Chapter 39

131 16 0
                                    

A Dream
Sekarang mimpi itu sudah terwujud, tapi bersama orang lain.
———————

Sinar mentari pagi ini cukup membuat hangat tubuh dua gadis yang sedang berjemur di pesisir pantai. Suara bisik-bisik burung menambah kesan aesthetic dalam sebuah video yang ditangkap keduanya. Amazing, baik Aya maupun Nagine tidak paham lagi dengan keindahan suasana ini.

“Gila, indah banget. First time lihat sunrise,” ucap Nagine girang.

Aya tersenyum tipis. “Ma syaa Allah,” koreksinya kemudian membuat Nagine mengulang kalimat dengan mendahulukan pujian untuk Allah.

Keduanya kemudian saling menghanyutkan diri hingga Matahari semakin ke atas dan membuatnya meneduh karena kulit sudah mulai menghitam. Lalu lalang orang-orang dekat pantai disimak terang-terangan oleh Nagine dan Aya di pendopo pantai. Mereka ikut terkekeh saat tak sengaja menangkap sebuah momen lucu dari orang yang tidak mereka kenal.

Kemudian pandangan Nagine beralih menatap sepasang suami-istri yang sedang duduk berdampingan sambil menselonjorkan kakinya di tepi pantai. Membiarkan ombak dalam lautan itu menerpa tubuh keduanya. Nagine bisa melihat jelas bagaimana tangan keduanya saling berkaitan seakan tidak ingin kehilangan. Ia ikut merasa terharu. Wanita itu beruntung memiliki si pria, dan keduanya saling beruntung telah memiliki satu sama lain.

Andai saja Arthar tak meninggalkannya seorang diri seperti sekarang, mungkin di tahun ini mereka akan membuat kartu keluarga. Sayangnya takdir berkata lain. Berarti itu sudah tidak mungkin lagi. Karena kenyataannya Arthar sudah membuat kartu keluarga itu, tapi tidak bersamanya.

“Lucu ya mereka?”

Pertanyaan yang cenderung menjadi sebuah pernyataan itu membuat Aya mengerutkan dahi.

“Mereka? Siapa?” tanyanya tidak paham.

Nagine menunjuk sepasang kekasih tadi, “Mereka. Lucu banget parah. Tuh tuh lagi berdiri. Kelihatan, ‘kan, Ay?” Aya mengangguk sambil mengikuti jari Nagine bergerak. “Ma syaa Allah, berdiri aja lucu,” celutuknya.

“Masih gandengan ternyata. Buset suami Mba-nya idaman banget sih. Argh. Tuh Ay lu ....”

Kalimat itu menggantung. Rasanya Nagine ingin menarik semua yang ia katakan tadi. Apa tadi katanya, lucu?

Dia menunduk sakit. Matanya mulai memanas. Aya paham. Ini pasti di luar ekspektasi Nagine. Laki-laki idaman yang ia maksud, ternyata orang yang pernah menjadi sejarah dalam hidupnya.

“Nggak jadi lucu, Ay. Ternyata dia Arthar,” katanya. Tidak lama bulir bening yang sejak tadi ditahan, akhirnya tumpah ruah. Katanya nggak cinta, tapi dua tahun sudah merubah segalanya ya, Ar?

“Sabar, jangan lemah. Harus bisa. Allah tau kamu kuat. Tenang, Na. Lo pasti dapet ganti yang jauh better more than Arthar. Trust me, okay?

Nagine mendongak. Merotasikan tubuhnya ke Aya sambil tersenyum. Jari-jemarinya bergerak menghapus air mata itu, walaupun masih ada rasa sesak, ia berjanji tidak akan menangis lagi. Namun, hari ini semua seperti mustahil.

Gadis itu kira ia sudah bisa melihat Arthar bersama orang lain. Ia kira ia sudah ikhlas. Namun, hari ini ia membuktikan bahwa ternyata sesulit itu melepasnya bahagia bersama orang lain. Jika Nagine tahu endingnya akan seperti ini, ia akan merasa lebih baik apabila Arthar tidak memulainya dan membuat keduanya saling janji untuk mempertahankan posisi masing-masing.

Rupanya Arthar kalah. Karena sampai saat ini, Nagine masih sering mempertanyakan kabar laki-laki itu dalam senyap. Bagaimanapun caranya, Arthar adalah bagian sejarah paling penting dalam hidupnya. Sebuah mimpi besar yang 9 tahun ia perjuangkan mati-matian. Sekarang, mimpi itu terwujud, tapi bersama perempuan lain. Rasanya seperti berusaha menyentuh langit, tidak bisa karena terlalu tinggi.

Tidak, Nagine tidak menyesalinya. Karena pernah mengagumi Arthar akan selalu menjadi sejarah paling berharga untuknya. Bersama dengan Arthar atau tidak, cinta pertamanya setelah sang ayah tetap dia. Tidak ada yang menyakiti, semua terluka memang karena ekspektasinya sendiri.

Sambil melihat Arthar bersama istrinya berjalan di tepi pantai, Nagine berkata dalam hati. “Menyelami lo terlalu dalam membuat gue terjebak dalam muara yang gue buat sendiri. Realita tentang lo yang menyakitkan, rupanya masih membuat gue percaya bahwa takdir selalu baik.

Namun kenyataannya, gue nggak bisa balik ke daratan dan hidup normal kayak biasanya. Rindu itu terus menghunjam, menusuk sangat dalam, tapi terima kasih 24 jam, walau bersama lo gue tenggelam.

Nagine menghela napasnya. Kemudian duduk lesehan pada pasir pantai merah muda itu. “Raganya ternyata udah jauh. Sulit buat dikejar sekalipun dengan berlari.”

“Ikhlas, Gin,” kata Aya menyusul duduk di sebelahnya.

“Kenyataannya nggak semudah itu, Ay.”

“Ya, gue tau, tapi coba terus ya? Ini udah 2 tahun loh. Masa mau gini terus. Sampai kapan? Bentar lagi gue harus ke Semarang. Kita harus pisah. Kalo terus-terusan begini bikin gue nggak tenang pas pergi. Siapa yang nenangin kalo lo terus kayak gini? Please move on. I know you can.

“Ini memang takdir yang terbaik yang Allah kasih buat gue, tapi gue nggak pernah mikir, bahkan bermimpi bisa memiliki seseorang seperti Arthar. Jauh-jauh bermimpi, sekarang mencintai laki-laki lagi saja rasanya sulit,” kata Nagine. Pandangannya lurus ke depan. Ia sengaja mendramatiskan keadaan. Nagine masih ingin hanyut dalam rasa sakitnya.

“Yaudah, sekarang introspeksi aja dulu. Allah tau kamu mampu. Sekarang nggak usah ngebahas cowo, fokus. Tiga hari lagi lo bakal jadi guru. Mending pikirin itu aja.”

Aya benar, tiga hari lagi ia akan menyandang status sebagai seorang guru. Sepertinya tidak akan ada lagi waktu untuk memikirkan hal-hal yang sudah lalu. Nagine akan coba untuk melangkah lebih maju dengan kecepatan laju. Meski rasanya, berkali-kali gadis itu harus meminta maaf diam-diam pada Arthar karena masih merindukannya. Enggan untuk pergi karena pikirnya mustahil.

Nanti kita pasti akan bertemu sebagai dua teman lama yang pernah saling memiliki perasaan, Ar. Karena jika bertemu sebagai pasangan, akan lebih tepat jika pasangan masing-masing, bukan?

I miss you my fav person, ah maksud gue my friends.”

“Haduh niat healing malah pingin heelang,” celetuk Nagine yang mengundang gelak tawa Aya. Akhirnya Nagine sudah bisa melawak lagi.

Tanpa sadar ada seseorang yang sedari tadi memperhatikan keduanya meskipun tak lama. Setelah menyelesaikan rasa terkejutnya tadi, kini seulas senyum terbit. Ya, dia Arthar. Laki-laki itu baru menyadari jika Nagine dan Aya juga berada di sini. Sebuah kebetulan yang sudah Tuhan gariskan.

Gina, ngeliat lo terluka sama sekali bukan keinginan gue. Gue peduli meskipun itu diam-diam.

———————
To be continued.

Akhir-akhir ini; sibuk membuat mood menulis saya anjlok secara drastis. Makin hari publish makin malam, tapi saya berharap rute Nagine masih kalian ikuti. Terima kasih.

All rights reserved. Tag my wattpad account if you want to share anything about this stories.

Indonesia, 15 Agustus 2022 | Jangan lupa prioritaskan Al-Qur’an.

Only 9 Years | lo.gi.na [END]Where stories live. Discover now