BAB 3 - PANTANG MENYERAH

437 148 98
                                    

"Apa susahnya mencari tangan yang belum digengam oleh orang lain?"

- D I M A S -

*****

   SELURUH tubuh Andrew rasanya membeku ketika mendengar orang yang disukai telah menyukai orang lain.

"Kata orang sih gitu, Arsenio dan Zyra pacaran. Tapi hubungan mereka masih belum terkonfirmasi," ulang Dimas menambah.

"Eum, semacam backstreet. Soalnya mereka berdua sering barengan gitu. Terlebih lagi orang yang naksir sama Zyra bakalan berurusan dengan Arsenio," jelas Dimas memberitahu.

"Mending cari cewek lain aja, Zyra udah ada yang punya," saran Dimas mengusulkan.

Andrew menatap Dimas dengan senyuman nya, "Gue nggak bakalan nyerah semudah itu."

"Jika mereka memang ada hubungan, kenapa memangnya? Zyra tinggal direbut doang, 'kan?" lanjut Andrew seraya melanjutkan langkahnya, begitu juga dengan Dimas.

"Tapi Ndre--"

"Terlambat ngomongnya, gue udah suka sama Zyra dan perasaan gue nggak bisa di cancel," sela Andrew tidak lupa senyuman manisnya.

Dimas berdecak, "Kok lo bisa langsung suka? Baru aja ketemu loh."

"Mungkin cinta pandang pertama," balas Andrew sembari mengingat kapan dia menyukai Zyra.

"Cinta pada pandang pertama itu cuman obsesi. Saran gue cuman satu, mending menjauh dibandingkan babak belur," usul Dimas memperingati.

"Kalau nanti babak belur itu namanya pengorbanan dalam cinta," tutur Andrew dengan menaik-turunkan alisnya.

"Terserah lo deh," ucap Dimas pasrah.

"Eh, gue duluan yah. Mau latihan basket di lapangan. Lo mau ikut nggak?" tawar Dimas ke arah Andrew.

Andrew menggelengkan kepala, "Nggak deh, pengen cari Zyra aja."

"Gua tadi ngeliat Zyra ke arah rooftop," terang Dimas membuat wajah kecut Andrew terpajang.

"Terus napa lo nggak bilang dari tadi?" beber Andrew jengah.

"Siapa tahu lo berubah pikiran saat dengar perkataan gue," balas Dimas sembari menggaruk-garuk tengkuk yang tidak gatal.

"Jalan ke rooftop ke arah mana?" tanya Andrew.

"Lurus aja, kalau udah ngelihat tangga tinggal naik terus sampai ke rooftop deh. Gampang, 'kan?" jelas Dimas membuat Andrew mengangguk paham.

"Oke, makasih." Setelah mengatakan kata tersebut akhirnya Andrew berlari kecil menuju rooftop.

"Apa susahnya mencari tangan yang belum digengam oleh orang lain?" ungkap Dimas menatap lurus Andrew yang mulai menghilang.

Dimas menghela nafas pasrah lalu berkata, "Semoga muka ganteng Andrew nggak rusak gergara cinta."

***

   ANGIN sepoi-sepoi berhembus membelai rambut seorang gadis yang sendirian di rooftop sekolah. Gadis tersebut tampak melakukan panggilan telepon dengan seseorang, terlihat benda persegi menempel di telinganya.

"Dia bicara sama siapa di telepon?" gumam Andrew penasaran seraya menghampiri Zyra yang membelakanginya.

Zyra berucap untuk seseorang di seberang telepon. "Ma-maaf. Aku sudah berusaha semampuku, Pa."

Andrew terdiam ketika berada di belakang Zyra, dia tidak ingin mengganggu percakapan Zyra yang tengah menelepon.

"Sekali lagi maaf, aku benar-benar sudah berusaha semaksimal mungkin. Aku juga tidak mengerti kenapa nilai biologi ku hanya 99. Tapi selain nilai biologi, nilai yang lain 100 kok di rapor," jelas Zyra kepada sang penelepon dengan nada sangat menyesal.

Kasian juga ya, ternyata dituntut oleh orang tua. Batin Andrew.

Zyra kembali menyahut di seberang telepon. "Tolong jangan sakiti mamud, Pa. Mama muda nggak bersalah, Zyra yang salah karena kurang fokus untuk belajar."

"Meskipun dia mama tiriku, tapi Zyra sayang sama dia, Pa. Maka dari itu Zyra mohon agar Papa berhenti menyakiti mama muda."

"Baik, Pa. Aku akan memperbaiki nilaiku di semester ini agar sempurna seperti yang Papa inginkan," pungkas Zyra.

Panggilan telepon berakhir bertepatan dengan helaan nafas keluar dari mulut Zyra. "Capek juga ya."

"Semangat!" seru Andrew di belakang Zyra membuat gadis itu refleks berbalik terkejut mendengar seseorang tiba-tiba menyahut di belakang nya.

Zyra sempat tertegun melihat Andrew yang tidak tahu sejak kapan berada di sini. "Ngapain di sini?" tanya Zyra.

"Nggak apa-apa. Pengen lihat lo aja," beber Andrew sembari memandangi manik mata Zyra.

"Oh, iya. Misalnya nggak sanggup buat belajar istirahat saja dulu jangan sampai sakit," lanjut Andrew memberi saran.

Zyra menggelengkan kepala lalu berkata, "Aku suka belajar."

"Tadi gua dengar kata nya capek," ungkap Andrew.

"Itu ... ya memang capek, tapi bukan capek karena belajar cuman karena ... ya gitu," tutur Zyra mengelak.

Andrew tersenyum manis menatap Zyra yang menyangkal perkataan nya. "Gua bisa baca pikiran orang loh," ucap Andrew bergurau.

Perkataan Andrew membuat mata Zyra spontan melebar. "Serius?" tanyanya tidak percaya.

Andrew mengangguk mantap. "Hm, serius. Jadi nggak usah bohong," jawab Andrew dengan mimik wajah tidak berdosa.

Zyra menghela nafas pasrah. "Aku memang nggak bohong. Duluan ke kelas ya," pamit Zyra.

Sebelum Zyra melangkahkan kaki untuk pergi, Andrew terlebih dahulu mencekal pergelangan tangan Zyra. "Gua di sini pengen ngomong sesuatu sama lo," ujar Andrew.

Zyra berbalik memandangi Andrew. "Ngomongin apa?" tanya Zyra.

"Ngomong hal nggak penting sih," jawab Andrew.

Zyra mengerjapkan mata tercengang dengan jawaban Andrew. "Hal yang nggak penting itu nggak usah diomongin," beber Zyra setelah itu berlalu pergi dari atas rooftop.

Andrew memandangi kepergian Zyra dari rooftop dengan senyuman manis. "Sikap dia kayak gini kenapa bikin gue tambah suka ya?"

"Semoga saja Zyra nggak punya hubungan apa-apa sama Arsenio. Jika memang mereka punya hubungan gue nggak bakalan tinggal diam gitu saja." Telihat rahang Andrew sedikit mengeras.

"Gue nggak bakalan mungkin menyerah hanya karena seseorang menyukai orang yang gue suka, bukan?"

"Bagaimanapun akhirnya, nggak ada salahnya berjuang untuk orang yang disukai," ujar Andrew.

Andrew menatap ke atas memandangi langit biru. "Karena menyerah bukan pilihan tetapi sebuah kegagalan," tambah Andrew.

"Dan gue nggak bakalan terima arti kegagalan sebelum berjuang, terlebih lagi gagal berjuang demi orang yang gue suka."

"Gue nggak bakalan nyerah karena perasaan gue itu nggak salah," beber Andrew.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
ANDREW [ END ]Where stories live. Discover now