Chapter 51

144 16 0
                                    

Something Special
Tidak lagi tertatih karena sudah terlatih.
———————

Dua kali bel yang terdengar dari speaker yang terpasang di tiap-tiap kelas itu menandakan waktu istirahat sudah dimulai. Perempuan dengan seragam batik marun itu mengakhiri kelas yang ia ajar hari ini. Murid-murid kemudian berhambur keluar kelas setelah dipersilakan, sedangkan dirinya masih berdiam diri di kelas pada kursi guru.

Ia pelan-pelan membuka buku panduan guru Bahasa Indonesia. Mengecek materi terakhir sebelum anak-anak libur kenaikan kelas. Lima menit selesai. Dia kemudian merapikan kertas-kertas hasil kerja siswa sehingga tertumpuk dan mengambil buku absensi yang selalu ia bawa ke mana-mana.

Tungkainya dilangkahkan ke luar kelas. Saat di ambang pintu ia menengok kanan kiri. Di sebelah kiri ia mendapati Husain yang tengah berjalan membelakanginya. Dari arah langkah itu seperti ingin ke taman belakang sekolah. Nagine kemudian membika ponselnya, menulis sesuatu di recent e-mail yang masuk di primarynya kemarin.

Saya tunggu di rumah malam ini. Semoga berhasil.

Setelah memastikan sudah terkirim, dia kembali ke aplikasi sebelah. Kemudian menelepon sahabatnya. Dia menempelkan benda persegi itu ke telinga sambil berjalan menuju ruang guru. Kebetulan hari ini hari Kamis, ia sedang berpuasa untuk mengqadha puasa Ramadannya yang bolong karena ada udzur.

Panggilan itu kemudian terhubung. Nagine menjawab salam dari seseorang di seberang sana beriringan dengan meletakkan semua benda-benda yang ada di salah satu tangannya ke meja. Kaki itu kemudian dilangkahkan kembali mencari tempat yang lebih privacy dan dia memilih untuk ke perpustakaan sekolah.

Perpustakaan yang sangat luas dan tinggi—sebab ada gabungan dari dua lantai—itu memiliki satu ruang khusus untuk para guru menjalankan rapat apabila bosan melakukan kegiatan tersebut di ruang guru. Benar saja, ruangannya sepi sekarang. Akhirnya ia bisa menginjakkan kaki di ruangan nuansa krem itu setelah menaiki kurang lebih 23 anak tangga untuk sampai ke ruangan.

Nagine memilih salah satu kursi yang ada di sana, kemudian mendudukinya. Dia mengalihkan panggilan biasa itu ke panggilan video. Sebenarnya Aya baru bisa dihubungi saat jam makan siang setelah zuhur, tapi kali ini katanya gadis itu free sehingga membuat Nagine berani menghubunginya.

Apa yang mau dibicarain?

“Laki-laki yang memiliki nama seperti cucu Rasulullah.”

Dari seberang sana Aya nampak tersenyum tipis mendengar itu. Sepertinya ada berita baik yang sesuai dengan dugaannya saat melihat Nagine berkata dengan seulas senyum yang ia sendiri sulit mengartikan apa itu senyuman yang lebih dari bahagia?

Kenapa dia?

“Nggak kenapa-napa, tapi gue yang kenapa-napa.”

Apa?

“Alhamdulillah, finnaly gue menerima lamarannya.”

Di luar ekspektasi, Aya kini menghilang dari frame. Nagine memanggilnya berulang kali tapi tak ada sahutan. Ia memutuskan untuk menunggu, tapi tidak lama gadis itu masuk lagi ke dalam frame dan mengejutkan. Nagine kira ia yang paling bahagia hari ini, rupanya ada lagi.

Are you seriously, Na?” Nagine mengangguk. “Please serius? Lo mau menerima dia? Na? Serius?” Nagine mengangguk sekali lagi dan hal itu membuat Aya menutup wajahnya. Dia terkekeh kecil. Nagine tak pernah melihat reaksi ini semua. Pertama kalinya ia melihat Aya tersenyum karena kelakuannya—yang menyangkut laki-laki—ah! Itu artinya gadis itu sudah tidak membuat Aya malu sekarang.

Only 9 Years | lo.gi.na [END]Where stories live. Discover now