#31 : Mencari Dalang

Mulai dari awal
                                    

Daniel melepaskan cengkeraman tangannya pada kerah seragam Gebi, ia mendekat berbisik lirih. "Kalau Lo mikir kenapa gue pernah belain Lo waktu Lo di-bully dulu, itu bukan atas dasar perasaan suka. Gue cuma kasihan!"

Luruh...

Air mata yang sedari tadi berusaha ia sembunyikan kini seperti hujan yang turun dengan deras. Sakit, Daniel mengatakan itu tepat ditelinganya. Sebuah bisikan pelan bak belati yang menusuknya sangat dalam namun pasti sakitnya. Satu tahun ia mencintai sendirian tanpa balasan dan ia menahan rasa sakit yang selalu menusuknya perlahan hingga ia terbiasa dengan rasa sakit itu, tak mampu membuat Daniel menoleh sedikitpun padanya. Berkali-kali ia mencoba mendekati Daniel dengan berbagai cara namun tetap saja mereka bagaikan kutub magnet yang sama sehingga tidak bisa bersatu.

Dia...jatuh cinta sendirian.

"Gue sayang sama lo Niel, gue berusaha deket sama lo dan lo sama sekali nggak ngelirik gue, lo malah deket sama Rain padahal dia nggak lebih baik daripada gue, dia nipu lo!"

"Jelas dia lebih baik dari segi manapun dibanding lo dan dia nggak pernah nipu gue," Daniel tersenyum tipis. "Jangan coba nyakitin orang yang gue sayang, lo tahu kan siapa?"

Perasaannya hancur, ucapan Daniel benar-benar membuatnya hatinya patah. Mencintai Daniel sepunuh hati benar-benar menyakitkan rasanya. Tak cukup cowok itu selalu menolaknya kini makian cowok itu benar-benar menyakitkan. Mengapa Daniel lebih memilih Rain daripada dirinya? Seburuk itukah dirinya dimata Daniel? Banyak cara dan segala usaha ia lakukan untuk menarik perhatian Daniel. Ia telah berusaha untuk berubah dan tidak lagi mencari masalah di sekolah. Tapi karena Rain, ia selalu kalah dalam hal apapun.

Dulu ia pun putus dengan Rangga karena menurut cowok itu Rain lebih menarik dari dirinya. Dua kali ia patah hati karena orang yang sama. Dan mengapa hatinya tak mau berhenti untuk mencintai Daniel, bahkan setelah Daniel mengatakan hal semenyakitkan itu untuknya. Haruskah ia kembali mengalah?


🩹🩹🩹

Gebi menatap pantulan wajahnya dicermin, matanya sedikit sembab. Ia kembali membasuh wajahnya dengan kasar. Baru kali ini ia menangis di sekolah, ia ragu untuk masuk ke dalam kelas dengan mata sembabnya. Sudah dua kali masalah menghampirinya dalam satu hari ini, rasanya ia ingin pulang ke rumah saja.

Ucapan Daniel saat di rooftop tadi, artinya ia ditolak kan? Lalu apa setelah ini? Apa yang harus ia lakukan? Bersikap biasa saja dan kembali berusaha menarik perhatian Daniel atau ... menyerah. Membiarkan waktu menghanguskan perasaannya.

Gebi merapikan tatanan rambutnya, menatap kembali dirinya dalam cermin. Lalu mengusap wajahnya dengan kasar sembari menarik napas dalam-dalam.

"Kenapa sih Lin? Lo ada masalah apa sama Rain?"

Gebi menurunkan tangannya dari wajahnya. Apa yang barusan ia dengar? Lin? Alin?

Gebi langsung membuka pintu kamar mandi. Ia melihat Alin sedang dicecar oleh Nanda dan Diba dengan posisi Alin yang berada diantara Nanda dan Diba. Ia berdeham untuk mengalihkan perhatian mereka.

Gebi berjalan santai dengan raut cuek, ia sedang tidak mood untuk melakukan apapun hari ini. Tapi sebaiknya ia membela Alin yang sedang terpojok.

"Seneng Lo? Bikin Rain menderita?"

Gebi mengepalkan tangannya, lagi-lagi ia menjadi sasaran atas masalah yang terjadi dengan Rain.

"Lo semua kenapa sih? Gue nggak tahu apa-apa api semua orang nuduh gue."

"Nuduh? Gimana kalo itu fakta? Jelas-jelas Lo itu benci banget sama Rain."

Pesawat Kertas Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang