BAB 13 - BERBEDA PENDAPAT

252 93 0
                                    

"Ada batasan di dalam sebuah hubungan."

– Z Y R A –

*****

   CAHAYA terang matahari perlahan-lahan mulai tersebar luas ke seluruh sudut bumi. Awan-awan putih di angkasa mulai berbaris dengan rapi di langit biru, awal baru untuk menyambut hari baru.

Tepat pada pukul 06.15 pagi seorang siswa menyeret kaki dengan malas memasuki kelas yang masih tidak berpenghuni.

Pemuda tersebut adalah Andrew. Dia sesekali menguap seraya berjalan menuju ke arah bangkunya. Setelah tiba di bangku dia memperbaiki posisi tubuh dengan tangan terlipat di atas meja lalu menaruh kepala di sela-sela tangan nya.

Andrew menjelajahi alam mimpi setelah kelopak mata perlahan-lahan tertutup. Dia melanjutkan mimpi yang sempat tertunda. Mimpi Andrew terhenti kembali ketika mendengar seseorang mengutuknya.

"Dia niat sekolah? Masih pagi udah tidur, benar-benar masa depan tidak cerah," cibir Zyra terdengar jelas di pendengaran Andrew. Tidak ada yang tahu sejak kapan Zyra telah tiba dan duduk manis di bangku.

Tanpa merubah posisi tidur, Andrew membuka kelopak mata memandangi gadis di sebelah nya. "Sebenarnya nggak niat sekolah tapi demi masa depan harus sekolah," balas Andrew dengan senyuman manis.

Zyra menggigit bibir bawah. Seharusnya aku nggak ngomong hal itu tadi. Batin Zyra merasa bersalah.

"Ngomong-ngomong lo cepat juga datang ke sekolah," ujar Andrew kagum melihat Zyra tiba di kelas sepagi ini.

Zyra menanggapi, "Kamu juga cepat banget datangnya."

"Lo tahu teman kost gue, 'kan?" Zyra menganggukkan kepala membalas pertanyaan dari Andrew. "Dia pagi-pagi selalu bikin darah gue mendidih, nyebelin banget sumpah. Masa gue harus cuci baju dia terus buatin dia sarapan. Emang tuh anak otak nya miring tiap pagi, padahal dia bisa sendiri," lanjut Andrew menggerutu.

"Pindah kosan aja," saran Zyra.

"Nggak asik tinggal sendirian," tutur Andrew pasrah.

Raut wajah Zyra mendadak murung. "Iya, kamu benar. Nggak enak tinggal sendirian," balas Zyra.

"Lo tinggal sendirian? Bukannya nyokap tiri lo udah pulang?" ujar Andrew bertanya.

Zyra berkata, "Eum ... nggak apa-apa, lupain aja."

Kali ini wajah cemberut Andrew terpajang jelas. "Zy, berapa kali gue bilang? Nggak semuanya harus dipendam. Ntar nyakitin diri lo sendiri," ungkap Andrew.

"Aku memang terbiasa disakiti," ucap Zyra dengan bibir tersenyum simpul.

Terdengar helaan nafas kasar dari mulut Andrew, "Lo keras kepala juga ya."

"Bukan keras kepala, hanya saja itu bukan urusanmu, Ndre. Lebih baik urus saja urusanmu sendiri," saran Zyra membuat Andrew terdiam sejenak.

Andrew kembali menyahut, "Padahal kemarin lo jadi teman gue, tapi sekarang? Teman itu membagi suka duka bersama, Zy. Bukan saling memendam."

Zyra merespon dengan berkata, "Ada batasan di dalam sebuah hubungan, begitu juga dengan pertemanan, Ndre. Tidak semua hal harus diceritakan dengan teman, adakalanya memang untuk dipendam."

"Lo nggak percaya arti sebuah hubungan," tutur Andrew lelah.

Zyra menanggapi, "Percaya. Cuman pemikiran kita beda, Ndre. Kamu dengan pemikiranmu dan aku dengan pemikiranku, itu tidak bisa bersatu."

ANDREW [ END ]Where stories live. Discover now