Part 29

611 155 14
                                    

Setelah menempuh perjalanan hampir dua jam karena macet yang tak berkesudahan, akhirnya kami sampai, sedikit telat dari jadwal yang Dhika katakan. Aku diajak ke VIP room yang biasa digunakan untuk meeting dengan kapasitas yang cukup besar.

Aku agak terkejut melihat sekumpulan orang yang sebagian besar aku tau lewat media sosial.

"Dhik, ini serius?" Aku berbisik sambil mengikuti langkah Dhika mendekat ke arah meja besar memanjang yang sebagian besar sudah di tempati.

"Yuk, gue kenalin sama keluarga besar gue."

Keluarga besar yang Dhika katakan benar-benar besar dan sepertinya super duper lengkap. Semuanya hadir disini.

"Eyang, kenalin ini Maira."

Aku kini berhadapan dengan satu-satunya sosok paling berkuasa di keluarga ini. Jika aku bayangkan Eyang-nya Dhika menggunakan sanggul dan make up dempul kuno, tapi wanita paro baya yang ada dihadapanku jauh berbeda dari bayanganku.

Beliau kelihatan anggun dengan penataan rambut profesional, pakaian yang digunakan juga tidak berlebihan. Seluruh pakaian yang beliau gunakan pas, dan kelihatan sekali kalau dia... Kaya.

"Hallo Eyang, saya Maira."

Aku menyalami beliau dengan jantung berdebar. Aku memang nggak mengenal Eyang, tapi melihat beberapa orang yang berkumpul disini aku yakin Eyang bukan orang sembarangan.

"Saya Rukmini, senang berkenalan dengan kamu, Maira."

Dhika mengajakku duduk di tempat yang kosong.

"Nggak kenalan sama yang lain?" Bisikku pada Dhika saat aku sudah duduk dibalik meja panjang yang menampung banyak orang disini.

"Nanti, kita masih banyak waktu."

***

Aku mengucapkan selamat pada Anya karena ulang tahun sekaligus pertunangannya dengan laki-laki bernama Gerald. Laki-laki yang resmi menjadi tunangan Anya ini adalah anak sulung dari keluarga terpandang yang kini memegang salah satu anak perusahaan fashion yang sedang naik daun sekarang ini.

Entah sudah berapa kali aku menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. Tamu undangan yang datang hari ini sepertinya bukan orang-orang biasa.

Aku merasa kecil sekali berada disini.

"Lo kenapa Mai?" Dhika membawakan minuman ke arahku, kami mendapatkan kursi untuk untuk keluarga, lebih tepatnya aku ikut Dhika.

"Gue pengen pulang."

Sejujurnya aku agak pusing melihat begitu banyak orang, dan ini adalah salah satu rekor aku berkenalan dengan orang yang sangat banyak salam satu waktu.

Informasi mengenai siapa Dhika kini juga terbuka lebar, membuatku merasa tidak pantas ada di samping dia. Bahkan hanya untuk sekedar menjadi teman saja.

"Kenapa? Lo nggak nyaman?" Dhika menaruh gelasnya di atas meja dan menyentuh tanganku. Namun aku refleks menariknya hingga membuat Dhika terkejut.

"Sorry Dhik, gue agak pusing aja."

"Ya udah, balik aja yuk."

Aku menatap sekeliling, keluarga Dhika sibuk mengobrol dengan para tamu, Anya sibuk berkeliling menyapa para tamu dengan tunangannya.

Rasanya ingin sekali meng-iya kan ajakan pulang Dhika, tapi kami enggak mungkin mendatangi keluarga Dhika satu persatu untuk pamit. Dan jika mau pergi begitu saja, aku tidak mau karena tadi saja aku datang secara baik-baik.

"Nggak usah, nggak papa nunggu sampai acara selesai aja."

"Atau lo mau buka kamar aja?"

Aku kembali menggeleng pelan, "gue mau ke toilet aja."

Aku berjalan meninggalkan Dhika, dia sempat ingin mengantar namun aku jelas menolaknya. Jika berada di acara penuh keramaian seperti ini aku lebih suka menyendiri di toilet dan kembali jika acara hampir selesai.

Tapi bisakah aku melakukannya kali ini?

Aku masuk ke salah satu bilik toilet, menutup penutup closet dan duduk dengan tenang disana.

Disini tidak begitu sepi, orang-orang terdengar bergantian masuk dan keluar, mengobrol hingga akhirnya tak terdengar lagi. Begitu seterusnya.

"Ibu lihatkan, tadi Mahardhika datang."

"Iya, udah lama dia menghilang dan nggak pernah hadir di acara keluarga, sekarang malah datang sama cewek, apa keluarganya udah jodohin dia sama cewek lain?"

"Tapi tadi cewek yang sama Dhika biasa aja ah, kayanya juga bukan dari keluarga kaya, mungkin cuma pacarnya aja kali, keluarga belum tentu setuju."

"Tapikan, Bu..."

"Udah, nanti Ibu coba ngomong be Eyang Rukmini."

Sepertinya dua perempuan diluar harus kecewa karena aku bukanlah siapa-siapa untuk Dhika. Kami datang hanya karena Anya yang mengundang. Tapi benarkah?

Setelah merasa cukup menenangkan diri, aku beranjak keluar dan mengecek make up apakah masih on point atau tidak.

"Mbak..." Aku mendapati Anya keluar dari salah satu bilik kamar mandi.

"Hai, selamat ya..." Walaupun sudah memberikan ucapan selamat juga kado sebelumnya, aku tetap mengatakannya sekali lagi.

"Makasih, Mbak." Anya ikut mengecek make up yang melapisi kulitnya yang sudah sangat mulus. Dia cantik sekali menggunakan kebaya modern berlengan pendek dipadukan rok batik yang menawan.

"Nggak usah didengerin omongan orang tadi."

"Lo denger?" Aku agak terkejut dan sedikit malu karena ada orang lain yang mendengar aku digunjing.

"Gue udah cukup lama disini, mbak nggak usah peduli ucapan mereka. Banyak keluarga yang mau nyoba masuk ke keluarga kami dengan nyodorin anak gadis mereka. Tapi tenang aja mbak, mas Dhika pengecualian."

"Gue sama Dhika cuma temen, Nya... Yuk balik ke acara, nanti orang-orang nyariin lo lagi." Sepertinya Anya sedang melarikan diri sepertiku. Mungkin lelah karena sudah dipajang selama beberapa jam dan berkeliling kesana kemari.

"Nggak ada temen yang dibawa kenalan sama keluarga, Mbak. Mungkin sekarang kalian masih temen, tapi siapa tau nanti jadi jodoh?"

Aku terdiam dan tidak menanggapi apapun. Kami berjalan beriringan kembali ke acara dan aku melihat Eyang Rukmini bersama dua perempuan dengan umur yang berbeda mengobrol dengan Dhika.

"Mereka kayanya yang tadi di toilet, yuk gue antar kesana."

"Nggak usah, Nya."

"Udah, ayok."

Dhika menyadari kedatanganku dengan Anya, dia tersenyum dan entah berbicara apa dia menunjukku didepan eyang dan dua orang lainnya.

"Kenapa lama?" Dhika menarik pinggangku agar kami berdiri berjajar didepan dua orang asing dan Eyang.

"Gue balik ke Gerald ya, Mbak." Pamit Anya kepadaku, begitu juga pada eyang dan dia perempuan yang nggak aku kenal ini.

"Kenalin, ini Maira, calon istrinya Mahardhika."

Bertemu Lewat KataWhere stories live. Discover now