BAB 41 - AKSAMA

203 59 0
                                    

"Memaafkan orang lain namanya kebaikan."

–  V L O R A –

*****

   ANGIN membelai dengan lembut rambut kedua manusia berbeda jenis tengah duduk berdua di taman sekolah ketika waktu istirahat kedua telah tiba.

Mereka berdua menyatu dengan keheningan, tidak ada satu kata keluar dari mulut mereka. Bahkan pohon-pohon di taman terdengar berbisik satu sama lain ketika mereka bedua hanya terdiam mematung.

"Kenapa?" sosor Andrew memecah keheningan. Pandangannya kosong menghadap ke arah depan, tidak berniat menatap wajah gadis di sebelahnya.

Zyra terdiam. Dia tidak tahu harus memulai mengatakan dari mana jika Andrew telah mengetahui semuanya.

Andrew menghela nafas kasar lalu bangkit dari duduk berniat untuk meninggalkan taman. Niat Andrew batal ketika Zyra menghentikan nya.

"Jangan pergi dulu," tutur Zyra memegang lengan Andrew.

Andrew menepis tangan Zyra seraya berkata, "Lo mau ngomong apa sampai bawa gue ke sini?"

Zyra menundukkan pandangan menatap sepatunya dan sepatu pria di hadapan nya. Sehabis membuang nafas pelan-pelan Zyra mulai mengangkat pandangan menatap manik mata Andrew.

"Maaf," ungkap Zyra.

"Aku tahu kata maaf nggak cukup untuk menebus semua kesalahan yang aku perbuat."

"Tapi kamu harus tahu, bahwa kecelakaan orang tuamu ... aku benar-benar nggak sengaja menabrak mereka hingga masuk ke dalam jurang."

"Saat itu aku nggak memenangkan olimpiade biologi di luar kota. Aku berniat menghampiri kak Arsenio di rumahnya agar dia bisa mengajakku jalan-jalan supaya pikiranku tenang tetapi nyatanya kak Arsenio nggak ada di rumah,"

"Ntah mengapa tiba-tiba aku melihat mobil baru terparkir di rumah kak Arsenio. Orang tua kak Arsenio membiarkanku mengemudikan nya meskipun aku di bawah umur. Dia hanya berpesan agar aku dapat berhati-hati dalam mengendarai mobil."

"Aku berhati-hati, Ndre. Hanya saja ...." Zyra menggantungkan ucapannya memikirkan kejadian dua tahun lalu.

"Hanya saja pikiranku sangat kacau saat itu sampai hilang kendali dan menabrak mobil orang tuamu hingga masuk ke dalam jurang."

"Aku sangat takut, Ndre. Aku takut harus melakukan apa. Di usia masih labil aku pergi dari tempat kejadian dan menyuruh orang tua Arsenio dan papaku agar menangani semuanya."

"Aku sangat takut, Ndre." Zyra menundukkan pandangan seraya menyeka air mata yang perlahan-lahan telah membasahi pipi.

Zyra kembali mendongak memandang Andrew setelah air mata telah hilang di wajahnya. "Saat tahu ternyata kamu anak dari orang tua yang aku tabrak dua tahun lalu ... aku benar-benar takut,"

"Aku sangat takut. Aku berpikir kamu akan melukaiku, Ndre. Aku berpikir kamu akan balas dendam akibat kematian kedua orang tuamu, Ndre. Aku sangat takut,"

"Rasa takutku menghilang ketika mengetahui kehidupanmu. Kamu menderita karena aku, Ndre. Andai saja kecelakaan itu tidak terjadi mungkin orang tuamu masih hidup dan kamu akan bahagia."

"Aku merasa bersalah. Aku tahu betul, aku yang telah merusak kebahagiaanmu maka dari itu aku berusaha selalu ada untukmu, sebagai rasa bersalahku karena telah membuatmu jauh dari orang tuamu."

Andrew tersenyum kecewa. Dia sekarang mengetahui alasan Zyra selalu ada untuk dirinya yaitu karena rasa bersalah.

"Maafkan aku," beber Zyra.

ANDREW [ END ]Where stories live. Discover now