28 : Mission

Mulai dari awal
                                    

"Coba putar ulang rekamannya, gedein volumenya nih cewek ngomong kecil banget."

"Lo aja congekan," cibir Diba dengan sengit.

Nanda sudah pernah menduga hal ini, pasalnya saat itu Alin tidak masuk kelas setelah istirahat kedua dan masuk kembali tepat sebelum bel pulang berdering. Nanda dan Diba sempat bertanya pada Alin, kemana saja cewek itu dan Alin hanya menjawab bahwa ia istirahat di uks. Tapi cewek itu terus menghindari Nanda dan Diba selama beberapa hari.

"Dia cuma boneka buat ngehancurin Rain, pasti ada yang nyuruh Alin buat cari tahu apapun tentang Rain."

Elang membuka laptopnya dan memberi kode yang lainnya agar mendekat. "Yang ini, mungkin kalian belum tahu."

Semuanya fokus pada layar laptop Elang yang menampilkan foto-foto mengenaskan. Mereka tampak bingung dengan apa yang diperlihatkan oleh Elang.

"Apa maksudnya?"

"Coba deh Lang, zoom gambarnya," pinta Bimo yang duduk paling belakang.

"Ada yang neror Rain, pake gambar ini."

"Itu...apa maksudnya?"

Elang, terdiam. Ia bingung harus bagaimana menjelaskannya karena omongan saja tidak cukup membuat mereka percaya. Juga untuk mengatakan hal itu didepan orang banyak, rasanya sangat sulit.

"Udah lama orang itu, ngirim pesan teror ke Rain. Rain seringkali ketakutan tiap malam. Nggak jarang juga dia begadang sampai pagi."

Diba dan Nanda saling menatap. Pantas saja Rain sering berangkat lebih siang dari biasanya dan tertidur ketika jam pelajaran kosong. Pernah waktu itu Diba tak sengaja mendapati Rain yang tertidur tetapi pipi gadis itu basah dan sesekali terisak. Namun saat ia bertanya gadis itu hanya menjawab "Nightmare".

"Dimana handphone Rain?"

"Percuma kalo Lo minta itu sebagai bukti," Elang mengeluarkan handphone Rain yang is simpan didalam tasnya.

Virgo langsung mengambil alih handphone itu. Yang lain hanya melihat apa yang dilakukan Virgo. Setelah mengotak-atik handphone tersebut, ia meletakkannya dengan kesal.

"Gimana?"

Virgo menggelengkan kepalanya. "Kayaknya udah diretas,"

Virgo mengambil lagi handphone tersebut dan menunjukkan pada teman-temannya. Aplikasi chatting pada handphone tersebut tidak lagi dapat digunakan. 

"Tapi Alin kenapa nurut banget sama tuh orang? Dibayar berapa dia?" Tanya Vino dengan kening berkerut.

Aksa hanya menggeleng, Alin sulit untuk mengatakan kejujuran. Hal itu pasti menyangkut sesuatu yang besar. Atas alasan mengapa Alin melakukannya.

"Alin nggak kasih tahu siapa pelakunya?"

Aksa menggelengkan kepalanya. "Dia bilang anggap aja dia yang ngelakuin."

Bimo terdiam, sebagai ketua kelas sekaligus ketua osis sudah sepantasnya ia harus bertanggung jawab atas masalah Rain dan Alin. Masalah ini harus segera diselesaikan secara kekeluargaan. Sebelum orangtua Rain melaporkan masalah ini kepada pihak sekolah, ia harus membantu meluruskan kesalah pahaman ini terlebih dahulu. Karena Alin tidak bisa disalahkan begitu saja, meskipun Alin telah bersuka rela untuk bertanggung jawab atas masalah ini.

"Diba lo kan jago nge-stalk, coba deh lo stalk si Alin."

"Gue bakal cari sampai tuntas."

Aksa tersenyum simpul, ternyata hobi Diba berguna juga untuk masalah ini. "Gini aja, kita lakukan bareng-bareng biar masalahnya cepat kelar, kita cari tahu dulu dari chat si Alin yang mencurigakan mungkin aja dari sana kita bisa tahu siapa pelaku utamanya, nah kita simpan datanya buat bukti!"

"Babang Aksa....gue makin sayang sama lo," ujar Dodit dengan heboh lalu memeluk Aksa dari samping.

Nanda dan Diba yang melihat kelakuan aneh Dodit langsung bergidig ngeri. Dari hati Diba bertanya-tanya bagaimana mereka bisa menerima manusia berbadan kekar yang kelakuannya jadi-jadian seperti itu. Sedangkan Aksa mencoba untuk melepaskan diri dari Dodit. Bimo dan yang lainnya malah melempari Dodit dengan kulit kacang, bahkan ada yang sengaja menjambak rambut Dodit hingga membuat rambut Dodit berantakan.

Diantara keributan yang dibuat oleh teman-teman Daniel, Nanda diam-diam menatap Bimo. Mantan pacarnya itu tidak pernah berubah. Bisa dibilang ia memang belum sepenuhnya move on padahal hubungan ia dan Bimo telah kandas setengah tahun yang lalu. Memang benar kata orang-orang, semakin kita berusaha untuk melupakan seseorang, maka semakin sulit untuk kita melupakannya.
Merasa ada yang memperhatikan, Bimo pun menolehkan kepalanya, ia membalas tatapan Nanda yang tampak sedih. Ia tidak tahu ada apa dengan cewek itu, mungkin saja ia khawatir dengan sahabatnya.

🎭🎭🎭

Suasana kantin yang tidak terlalu ramai membuat Daniel dengan leluasa berjalan membawa nampan. Mungkin karena sedang musim hujan, kebanyakan dari teman-temannya memilih membawa bekal dari rumah. Ia menyesal tidak menurut dengan Oma-nya yang setiap pagi menyuruhnya untuk membawa bekal. Terpaksa ia harus ke kantin sendirian tanpa teman-temannya.

Daniel mendongakkan kepalanya ketika seseorang duduk dihadapannya. Ia menaikkan satu alisnya, menatap orang itu dengan tidak suka. Matanya menelusur beberapa meja-meja kantin yang masih kosong.

"Meja lain masih kosong."

"Gue kesini bukan mau nemenin Lo makan."

Daniel mengabaikan Elang dan mulai menusuk steak dengan garpu. Sengaja ia memasukkan potongan daging berukuran besar kedalam mulutnya.

"Gue kasihan sama Lo," Elang menatap Daniel dengan tersenyum kecil.

"Jelas gue yang kasihan sama Lo, susah payah melindungi orang yang salah."

Elang mengangguk-ngangguk. "Oh ya? Kayaknya Lo bakal meratapi penyesalan setelah ini."

Setelah mengatakan itu Elang menepuk-nepuk pundak Daniel lalu pergi begitu saja. Daniel meletakkan garpu dan pisaunya dengan kesal. Selera makannya
hilang begitu saja gara-gara Elang. Daniel mengerutkan keningnya ketika tak sengaja melihat kartu nama yang tergeletak dimeja.

Yunia Pudji Lestari. Psy.D

Daniel menatap kosong kartu nama tersebut. Setelah tampak lama berpikir, ia memasukkan karu nama tersebut ke dalam saku nya.

Psychology?

***

Tes! Tes!

Lapor, ada yang gamon😆


Vote & comment🔫🔫🔫



Kamis, 28 Oktober 2021

Pesawat Kertas Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang