BAB 16 - BERHARAP LEBIH

218 83 1
                                    

"Kita nggak bakalan puas dengan apa yang kita dapatkan."

– D I M A S –

*****

   RUANGAN ini hanya diisi oleh berbagai macam buku yang telah tersusun rapi di rak, layaknya sebuah labirin, lebih tepatnya sebuah labirin buku. Ruangan apalagi jika bukan perpustakaan? Ruangan hening yang hanya dimasuki oleh orang-orang terpilih.

Andrew tertegun ketika dia tiba di perpustakaan sekolah setelah tarikan paksa dari Dimas. Pertanyaan dengan akhir tanda tanya melayang-layang di pikiran Andrew. Dia masih bingung kenapa Dimas membawanya ke perpustakaan saat warga sekolah telah berhamburan pulang.

Berbagai pertanyaan di benak Andrew terjawab ketika seorang pustakawan menghampiri mereka seraya berujar, "Kalian bisa menyusun semua buku ini di rak kosong paling belakang. Rak nya tepat berada di pojok kanan, paling belakang."  Pria paruh baya itu menunjuk tiga kardus yang berisi sebuah buku, setelah itu tangannya beralih menunjuk sudut kanan perpustakaan.

"Kalian mengerti, 'kan?" tanya pustakawan tersebut.

Dengan senyuman manis Dimas mengangguk mantap sembari membalas, "Mengerti, Pak."

Sedangkan Andrew? Dia benar-benar tercengang. Andrew tidak menduga dia akan menyusun buku di jam pulang sekolah.

"Baik, jika sudah dimengerti tolong bantu angkat kardus itu menuju ke arah rak paling belakang ya," titah pustakawan tersebut.

Andrew, Dimas dan pustakawan tersebut masing-masing mengangkat satu kardus di tangan mereka. Setelah tiba di rak kosong, pustakawan tersebut berpamitan untuk mengerjakan hal lain, menyisakan Andrew dan Dimas di sana.

Andrew memperhatikan Dimas yang mulai menyusun buku di rak kosong itu. "Semenjak gue kenal sama lo, gue baru sadar kalau lo itu tipe orang yang nggak suka gabut," sosor Andrew.

Tanpa melirik Andrew, Dimas menganggapi, "Gue suka kalau gue itu sibuk." Dimas mengambil buku-buku dari kardus lalu menyusunnya di rak.

Helaan nafas terdengar sangat jelas dari mulut Andrew. "Kalau gue jadi elo, gue bakalan tinggal di rumah rebahan," tutur Andrew memulai membantu Dimas menyusun buku-buku tersebut ke rak.

"Kehidupan kita beda. Tapi gue pengen kayak lo sedangkan lo pengen kayak gue yang setiap saat sibuk," lanjut Andrew sangat berharap dia memiliki waktu senggang.

"Namanya kehidupan, Ndre. Kita nggak bakalan puas dengan apa yang kita dapatkan," beber Dimas.

"Lo benar. Kenapa gitu ya? Kadang kita pengen jadi orang lain tapi ada juga orang yang pengen jadi kita," timpal Andrew terheran-heran.

Dimas mengangkat bahunya sembari berujar, "Ntahlah, mungkin itu definisi kehidupan. Kehidupan yang nggak ada habisnya."

"Lo di sini dulu ya, gue mau ngambil buku catatan buat nyatet nomor nih buku-buku," lanjut Dimas setelah itu pergi meninggalkan Andrew sendirian di sana.

Andrew hanya pasrah menyusun buku ke rak di hadapannya. Dia mengantur buku-buku itu sesuai dengan warna sampulnya. "Agar terlihat aesthetic," gumamnya dengan senyuman di bibir. Sepertinya Andrew mulai menyukai pekerjaan menyusun buku ini.

ANDREW [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang