Dua Puluh Dua

42.3K 2.7K 115
                                    

Maaf ya gak bisa balesin komen kalian, lagi hectic banget sama kerjaan huhuu. Sarangheooo buat kalian semua yang udah baca🙆🙆🙆🙆

Yang belum follow, sebelum baca wajib follow dulu yaa!

Kalo ada typo tandain yaa

Happy Reading manteman

*****

Saat Oliv sadar, yang pertama Oliv lakukan adalah meraba perutnya. Memastikan apakah anaknya baik-baik saja. Tapi, yang Oliv rasakan adalah kekosongan. Perutnya terasa ringan juga tak lagi Oliv rasakan gerakan-gerakan bayinya di dalam sana. Satu hal yang Oliv sadari, ia telah kehilangan bayinya.

Tentu saja Oliv menangis histeris. Awalnya ada Baby, Lena dan Dewa yang mencoba menenangkan. Kemudian Petra datang langsung memeluk tubuhnya. Oliv menangis sejadinya didekapan Petra. Hingga kemudia ia jatuh tertidur karena kelelahan menangis.

Saat ini Oliv minta ditinggalkan sendiri. Ia tak ingin menyalahkan siapapun atas kepergian anaknya. Oliv hanya berpikir ini mungkin karma yang ia dapat karena dulu sempat menolak kehadiran anaknya itu. Sakit rasanya mengetahui fakta tidak ada kesempatan untuk Oliv bisa memeluk tubuh bayinya untuk yang pertama dan terakhir kalinya. Bayinya telah pergi membawa serta harapan-harapannya. Yang saat ini ingin Oliv lakukan juga pergi sejauh mungkin. Pergi sampai tidak ada lagi orang yang bisa mengenali dirinya.

Oliv merasakan pintu kamar terbuka. Tapi, Oliv tak menoleh sedikitpun. Pandangan kosongnya lurus menatap langit-langit kamar.

"Makan dulu, Liv" Petra masuk bersama perawat yang membawakan makanan rumah sakit untuk Oliv. Petra menaikan ranjang Oliv, mengatur bantal agar sang istri nyaman dalam duduknya.

"Aa... Makan dulu" ucap Petra mendekatkan sesendok makanan ke mulut Oliv, tapi Oliv tetap bergeming, tak membuka mulutnya. Bahkan wanita itu sama sekali tak mau menatap Petra.

"Makan dulu, Liv. Setelah itu minum obat, supaya lo cepat pulih" ucap Petra kembali membujuk Oliv. Oliv tetap diam dengan pandangan kosong.

"Dua atau tiga suap aja, Liv. Supaya lo bisa minum obat" ucap Petra, sedari tadi nada bicara Petra sangat lembut pada Oliv.

"Lo bisa diam? Kalo enggak lebih baik lo keluar" ucap Oliv dingin.

"Lo harus makan dulu--"

"Simpan makanannya, gue bisa makan sendiri" ucap Oliv sama sekali tak mau menatap Petra.

"Oke"

Setelah beberapa menit berlalu hanya berisi dengan keheningan, Oliv buka suara.

"Gue mau cerai!" Petra yang tadi sedang memperhatikan jari-jari lentik Oliv mendongkakan kepalanya.

"Gak akan pernah terjadi" ucap Petra tegas.

"Lo jangan egois, Petra. Lo gak bisa menahan gue tetap tinggal sementara yang lo mau itu bunda gue" ucap Oliv kini menatap Petra dengan mata yang memerah menahan tangis, suaranya pun tercekat karena sesak di dadanya.

"Liv, gue bisa jelasin..." Oliv menyentak tangan Petra yang mencoba menyentuhnya.

"Gak ada yang perlu lo jelasin, Petra. Sejak awal gue gak mau menikah sama lo. Sejak awal kita memang enggak seharusnya bersama" Karena yang Oliv tahu Petra sangat mencintai bundanya.

Petra mengatur nafasnya agar tidak lepas kendali, ia tidak mau berbicara dengan Oliv dalam keadaan emosi.

"Lo makan dulu, kita bicarain itu nanti lagi" Petra mengusap puncak kepala Oliv lalu pergi dari ruangan itu meninggalkan Oliv sendirian.

Truly Yours [END]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora