Part 1

1.8K 162 3
                                    

"Besok mau rayain ulang tahun dimana?" Tanya Guntur saat aku sedang sibuk dengan laptopku. Dia datang sepulang kerja sembari membawakan makan malam untuk kami.

Belakangan kami sudah menghabiskan banyak sekali waktu, padahal dulu hanya sebatas kenal karena aku adalah salah satu penulis di perusahaan penerbitan yang dia kelola.

"Makan malam aja kaya tahun lalu, aku males keluar."

Aku tidak membenci keramaian, tapi jika bisa memilih aku lebih memilih untuk tidak masuk kedalam keramaian. Dan jika dia menawarkan sebuah perayaan, yang ada dikepalaku adalah orang banyak.

Belum apa-apa saja aku sudah pusing di buatnya.

"Ih... Mana bisa, aku udah booking tempat loh," aku berdecak pelan. Trus kenapa dia tanya?

"Ya udah, terserah kamu." Aku cuma bisa nurut tanpa mau berdebat banyak dengannya. Dia adalah tipe laki-laki penuntut, semua yang dia mau harus terlaksana. Bahkan ketika tahun baru 2 bulanan lalu aku beralasan tidak bisa ikut party dengan teman-temannya, dia malah ngambek dan mengancam.

Sebenarnya usianya 32 tahun atau 12 tahun?

Entahlah.

"Kamu mau kado apa?" Aku kembali menghentikan jariku yang sedang menari diatas keyboard laptop. Aku menoleh kearah Guntur dan berpikir sejenak.

Tidak ada yang ku inginkan sejauh ini.

"Terserah kamu, aku lagi nggak pengen apa-apa juga."

"Kamu mah nggak asik..." Responku cuma ketawa mendengar dia mendumel pelan.

Orang-orang yang mengenalku dan Guntur dengan baik akan merasa aneh ketika akhirnya tahu kalau kami pacaran. Guntur adalah orang yang punya tenaga ekstra untuk party ke sana kemari, menebar senyum bahkan menyapa orang yang nggak dia kenal sama sekali.

Sementara aku?

Sebagian teman menilaiku sebagai orang yang pendiam, nggak punya masalah, dan punya dunia sendiri. Bahkan ada yang bilang kalau di dunia ini semua orang musnah dan tinggal aku sendiri, aku nggak akan merasa itu suatu masalah.

Walaupun terkesan berlebihan, tapi diam-diam aku setuju dengan apa yang mereka ucapkan.

Intinya, aku dan Guntur bagaikan langit dan bumi. Sangat berbeda.

Tapi nyatanya kami berhasil sampai di posisi sekarang. Hubungan kami berjalan lancar selama setahun belakangan dengan sedikit sekali masalah. Walaupun belum begitu serius akan menuju pernikahan, tapi sejauh ini aku merasa kami cocok dan saling melengkapi satu sama lain.

Bagiku itu cukup.

"Dress code-nya apa yah yang bagus?" Dia bergumam sambil scroll ponselnya. Ku lirik dia sedang melihat-lihat beranda di akun instagramnya. Tak sengaja aku melihat postingan Risti.

"Kamu follow Risti?" Tanyaku.

Dia menoleh dan menujukkan layar ponselnya padaku.

"Beberapa hari setelah kamu kenalin dia, dia yang follow jadi aku follback, nggak enak kalau nggak follback," jawabnya santai.

Aku cuma mengangguk dan kembali mengerjakan kerangka cerita terbaru yang kemungkinan akan terbit di pertengahan tahun ini kalau tidak ada hambatan. Atau paling telat ya... Tahun depan lah.

Sesekali berbalas pesan dengan Dhika, salah satu narasumber buku karyaku yang berjudul "Mengenang". Buku itu telah terbit sekitar 2 tahunan yang lalu, tapi aku masih menjaga komunikasi dengan Dhika.

Hingga tanpa sadar dia menjadi salah satu teman onlineku.

"Kamu nggak mau tinggal sama Papa aja gitu? Disini kan sendiri, kalau ada apa-apa gimana?"

Aku lagi-lagi menghentikan jemariku. Bukannya menjawab Guntur aku malah bengong menatap layar laptop.

"Mai..."

"Lebih suka disini, lebih tenang." Rumah sederhana ini adalah peninggalan Mama. Beliau sudah berpulang sekitar 5 tahunan yang lalu.

Mama dan Papa bercerai ketika aku masih SMA. Aku memilih ikut Mama dan Risti memilih untuk ikut Papa. Cukup adil kan?

"Nggak kasian sama Papa?"

Aku menghela nafas pelan, nggak menjawab pertanyaan Guntur lebih banyak.

"Maira?"

"Aku nggak mau bahas ini, Mas."

***

Hari ini adalah hari ulang tahunku yang ke 28. 2 tahun lagi aku akan menginjak kepala tiga tanpa terasa.

Sejak pagi notifikasi tidak berhenti muncul, entah itu dari sosial media yang kebanyakan adalah penikmat karya-karyaku atau juga dari pesan pribadi yang dikirimkan oleh Papa, Risti juga temanku yang nggak seberapa banyak.

Sore ini Aku di ajak ke rumah Guntur karena ibunya memaksa agar kami main hari ini. Beliau katanya menyiapkan beberapa makanan untuk gadis yang berulang tahun, yaitu aku.

Aku sedang menunggu Guntur di teras rumah karena dia bilang sudah masuk ke area perumahan.

Nggak sampai tiga menit guntur muncul dengan mobilnya. Dia mengenakan baju berwarna abu-abu yang sama denganku, katanya sih dress code malam ini adalah abu-abu sehingga kemarin dia mengajakku berkeliling mall untuk mencari baju yang cocok.

Nggak menunggu lama, aku masuk dan duduk disamping Guntur. Dia kelihatan tampan mengenakan kemeja fit body abu-abu itu juga rambut yang disisir kebelakang dengan rapi.

"Acara malam ini dimana sih?" Tanyaku.

Sebelum-sebelumnya aku nggak pernah mau merayakan ulang tahunku secara berlebihan. Paling banter ya makan malam sama keluarga atau makan sama temen-temen yang bener-bener deket doang.

Tahun lalu aku makan malam dengan Guntur setelah ke rumah Papa untuk mengambil hadiah pemberian beliau.

Tahun ini pertama kalinya aku merayakan ulang tahun setelah... Entahlah, mungkin 20 tahun.

"Ada lah... Kamu juga nanti tau."

Aku akhirnya nggak mau banyak tanya lagi.

Setengah jam berlalu akhirnya kami sampai di rumah Guntur. Ibunya sudah menunggu didepan pintu dan langsung memelukku begitu aku keluar dari mobil.

"Selamat ulang tahun sayang..."

Bertemu Lewat KataWhere stories live. Discover now