First Meet!

11.9K 537 22
                                    


Oliv bersembunyi di balik pohon. Menatap curiga seorang lelaki muda berpakaian rapi sedang berdiri di depan rumahnya. Ia curiga itu orang jahat karena jika tamu pasti sudah mengetuk pintu. Lelaki itu terlihat mengawasi sekitar. Bahkan lelaki itu mengintip ke dalam rumah lewat jendela. Apa ia harus lapor pak rt ada orang mencurigakan di depan rumahnya? Dengan perlahan Oliv mendekat, ditangannya  memegang batu bata yang ia temukan di dekat pohon.

Tanpa aba-aba Oliv memukulkan batu bata ke bahu kanan orang asing itu yang langsung mengundang ringis kesakitan.

"Siapa lo? Mau maling ya lo?"

Oliv bisa melihat lelaki itu memegangi bahu kanannya sambil meringis kesakitan.

"Gue bukan maling!"

"Halah!"

Oliv kembali mengambil pot kecil di teras rumah untuk dilemparkan ke lelaki itu, tapi sayangnya lemparan Oliv meleset. Lelaki itu bisa menghindar.

"Gue bukan maling!"

Pintu rumah tiba-tiba terbuka. Maya yang tadi mendengar keributan dari luar rumahnya buru-buru keluar.

"Bun ada maling, Bun. Ayo bawa ke pak RT biar dia gebukin masa" adu Oliv pada Maya, ibunya.

"Petra?" Maya berseru kaget ketika melihat orang yang Oliv kira maling. Ia mengenalnya. Petra dulu adalah mantan mahasiswanya.

"Bunda kenal?" Maya mengangguk.

Melihat lelaki yang tadi Maya panggil Petra kesakitan, Bunda Oliv itu mengajak Petra masuk. Sepertinya bahu Petra terluka.

*****

Petra mencoba menahan ringisannya ketika Maya mengoleskan salep pada bahunya yang mulai membiru.

Sedangkan Oliv mentap tak suka kehadiran lelaki asing bernama Petra itu. Entah kenapa ia hanya tidak suka tatapan yang Petra tunjukan untuk sang Bunda. Tidak seperti mahasiswa bundanya yang lain.

"Mau apa dia kesini, Bun?"

"Mau main aja, dek. Sudah lama enggak ketemu Bu Maya"

"Dih, gue bukan adek, lo"

"Oliv" tegur Maya.

"Dia itu mau modusin, Bunda"

"Ngaku lo ada maksud apa lo sama Bunda gue" mata Oliv memicing, menatap curiga pada lelaki di depannya.

"Bu Maya baik dan cantik. Lelaki mana yang tidak suka sama dia" jawab Petra bijak. Apa gelagatnya tertarik pada Maya terlalu terlihat?

"Nah, Bun. Modus nih orang"

"Ada perlu apa Petra?" Tanya Maya, menanyakan maksud kedatangan mantan mahasiwanya itu berkunjung ke rumahnya.

"Saya ingin menepati janji saya dulu. Saya bukan lelaki muda lagi saya pria dewasa" Petra terlihat menarik nafas sebelum melanjutkan kalimatnya.

"Maya aku suka kamu. Kamu mau jadi istri aku?"

Bukan hanya Maya yang terkejut, Oliv di tempatnya sama terkejutnya juga. Tak menyangka ada seorang lelaki yang dari wajahnya saja terlihat jauh lebih muda dari Maya, dengan gamblang berani melamar Bundanya secara langsung.

"Sinting lo. Pergi sana. Bunda gue enggak akan nikah lagi, apalagi sama cowok macam lo"

Dengan cepat Oliv menarik tangan Petra. Menyeret tubuh lelaki itu agar keluar dari dalam rumahnya. Ia melemparkan tatapan sinis pada Petra sebelum membanting kencang pintu rumahnya.

Petra mengelus dadanya ketika pintu rumah tertutup kasar oleh seorang gadis yang ia ketahui anak dari Maya. Tak menyangka wanita selembut Maya mempunyai anak gadis bar-bar seperti itu.

Dan siapa yang menyangka, wanita bar-bar yang dulu sering berdebat dengannya kini, di masa depan sudah sah menjadi istrinya. Ibu dari anak-anaknya. Bahkan kini Oliv sedang mengandung calon anak ke enam dan ketujun mereka. Setelah usia Denish tiga tahun Oliv dan Petra sepakat untuk menambah satu anak lagi. Seperti yang sudah-sudah pembuahan Oliv sangat cepat terjadi. Dalam jangka 2 bulan setelah melepas alat kontrasepsi Oliv kembali dinyatakan hamil. Tapi, siapa yang menyangka kini Oliv kembali mengandung anak kembar. Meski hanya kembar dua, tetap saja kembar. Dihitung dengan Adam mereka akan memiliki tujun anak terhitung dengan tambahan dua bayi dalam perut Oliv.

"Dih, gila!" Oliv menatap aneh suaminya yang sedang cengengesan tidak jelas.

"Hm gila banget, tiap hari makin tergila-gila sama kamu"

"Lebay, Pa"

Dengan gemas Petra mengecupi permukaan wajah sang istri. Oliv-nya masih sama, tak akan mempan diberikan kata-kata gombalan.

*****

"Kakak Ala mana?" Tanya Petra ketika ia tak menemukan Ala di ruang tv bersama Bella, Chilla dan Denish yang sedang serius menonton. Perta mencium ketiga anaknya bergantian.

"Lagi ngerjain PR sama Mama, Ala belum ngerjain PR. Tadi Ala main terus. Nanti Ala dimarahin bu guru lagi kalo enggak ngerjain PR" jelas Bella. Tak ingin menganggu ketiga anaknya yang sedang serius menonton Petra memilih pergi ke kamar untuk menyusul Ala. Tapi, sebelum itu ia ganti baju dulu.

"Enggak bisa Mamaaa" baru membuka pintu Petra bisa mendengar jeritan frustasi Ala.

"Coba dulu, kak. Kakak belum dicoba kok udah bilang enggak bisa" ucap Oliv mencoba sabar.

"Enggak bisa, Mama. Pusing. Ala itu bodoh"

"Stt... Siapa yang ngajarin bilang begitu" Ala mencebikkan bibirnya kesal. Banyak kok orang yang mengatakan dirinya bodoh. Tak sepintar dua kembarannya.

"Bebe sama Chilla bisa, Ala enggak bisa itu namanya bodoh Mama. Kata Mamanya Dinar juga Ala bodoh karena belum bisa baca" Ala sering mendengar orang-orang yang membandingkan dirinya dengan Bella dan Chilla. Mereka bilang Ala bodoh sedangkan Bella dan Chilla anak yang pintar.

"Bukan bodoh, kak. Enggak ada anak yang bodoh. Bebe dan Chilla bisa karena mereka belajar. Kakak Ala main terus jadi enggak bisa-bisa"

"Karena aku gak suka belajar. Pusing Mama belajar tuh!" Ala berdiri dari kursi belajarnya. Berjalan menuju kasur dengan menghentakkan kakinya kesal.

Petra mengelus bahu Oliv ketika istrinya itu mulai terpancing emosinya. Mengajari Ala belajar memang membutuhkan kesabaran yang ekstra. Ala memang sedikit lebih pemalas dibanding Bella dan Chilla. Intinya Ala tidak suka belajar. Kadang setiap pagi ada saja alasan untuk Ala agar gadis kecil itu bisa bolos sekolah. Dimulai dari sakit gigi, sakit perut, pusing dan sakit-sakit lainnya. Terkadang Ala juga sengaja menyembunyikan alat-alat perlengkapan sekolahnya agar gadis kecil itu tak perlu berangkat sekolah.

"Biar aku yang ngajarin Ala" Petra mengelus bahu Oliv pelan. Jangan sampai istrinya itu terbawa emosi. Oliv sedang hamil tekanan darahnya bisa naik jika emosi istrinya meledak dan itu tidak baik untuk kesehatan Oliv.

Selagi Petra membujuk Ala untuk mengerjakan PR, Oliv memilih keluar. Ia belum mengecek ketiga anaknya yang ia tinggal dibawah. Petra mengambil buku dan pensil Ala yang ada di atas meja belajar. Menghampiri Ala yang kini sedang tiduran di atas kasur kecil miliknya.

"Kakak Ala yang baik, yang nurut dong sama Mamanya. Kasian Mama lagi hamil dedek" Petra mengelus penuh kasih sayang surai hitam milik putrinya.

"Ala gak suka belajar, Papa" Mata gadis kecilnya itu mulai memerah menahan tangis.

"Kenapa?" Petra membawa tubuh Ala ke atas pangkuannya, setelah itu ia mendaratkan satu kecupan di masing-masing  pipi chubby sang putri.

"Pusing. Ala enggak ngerti-ngerti"

"Kerjain PR sama Papa, ya"

****

Iseng aja bikin, lagi kangen sama pasangan ini

Truly Yours [END]Where stories live. Discover now