40. Anak tangga kedua

688 57 4
                                    

Fajar mulai menyingsing di ufuk timur. Cahaya keemasan menjadi sambut pagi itu. Pukul 05:36, tepat hari pertama di bulan 8, Jaemin dan Jeno mengendarai motor mereka dengan kecepatan menggila. Keduanya seperti sedang dikejar makhluk menyeramkan. Hingga membuat mereka berlari tunggang langgang memasuki area rumah sakit.

Pagi itu, bangsal tempat Yura dirawat masih begitu sepi. Hanya ada beberapa petugas kebersihan yang sedang menjalankan tugas mereka. Sedang diantara sunyi lorong lantai 3, seorang pria paruh baya duduk di kursi tunggu didepan sebuah ruang inap. Pria itu memejam, tapi tidak lama kemudian derap langkah yang begitu ramai membuat ia sepenuhnya terjaga.

"Jaemin, Jeno, ada apa?" Dojin duduk tegap. Melihat keberadaan dua putranya yang tampak acak-acakan.

"Om, apa maksud dari surat-surat ini?" Jaemin menyerahkan handphone miliknya.

Sedang Dojin menggulir beberapa foto surat yang anak tertuanya maksud. Dia mengenali surat-surat itu. Semua surat di foto tersebut adalah tulisan tangannya. Tapi, bagaimana Jaemin memiliki semua ini? Karena setahunya, tidak ada yang tahu tentang surat-surat itu selain ia dan Jiseok.

"Om, apa ini semua?" Kini suara Jeno yang terdengar mendesak.

Kedua remaja itu berdiri menjulang dihadapan Dojin, sambil sesekali saling melirik karena sang ayah sambung yang hanya diam dalam waktu yang cukup lama.

"Dari mana kalian dapat ini?" Tanya Dojin akhirnya.

Jaemin berdecak kesal, "Saya rasa bukan itu yang terpenting sekarang." Katanya.

Mendengar itu yang bisa Dojin lakukan hanya menghela napas dalam. Jaemin dan Jeno sudah besar. Tidak akan mudah mengelak setelah dihadapkan pada bukti nyata seperti ini. Maka yang Dojin lakukan selanjutnya adalah bangkit berdiri. Dan memandang keduanya bergantian.

"Ikut saya." Katanya.

Pria paruh baya itu kemudian melangkah pergi. Diikuti kedua anaknya yang dengan cepat meninggalkan lorong rumah sakit yang sepi.

Ketiganya lantas meninggalkan parkiran rumah sakit dengan mobil milik Dojin. Jaemin berada di kursi belakang, sedang Jeno duduk di kursi penumpang depan.

Tidak ada yang bersuara selama mobil itu melaju di jalanan yang mulai ramai. Hanya ada deru suara mesin dan suara klakson dari luar yang saling bersahutan. Tampaknya mereka lebih senang bersama sepi. Membiarkan isi kepala mereka menerka-nerka takdir dalam kebisuan.

Mobil berbelok dijalanan yang amat Jaemin kenali. Jalanan komplek pagi itu sedikit ramai. Banyak orang yang sudah memulai hari mereka dengan beragam kegiatan. Sedang beberapa anak kecil berlarian ditepi jalan dengan sebuah bola yang mereka giring kesana kemari.

Mobil itu kemudian menepi dan Dojin kemudian keluar, membuka kunci pagar. Lalu mendorong gerbang tinggi itu menepi. Lantas ia kembali kedalam mobil dan mengendarai nya hingga tiba diparkiran.

"Kalian masuk dulu. Saya mau tutup gerbang, setelah itu menyusul."

Jaemin dan Jeno kompak mengangguk. Keduanya berderap memasuki rumah setelah Jeno membukakan kunci. Rumah yang masih diselimuti gelap itu tampak temaram.

"Ikuti saya."

Kedua remaja yang baru saja menyentuh permukaan sofa, lantas mengikuti Dojin. Pria paruh baya itu membawa keduanya menuju kamar utama. Kamar yang menjadi saksi malam-malam yang Dojin dan Yura lalui.

Jaemin masuk lebih dulu setelah Dojin, sedang Jeno hanya bisa berdiri diambang pintu. Dia tidak pernah dengan sengaja memasuki kamar orang tuanya. Jika bukan dalam keadaan tertentu Jeno tidak akan pernah mau menginjakkan kaki disini.

The Twins ~ Jaemin x JenoWhere stories live. Discover now