Part 33

642 157 13
                                    

Aku termenung disepanjang perjalanan pulang. Eyang memaksa Dhika mengantarku pulang menggunakan salah satu mobilnya, atau aku diantar supir Eyang saja.

Dia tentu pada akhirnya mengalah dan membawa satu sedan milik Eyang dan meninggalkan motor maticnya di rumah Eyang. Katanya sih besok akan diantar supir.

Otakku terus memutar kalimat yang Tante Swasti katakan saat kami pamit pulang.

"Maira, tante tunggu ya kabar baiknya."

Aku mengerti maksud kabar baik yang beliau katakan. Aku takut mengambil keputusan secepat ini, dan bagaimana jika aku salah langkah?

"Kenapa sih? Lo belakangan sering banget ngelamun."

"Sejak ketemu lo hidup gue berubah drastis. Semuanya serba cepet, bahkan nyokap lo berharap sama gue buat segera mutusin." Aku bukannya sedang mengeluh, tapi sedang mencoba membuka diri pada Dhika.

"Sorry ya... Gue enggak bermaksud mendesak lo, tapi ini beneran diluar kuasa gue." Tangannya memegang tanganku sebentar sebelum kembali ke kemudi, mobil manual seperti ini membuatnya tidak begitu leluasa.

"Kalau lo kurang nyaman, gue bakal ngomong ke Eyang sama Mama supaya nggak terlalu mendesak lo. Gue pengen lo nyaman, Mai. Jangan terlalu dipikirin ya?"

Kepalaku mengangguk tapi hatiku menolak. Bagaimana aku tidak memikirkannya?

Keluarganya sangat berharap dengan hubunganku dan Dhika yang nggak jelas namanya apa, tapi aku masih santai tidak memikirkannya, berpura-pura buta atas apa yang sudah ku lihat didepan mata. Bagaimana aku bisa tidur nyenyak dengan itu semua.

"Dhik, apa keluarga lo bener-bener bisa terima gue?" Perbedaan kasta diantara kami masih jadi pertimbangan besar untuk  menerima Dhika sepenuhnya.

"Lo nggak liat seberapa mereka berharap sama lo, Mai?"

"Karena gue secara nggak langsung bawa balik lo kesini?"

"Karena lo adalah perempuan yang gue pilih, Maira."

Kali ini jantungku berdebar mendengar jawaban Dhika yang walaupun sedang sibuk dengan stir mobil, tapi dia kedengaran tulus dan jujur.

"Apa gue bisa pegang ucapan lo, Dhik?"

"Cowok yang dipegang ya omongannya, Mai... Eh, ada satu lagi yang bisa di pegang."

Entah kenapa otakku paham dengan maksud dari kalimatnya.

***

"Really, Mai? Selarut ini?" Aku mengajak Dhika mampir ke rumah untuk mengobrol. Lebih tepatnya memaksa Dhika untuk mampir padahal dia sudah menolak dengan alasan sudah larut malam.

"Satu jam doang, Dhika..."

"Okay, satu jam, habis itu gue pulang." Aku mengangguk setuju.

Aku membuatkan teh hangat untuk kami berdua dan duduk disofa secara berhadapan.

"Okay, mulai dari gue..." Aku mengulurkan tangan untuk menjabat tangan Dhika, "Nama gue Maira Adiba, lahir di Jakarta 13 maret 1994, pekerjaan gue... Seperti yang lo tau, dan penghasilan gue sekarang enggak pasti. Kalau lo cari perempuan yang punya penghasilan stabil, kayanya bukan gue orangnya."

Permainan bodoh ini terlintas begitu saja. Kami memang sudah mengenal lama, tapi aku memiliki informasi yang minim mengenai Dhika. Kecuali informasi tentang percintaannya dan kini bertambah sedikit mengenai keluarga yang luar biasa itu.

"Okay, gue Mahardhika Assegaf, lahir di Jakarta, 17 Januari 1993. Penghasilan? Hm... Kalau lo mau tau, gue bisa kasih lihat slip gaji gue kalau mau. Gue nggak punya kriteria khusus tentang perempuan... Eh, sekarang ada. Lo, gue mau lo jadi cewek gue."

Rasanya aku ingin mencibir kalimatnya, tapi Dhika kelihatan serius dengan ucapannya jadi aku nggak bisa berbuat apapun.

"Hem... Apa lagi? Lo bisa tanya sesuatu yang lo pengen tau."

"Kenapa lo lucu banget, Mai?" Pertanyaan Dhika agak mengejutkan, tapi mampu membuatku tertawa.

"Oh ya? Bagian mana yang lucu?"

"Permainan ini..." Dhika merentangkan tangannya sebagai gesture menunjukkan permainan bodoh yang ku buat, "sebagai orang dewasa, di jam segini kita bisa main permainan lain."

Aku melotot dan memukul pelan dada bidang Dhika yang terbalut kaos.

"Otak lo, Dhik. Gue baru tau kalau lo agak mesum."

"Abisnya lo lucu, gue jadi pengen gigit."

***

Minggu ini Risti berulang tahun. Untuk pertama kalinya setelah beberapa minggu berlalu Papa menelfonku untuk pulang, katanya Tante Minah ingin merayakan ulang tahun Risti dengan makan malam keluarga.

"Dhika... Malam kamis besok lo sibuk?" Aku bertanya pada pria yang sejak tadi sibuk menghabiskan stok cemilan di kulkasku sambil nonton film.

Sejak malam itu, kami semakin dekat, dan tanpa menjelaskan apapun aku dan Dhika sadar kalau kamu sudah selangkah lebih maju. Walaupun hubungan kami masih saja bertahan dengan tidak ada namanya.

"Kalau nggak lembur, ya nggak sibuk." Di akhir tahun seperti saat ini, dia disibukkan dengan urusan kantor. Kami hanya berkomunikasi lewat telfon dan baru hari minggu ini Dhika bisa ke rumah setelah kemarin dia pulang ke rumah orang tuanya untuk menginap.

"Mau ke rumah nggak? Ketemu bokap gue?" Tangannya yang sejak tadi tidak berhenti mengambil cemilan, kini langsung berhenti dan menaruh cemilannya diatas karpet. Tubuhnya sepenuhnya menghadap kepadaku dengan tatapan yang berbinar.

"Serius?" Tanya Dhika yang terdengar sedikit antusias.

"Sebenernya, Risti -Kakak gue- ulang tahun tanggal 28 nanti, bokap sama istrinya ngajakin buat makan malam, kalau lo mau gue bakalan ngomong kalau gue dateng sama... Cowok."

Bagaimana menyebutkan status Dhika yang benar?

"Cowok banget nih..."

"Mulai deh..." Decakku sebal. Di Setiap kesempatan Dhika selalu menggodaku hingga aku sebal sendiri, sementara dia merasa puas karena melihatku marah padanya.

"Mau, mau... Lo bilang bokap lo kalau gue ikut."

"Tapi kalau lo ada lembur dadakan gimana?" Dhika termasuk orang baru di kantornya yang di Jakarta, jadi aku agak kepikiran jika dia terlalu sering izin atau mangkir dari lembur hanya untuk pergi denganku.

"Gampang lah, lembur bisa lain kali, kesempatan buat ketemu bokap lo secepat ini nggak datang dua kali."

Aku terharu mendengarnya. Apa yang telah ku perbuat hingga aku memiliki Dhika dalam hidupku?

Jika memutar kembali ingatanku, semua laki-laki yang pernah menjalin hubungan denganku nggak pernah ada satupun yang memperlakukanku seperti ini.

Dia benar-benar memperlakukan aku bagai ratu di hidupnya.

Bagaimana bisa aku tidak jatuh cinta padanya?

-----

Nanti malam end ya.
Tapi jangan khawatir, akan ada extra part yang lumayan panjang.

See you nanti malam ❤

Bertemu Lewat KataWhere stories live. Discover now