Chapter 61

144 17 0
                                    

Buket.
———————

Acara walimatu ‘ursy atau resepsi pernikahan pasca akad pada pernikahan Husain dan Nagine diselenggarakan ba’da maghrib. Cukup aneh memang karena biasanya mayoritas orang Jawa akan melangsungkan resepsi ba’da zuhur atau ashar, tapi keluarga gus satu ini justru mengambil langkah beda.

Kedua mempelai duduk di dalam suatu kursi yang ada di pelaminan bagai singgasana ratu dan raja. Konsep kuade baby blue white itu nampak megah dihiasi lampu-lampu di setiap bagiannya. Dari tadi keduanya tidak habis tersenyum memandangi para tamu yang duduknya antara laki-laki dan perempuan dipisah, bahkan menu-menu catering untuk ikhwan dan akhwat juga dipisah agar mereka yang bukan mahram tak memiliki celah sedikit pun untuk berdesakan.

Mereka sesekali berdiri saat ada tamu yang meminta untuk mengambil gambar atau bahkan menyalami keduanya sekalian berpamitan pulang. Begitu terus sampai jam semakin malam.

Nagine dan Husain terduduk kembali. Husain lebih dulu merapikan gamis brukat Nagine sebelum duduk di samping gadis itu.

“Cape?” tanya Husain, tapi pertanyaan ini agak terdengar klise di telinga Nagine sebab ia sering kali membacanya di aplikasi Freenov. Begini pun gadis itu juga menyukai fiksi.

Nagine menggeleng. “Nggak. Mas cape?” ya, walaupun klise, tapi pertanyaan ini lumrah ditanyakan saat acara resepsi ternyata.

Husain ternyata juga menggeleng. “Mana mungkin saya cape kalo ini hari bahagia saya,” katanya.

“Yang bener? Apa Mas bilang gini takut kalo saya ragu sama sampean?”

Reflek Husain menghela napas berat sambil memijit pangkal hidungnya yang mancung itu, sedangkan Nagine malah full senyum. Ya, seakan menyampaikan bahwa gadis itu tidak serius dengan ucapannya.

“Haus?” tanya Husain mengalihkan topik.

“Iya, Mas. Saya panggil Aya aja deh.”

“Kenapa harus Aya? Kan kamu udah punya suami.”

“Ya justru itu, Mas! Karena saya udah punya suami makanya harus panggil Aya buat minta tolong. Dia belum nikah, enak kalo dikerjain. Apalagi sumbunya pendek. Gampang emosi dia.”

Husain hanya geleng-geleng mempersilakan istrinya untuk mengerjai Aya. Tak lama laki-laki itu mendengar Nagine memanggil Aya dengan alasan minta tolong.

“Terima kasih, Aya,” ucap Husain saat melihat Aya mengambilkan dua gelas air mineral. Masing-masing satu untuk pengantin baru itu.

“Ngapain bilang makasih, Mas? Aya orangnya gampang ikhlas. Nggak bilang makasih juga nggak papa,” kata Nagine dengan mata melirik jahil ke arah gadis yang sudah menatapnya jengkel.

Mendengar itu, Husain rasanya ingin terkekeh, tapi ia terlalu tidak tega untuk melakukan hal demikian.

Tiba-tiba Aya membungkuk, membisikkan sesuatu pada Nagine. “Gue juga bentar lagi nikah. Awas aja lo, gue bales!” katanya sedikit ditekankan.

“Ya, tapi gue udah punya pawang duluan.”

Rasanya Aya ingin mencabik-cabik wajah sahabatnya sekarang juga!

Nagine terkekeh melihat itu. “Inget nggak sih, Ay? Dulu lo pernah bilang, kalau lo bakal nikah lebih cepet dari gue. Katanya waktu itu lo nggak mau gue repot-repot jadi bridesmaid, jadi lo buat gue jadi kang cuci piringnya aja. See, siapa yang nikah duluan?”

Mendengar itu Aya langsung gelagapan. Ia memijat pelipisnya. “Gue siapa? Lo siapa? Gue di mana?” katanya pura-pura amnesia lalu turun dari pelaminan.

Only 9 Years | lo.gi.na [END]Where stories live. Discover now