Part 7

691 142 4
                                    

Pukul setengah dua belas malam Dhika mengantarku kembali ke hotel setelah kami menghabiskan banyak sekali makanan ringan hingga aku begah. Bahkan dia mengantarku sampai depan pintu kamar.

"Jadi ngerepotin lo kan... Tapi makasih ya buat malam ini."

Kami berdiri didepan kamar hotelku.

"Mau sampai kapan disini? Kalau lama gue ajak ke Malang. Biar nggak bosen disini-sini aja."

Aku menggedikkan bahu, "belum tau, besok gue kabarin lagi."

"Sip... Udah sana masuk, gue balik dulu."

"Oke, bye... Hati-hati dijalan, Dhik."

Dia melambaikan tangan kecil kemudian berlalu kembali ke lift. Setelah memastikan dia turun, aku baru benar-benar masuk kedalam kamar.

Aku mengeluarkan ponsel dari tas selempang yang selalu ku bawa kemanapun. Sejak pergi dengan Dhika aku nggak pernah mengeluarkannya karena mengobrol dengan laki-laki itu lebih menarik dari mana memegang beda pipih penghalau bosan itu.

Notifikasi dari email muncul. Email Guntur entah kenapa muncul. Mungkin Ratu memberitahu bos-nya itu kalau aku aktif menggunakan email.

From : Guntur Adhiwarsa

Maira, kamu lagi dimana sekarang?
Semua orang nyariin kamu.
Jangan kaya anak kecil lah, tiba² menghilang kaya gini.
Aku bisa jelasin semuanya.
Please...
Seenggaknya kamu bisa aktifkan nomor kamu yang biasa.

Membacanya saja aku malas, apalagi untuk sekedar membalasnya.

Moodku yang sudah bagus, sejak sore tadi mendadak hancur karena laki-laki brengsek satu ini.

Lagipula apa yang bisa dia jelaskan mengenai perselingkuhannya yang langsung ku lihat dengan mata kepalaku sendiri? Apa mereka akan berkelit dengan alasan membantu? Membantu menuntaskan libido masing-masing?

Dia pasti hanya akan terus-terusan minta maaf dan itu nggak berguna. Aku nggak butuh penjelasan untuk suatu hal yang sudah jelas.

Lagipula, aku nggak secinta itu dengan Guntur.

***

Mood yang berantakan semalam bertahan sampai pagi. Aku malas-malasan bangun padahal matahari sudah tinggi dan cukup terik. Ini hari sabtu, Dhika bilang dia akan menemaniku seharian ini, lagi.

Sejujurnya aku suka berinteraksi dengan Dhika. Obrolan kami nyambung, dia juga bisa membahas banyak hal tanpa malu, dan dia juga pendengar yang baik. Dhika bahkan mampu menanggapi ide-ide gila yang kadang muncul untuk bahan tulisanku yang hanya akan berakhir di draft. Jarang sekali aku menemukan sosok teman seperti dia.

Bell berbunyi, aku jelas terkejut. Dhika bilang dia akan datang pukul setengah 10, tapi ini baru... Oh hampir setengah 10 dan aku baru sadar telah menghabiskan banyak waktu untuk guling kesana guling kemari sambil bengong diatas ranjang.

Aku merapikan rambut sedikit dan membukakan pintu.

"Masuk aja, gue mau ke toilet dulu."

Aku langsung berlari meninggalkan Dhika yang bahkan belum sempat menyapa didepan pintu kamar.

Segera, aku membereskan kegiatanku agar kelihatan lebih segar dan layak di pandang.

Aku keluar kamar mandi dan melihat Dhika sedang membuka laptop. Aku baru sadar kalau dia membawa benda itu kesini.

"Numpang kerja," katanya sambil cengengesan. Aku membiarkan saja dan mengoleskan skincare rutin sambil sesekali memperhatikan Dhika  bekerja.

"Weekend gini lo masih kerja?" Tanyaku sambil terfokus pada wajahku yang tiba-tiba pagi ini muncul jerawat. Sepertinya aku akan segera kedatangan tamu bulanan karena pinggang dan perut sudah mulai terasa tidak nyaman. Lagipula ini sudah jadwalnya.

"Cuma ngecek beberapa kerjaan doang, supaya besok senin gue nggak pusing-pusing amat karena kerjaan numpuk."

Aku cuma mengangguk saja. Melihat Dhika dikamar ini sebenarnya aneh, apalagi kami baru kenal yang benar-benar bertemu baru beberapa hari yang lalu. Seharusnya aku takut jika dia berbuat tidak senonoh, atau bahkan sampai melecehkan. Tapi anehnya aku merasa nyaman dengan kehadirannya di sekitarku.

Kami benar-benar seperti teman lama yang baru bertemu lagi.

"Oh ya... Lo kok ganti nomor sih? Gue tadi sempet ngechat ke nomor lama lo karena lupa kalau lo punya nomor baru."

Aku menaruh kotak skincare diatas meja dan membalik tubuh agar melihat Dhika. Dia masih fokus pada laptop yang ada di pangkuannya, seolah pertanyaannya sama sekali nggak berarti.

Aku mendadak ragu mau cerita atau enggak, tapi pada akhirnya aku memutuskan buat...

"Lagi males diganggu orang-orang, gue mau bener-bener liburan kali ini."

Enggak cerita adalah keputusanku kali ini. Entah besok atau lusa.

"Oh... Jadi hari ini mau kemana?" Tanya Dhika.

Aku menghela nafas pelan.

"Lo mau ajak kemana juga gue ikut, males nyari referensi tempat." Tingkat kemageranku naik tujuh puluh persen semenjak aku berada di kota ini. Hanya untuk membuka laptop saja aku malas, apalagi untuk keluar dengan cuaca sepanas ini.

Beberapa hari ini, disaat sedang nggak ada kerjaan, aku memilih untuk menghibur diri dengan membaca beberapa novel lewat platfrom baca tulis online secara gratis. Dan ada niatan aku akan mencoba memulai dari sana dan melihat minat pembacaku sebelum-sebelumnya. Sehingga aku sibuk dengan duniaku sendiri hingga lupa kalau disini aku sedang melarikan diri sementara.

"Bener-bener ya lo..."

Aku cuma tertawa kecil dan memecah keheningan dengan obrolan-obrolan ringan sambil menemani dia bekerja hingga tanpa sadar waktu berlalu dan sudah saatnya kami makan siang... Yang terlambat. Karena sudah jam 2 siang.

"Makan yuk, keluar apa pesen?" Tanya Dhika.

Aku menoleh kearah jendela yang terbuka lebar. Cuaca sedang terik-teriknya dan tentu saja aku malas keluar dengan cuaca yang seterik ini.

"Pesen aja deh, gue males keluar."

Dhika cuma berdecak dan mengambil ponselnya, "Kayanya lo nggak niat liburan deh, lo mah pindah tidur doang."

"Males gue, diluar panas."

Bertemu Lewat KataWhere stories live. Discover now