua dari tangga. Dari luar, lampunya kamarnya tampak temaram.

Aku mengetuk pintu kamar Dhika beberapa kali karena dia tidak kunjung membukanya.

"Dhik?" Panggilku, "Ini gue, lo baik-baik aja?"

Pintu kamar terbuka, Dhika tampak melongok keluar sebelum membukakan pintu lebar-lebar.

Aku tercengang melihat apa yang terjadi didalam kamarnya.

"Ayo masuk, takut ada yang lewat."

Aku mengerjap dan masuk kedalam kamar kos Dhika yang lumayan luas. Langkahku terasa berat karena masih nggak percaya dengan apa yang dia lakukan didalam kamar kos-nya.

"Apa ini, Dhik?" Aku menaruh kantong buah secara sembarang diatas lantai, "Lo bohongin gue?"

Dhika mengusap rambutnya gugup.

"Dhika?"

Dia akhirnya menatapku, tepat di manic mataku. Kedua tangannya meraih tanganku dan mengajakku ke tengah lingkaran yang dibuat dengan beberapa lilin yang menyala. Tidak lupa dengan taburan bunga yang berada ditengah lingkaran yang dia buat.

"Aku tau ini klise banget, tapi..." Dia menekuk salah satu kakinya dan berlutut dihadapanku. Tangannya mengambil sesuatu dari kantung celananya.

"Kita memang belum punya status sekarang. Tapi siapa yang peduli kan? Diumur kita, ku rasa yang kita butuhkan adalah komitmen untuk saling percaya dan tumbuh bersama. Sejak awal bertemu aku sudah jatuh hati padamu, bukan sebagai penulis kesukaanku, tapi sebagai dirimu sendiri. Jadi istriku, Mai?"

Aku sempat blank sebentar sebelum kembali pada kenyataan. Dia masih berlutut dan menunggu, sementara aku sibuk menenangkan jantungku yang sepertinya sudah kehilangan fungsinya.

Apa yang harus ku lakukan?

"Kamu boleh memikirkannya terlebih dahulu. Tapi aku harap sebelum bertemu Papa kamu, kita sudah memiliki status yang jelas."

Bertemu Lewat KataWhere stories live. Discover now