RENO & SALMA

32K 1.1K 73
                                    


****

Satu tangan Reno menggendong tubuh Nino sedangkan tangan lainnya mencengkram erat tangan Salma, menarik tangan sang istri hingga Salma berjalan terseok-seok mengimbangi langkah besar Reno masuk ke dalam rumah.

"Pelan-pelan, A"

Reno menghempaskan tangan Salma ketika mereka sudah ada di dalam rumah.

"Jadi ini kelakuan kamu setiap aku enggak ada di rumah, hah?" Bentak Reno keras hingga membuat Nino yang ada di gendongannya terlihat ketakutan. Tidak pernah sebelumnya Nino melihat sang Ayah marah seperti ini.

Tak ingin membuat Nino melihat pertengkaran mereka, Salma mengambil Nino dari gendongan Reno. Membawa anak sambungnya itu masuk ke dalam kamar. Setelah meminta Nino untuk menunggu sebentar di dalam kamar, Salma kembali keluar menemui sang suami yang masih diliputi amarah.

"Aku gak pernah sama sekali berhubungan kembali dengan Ilham, A', meskipun kita ada di satu kota yang sama. Tadi itu cuma enggak sengaja ketemu. Dia cuma tanya kabar aku, masa aku harus cuekin dia sedangkan dia tanya baik-baik. Wajarkan namanya ketemu teman lama" Salma mencoba menjelaskan apa yang membuat Reno salah paham.

"Enggak wajar karena dia itu mantan pacar kamu" Reno berucap marah

"Susah memang ya nurut sama aku, suami kamu. Bisa enggak kamu hormati aku sebagai suami kamu!"

"Gimana aku bisa hormati kamu kalo kamu sendiri enggak bisa menghargai aku sebagai istri, A" kesal terus menerus disudutkan Salma berteriak marah.

"Bales terus kalo lagi dibilangin suami"

Reno keluar dari rumah dengan membanting kencang pintu. Nino yang sedari tadi mengintip pertengkaran kedua orangtuanya berteriak memanggil Reno saat melihat Ayahnya pergi. Ia berlari keluar untuk menyusul sang Ayah.

"Ayah..." Nino berteriak memanggil Reno yang sudah pergi dengan mobilnya. Pria kecil itu terjatuh, tersandung oleh langkahnya sendiri. Salma yang tadi ikut keluar mengejar Nino, memekik kaget saat Nino sudah jatuh tersungkur. Salma membawa Nino dalam pelukannya. Dengan Nino yang masih meronta memanggil sang Ayah, Salma menggendong Nino masuk ke dalam rumah. Akibat terjatuh tadi lutut Nino terluka dan mulai mengeluarkan darah.

Dengan susah payah Salma berhasil membawa Nino masuk ke dalam kamar bocah kecil itu, meskipun wajah dan rambutnya harus menjadi sasaran cakar dan jambakan Nino.

"Mau Ayah, Tante" Nino terus saja merengek.

"Iya nanti ketemu Ayah. Ayah pergi sebentar. Kita obati dulu kaki Nino" Ternyata bukan hanya lututnya yang mengeluarkan darah. Siku kanan dan kedua telapak tangan Nino juga berdarah. Salma obati dengan hati-hati dan penuh kelembutan.

Sepanjang sore itu Nino terus saja menangis memanggil sang Ayah sampai ia jatuh tertidur.

Hingga malam tiba, Reno belum juga kembali. Kebiasaan setiap mereka bertengkar pasti Reno pergi dari rumah. Salma mencoba menghubungi nomor lelaki itu. Nomornya aktif tapi tidak diangkat. Salma rasanya ingin menangis. Lelah menjalani pernikahan ini. Ia sadar ia salah sudah berteriak kepada Reno. Ia hanya kesal Reno tidak pernah bisa menghargai perjuangannya mencoba menjadi istri dan ibu sambung yang baik.

"Nino, bangun, yuk. Makan dulu" Salma menyentuh wajah Nino mencoba membangunkan anak sambungnya. Tapi, alangkah terkejutnya ia mendapati suhu tubuh Nino sangat tinggi.

"Ayah..." Tanpa membuka matanya Nino terus saja menggumam memanggil sang Ayah.

Salma mematikan ac lalu merapatkan selimut yang Nino pakai karena bocah itu mulai menggigil. Ia juga memakaikan Nino plaster pereda panas.

Salma pergi ke dapur untuk membuatkan Nino bubur. Selagi bubur itu dimasak sesekali Salma kembali ke kamar untuk mengecek keadaan Nino. Bocah itu masih saja mengigau memanggil Ayahnya.

"Nino makan dulu, setelah itu minum obat. Sebentar lagi Ayah pulang" Salma mencoba membangunkan Nino. Membawa tubuh gempal Nino bersandar di kepala ranjang.

"Mau Ayah, Tante" Nino berucap lirih dengan wajah yang sudah dipenuhi air mata.

"Makan dulu, ya" Salma mulai menyuapi Nino. Tapi, hanya tiga suap yang berhasil Nino telan. Setelah suapan ketiga Nino menolak bubur yang Salma suapkan. Tak apa yang penting ada makanan yang masuk agar Nino bisa minum obat. Untungnya Nino bukan anak yang rewel, ketika diberi sesendok obat rasa strawberry Nino menenggaknya tanpa membantah.

Namun, saat akan diberi minum tiba-tiba Nino muntah. Muntahannya berceceran di atas ranjang dan lantai juga mengotori baju yang Nino pakai. Tentu Salma memekik kaget. Ia panik apalagi melihat Nino kembali menangis. Salma dengan cepat membuka baju Nino yang terkena muntahan. Mengelap tubuhnya dengan handuk basah lalu kembali dipakaikan pakaian bersih. Setelah itu Salma memilih membawa Nino ke kamar tidurnya dan Reno. Meninggalkan kamar Nino yang berantakan, Ia akan bersihkan kamar itu nanti. Yang penting saat ini adalah Nino.

Salma membaringkan tubuh Nino di atas ranjang. Ia juga ikut berbaring di samping Nino. Ia sudah mencoba menghubungi Reno tapi kali ini bahkan nomornya tidak aktif. Ia hanya mengirimi suaminya itu pesan bahwa saat ini Nino sedang sakit. Semoga saja nanti dibaca. Ia mencoba menenangkan Nino yang masih menangis, mengucapkan janji-janji palsu bahwa sebentar lagi ayahnya akan pulang. Sampai saat Nino kembali tertidur, Salma yang merasakan fisik dan psikisnya sangat lelah juga ikut bergabung bersama Nino pergi ke alam mimpi.

*****

Salma terbangun dari tidurnya saat merasakan hawa panas menyentuh kulitnya. Benar-benar panas sampai Salma saja meringis saat kembali memeriksa suhu tubuh Nino.

Salma mulai menangis ketakutan melihat tubuh Nino mulai kejang-kejang. Wajahnya pucat dan bibirnya membiru. Tidak pernah Nino sebelumnya sakit sampai separah ini.

Ia kembali mencoba mengubungi Reno. Mengetahui apa yang ia lakukan itu sia-sia belaka, Salma memutuskan untuk segera membawa Nino ke rumah sakit. Salma membungkus tubuh Nino yang menggigil kedinginan menggunakan selimut. Karena sudah hampir tengah malam komplek perumahan ini terlihat sepi. Salma mencoba meminta tolong kepada tetangga samping rumahnya yang sudah ia kenal baik. Tapi, gerbang rumah itu terkunci dari luar. Sampai tak lama sebuah motor berhenti di sampingnya. Seorang satpam di komplek perumahan ini yang sedang keliling bertanya pada Salma.

"Kenapa, bu?" Tanya satpam yang sudah Salma kenal dengan nama Pak Adi.

"Tolong... Tolong antar ke rumah sakit, pak. Anak saya kejang-kejang" isak Salma. Wajahnya sudah benar-benar basah oleh air mata.

"Ayo naik, bu" Pak Adi pun ikut panik melihat keadaan Nino. Salma segera naik ke atas boncengan motor pak Adi. Semakin mendekap erat tubuh Nino agar terlindungi dari dinginnya angin malam.

****

Baca selengkapnya di karyakarsa ©gendisaisa

Truly Yours [END]Where stories live. Discover now