Part 10

710 150 2
                                    

Dengan muka tebal aku datang ke kantor penerbitan yang telah menaungiku selama kurang lebih 3 tahun. Walaupun bukan tempat ini tempat awalku melangkah, tapi tempat ini adalah salah satu perjalanan panjang yang membawaku hingga aku berada di titik ini.

Aku sudah janjian dengan Ratu untuk membahas naskah Final yang ternyata masih ada revisi dan perlu didiskusikan denganku. Biasanya kami akan bertemu di luar, tapi kali ini Ratu sedang banyak pekerjaan dan sedang tidak bisa keluar barang sebentar saja.

Aku menghampiri ruang editor dan melihat Ratu sedang berada di balik mejanya. Wajahnya kelihatan serius dengan kacamata yang bertengger dihidungnya yang mancung.

"Ratu..."

"Eh... Mbak, udah dateng. Mbak ke ruangannya si bos dulu nggak papa? Aku masih harus kelarin ini dulu sebentar."

Aku mengerutkan kening, tujuanku kesini bukan untuk bertemu pemilik tempat ini, melainkan menyelesaikan pekerjaanku yang terakhit di perusahaan ini.

"Ngapain? Males lah, mending gue tunggu lo aja."

"Si bos katanya mau bahas kontrak lo, bentar lagi mau kelar kan?"

Aku baru teringat akan hal itu. Dan mau nggak mau aku mengiyakan dan naik ke lantai dua, dimana ada ruangan Guntur dan ruang Meeting besar tempat evaluasi setiap bulan, juga kadang untuk bertemu orang-orang penting.

Guntur nggak punya asisten, jadi satu lantai ini di kuasai olehnya. Nggak semua karena sebagian besar dijadikan tempat nongkrong anak-anak kalau istirahat.

Pintunya sedikit terbuka dan aku dapat mendengar suaranya yang entah berbicara dengan siapa. Bukannya bermaksud menguping, tapi aku mendengar jelas apa yang dia katakan pada orang diseberang sana.

***

"Aku tau aku salah, tapi aku harap kamu..."

"Kontrak kita berakhir bulan depan kan? Gue nggak mau perpanjang lagi, gue akan kelarin kerjaan gue selama sebulan ini." Aku mengembalikan pembaharuan kontrak yang dia sodorkan padaku. Nggak berminat untuk memperbaharui kontrak seperti rencana awal.

"Maira, aku minta maaf udah salah sama kamu. Tapi aku janji nggak akan ganggu kamu, ini murni cuma masalah kerjaan dan profesionalitas."

"Ini keputusan gue dan gue memutuskan buat enggak lanjut," Kataku santai. Aku berusaha setenang mungkin menghadapi Guntur yang cukup keras kepala.

"Kamu dapat tawaran dari tempat lain?"

Sebenarnya iya, tapi alasanku untuk lepas dari sini bukan masalah ada penawaran dari penerbit lain. Namun karena aku nggak mau lagi berhubungan dengan laki-laki macam Guntur.

Aku nggak mau, sudah diselingkuhi lalu mau saja di manfaatkan. No... Aku nggak sebodoh itu.

"Nggak ada, gue mau ngejar karir gue  sendiri."

"Maksud kamu?"

"Lo nggak perlu tau."

Aku jelas menolak memberikan penjelasan. Terlalu membuang-buang waktu.

"Udah kan? Gue masih ada meeting sama Ratu." Aku segera bangkit dari hadapannya dan menjinjing tas yang ku bawa, "Lo nggak usah khawatir, buku yang sedang di edit akan terbit disini. Jadi lo nggak akan rugi-rugi banget lah." Aku melenggang pergi tanpa mendengarkan omong kosong yang Guntur katakan dan menuju Ratu untuk menyelesaikan pekerjaan.

"Lo beneran nggak bisa keluar? Makan didepan lah, gue males disini..."

"Yuk, gue juga lagi suntuk... Bentar, gue beresin laptop dulu." Ratu segera membereskan laptop dan peralatan lainnya dan memasukkannya ke dalam tas. Kami pamit pada karyawan lain untuk makan diluar sebentar sekaligus membahas naskahku yang sebentar lagi akan selesai.

"Lo beneran nggak lanjut kontrak?" Tanya Ratu saat kami menyebrang ke cafe depan untuk mencari makan atau cemilan, teman ngobrol.

"Kata siapa?"

"Adalah gosip-gosip tipis, ada yang bilang juga lo putus sama si bos, bener?" Aku mendorong pintu cafe dan memilih tempat duduk yang nyaman sebelum menjawab pertanyaan Ratu, "Eh tapi itu waktu malam ulang tahun, kalian ribut kenapa?"

"Pertama, gue emang udah putus sama bos lo. Kedua, gue emang nggak perpanjang, jadi ini project terakhir gue, dan gue harap ini cukup memuaskan buat gue persembahkan ke bos lo itu." Aku sengaja nggak menjawab pertanyaannya yang terakhir dan membiarkannya menjadi misteri juga bahan gosip dikantor.

Aku memesan nenu rice bowl, jus mangga dan juga kentang goreng untuk makan siang kali ini, sementara Ratu memilih menu lainnya.

"Wah... Gue nggak kaget lagi kalian putus."

Aku menatap Ratu sejenak dan menggedikkan bahu. Aku nggak tau alasan dia nggak kaget dengan kabar putusnya hubunganku dan Guntur, tapi nggak penasaran juga.

"Walaupun lo cantik dan dia ganteng, tapi kalian tuh beda banget. Lo kalem dia agak criwis, lo anak rumahan banget dia anaknya dikit-dikit hang out, temen lo dikit temen dia dari kalangan manapun ada. Pokoknya kalian beda." Ratu mengeluarkan laptop dari tasnya dan membukanya dengan mulut yang terus berbicara, "Gue pernah denger kalimat "perbedaan itu menyatukan" tapi enggak segitunya juga kali. Gue juga..." Dia menghentikan kalimatnya dan menatapku sejenak sebelum tatapannya kembali ke monitor.

Aku menunggu dia kembali berbicara, namun semenit telah berlalu dan dia belum juga buka suara.

"Lo juga apa?" Tanyaku memancing.

Ratu menghembuskan nafas, "Gue pernah liat dia jalan sama cewek dan seratus persen gue yakin kalau itu bukan lo, atau jangan-jangan... Gara-gara itu kalian putus? Dia selingkuh?"

"Nggak tau deh, gue males bahas tuh laki. Kerja deh kerja, biar semuanya cepet kelar, trus selesai deh tanggung jawab gue."

Satu persatu makanan keluar dan kami tentu bekerja sambil makan. Salah satu yang ku sukai dari pekerjaanku adalah aku bisa santai dan tidak begitu kaku dalam menghadapinya.

Imajinasi dan kreatifitas bebas diutarakan tanpa mengenal salah ataupun benar. Tidak ada aturan mengikat yang membuatku terkekang.

Hanya saja, beberapa tahun belakangan aku merasa menulis adalah sebuah keharusan dan terkadang aku tidak lagi mendapatkan kesenangan dalam melakukannya karena uang.

Setelah ini, sepertinya aku akan kembali pada jati diriku sendiri. Berdiri diatas kakiku sendiri tanpa ditopang siapapun.

Seperti awal aku memulainya.

Bertemu Lewat KataKde žijí příběhy. Začni objevovat