25. Tabir pembatas

656 63 2
                                    

Happy Reading 💚

********

Ruangan serba putih yang khas menjadi hal pertama yang menyambut kedatangan Jeno. Ruangan khusus yang menjadi kamar inap sang mama selama di rumah sakit membuat hati kecil Jeno tercubit.

Perih sekali. Melihat bagaimana wanita yang biasanya terlihat rapi dengan setelan baju kantornya itu kini duduk diam memandang keluar lewat jendela dengan tatapan kosong. Wajah beliau yang selalu terlihat berseri dengan polesan make up tipis, kini tampak sedikit kusam dengan rambut yang tidak tertata.

Posisi Yura yang membelakangi pintu membuat wanita itu belum menyadari kedatangan Jeno. Berulang kali helaan napas kasar menguar dari bibir ranum sang mama. Membuat remaja itu bergegas mengumumkan kedatangannya.

"Ma?" tanya Jeno dengan lembut.

Wanita yang masih menatap dengan pandangan kosong itu lantas berbalik. "Jaemin?" katanya dengan mata berbinar.

Jeno terhenyak mendengar nama yang kini terucap dari mulut sang mama. Bukan, bukan karena Jeno tidak terima dipanggil dengan nama itu. Hanya saja, kejadian ini mengingatkannya pada kenangan dimasa lalu. Dimana  ketika sang mama dalam beberapa waktu menganggapnya sosok lain yang tidak lain adalah kembaran Jeno sendiri.

Tidak, ia tidak mau hal itu terjadi lagi. Bukan Jeno membenci, hanya saja dia tidak tega melihat mama dalam keadaan seperti itu lagi.

"Ma, ini aku Jeno." ujar Jeno setelah menempatkan diri disamping sang mama.

Yura menatap lekat wajah remaja dihadapannya, "Jeno?" tanyanya membeo.

Jeno lantas mengangguk pelan. Ragu ketika melihat perubahan pada raut wajah mama. "Bukan Jaemin?" tanya Yura lagi.

Dengan hati yang berat Jeno lantas menggeleng. Membuat kedua mata mamanya berembun, dan bersiap meluncurkan ratusan kristal bening. "Mama, maaf. Mama sama aku dulu, ya? Nanti Jaemin kesini. Dia lagi ngerjain tugas dulu." ujar Jeno berbohong. Tentu saja, mana ada hal yang seperti itu.

Jeno bahkan tidak tahu apa yang saat ini terjadi di rumah. Apa yang Dojin dan Jaemin bicarakan disana. Jeno bahkan tidak yakin apakah Jaemin mau berbicara dengan papa sambungnya itu.

"Jaemin-ah, anakku, Jaeminnie." lirih Yura. Pandangannya menyorot kosong kaca pembatas yang menghubungkan mereka ke taman belakang rumah sakit.

"Jaemin-ah, sayang. Jangan tinggalin mama. Maafin mama, Jaemin-ah." Jeno semakin mendekap erat tubuh sang mama yang mulai bergetar hebat.

Yura yang mulai hilang kendali menangis dengan kencang. Meraung memanggil nama Jaemin. Dan berulang kali mengucap kata maaf yang tidak pernah putus. Penyesalan juga penderitaan berbaur menjadi satu dikedua mata wanita paruh baya itu.

"Ini semua salah mama." Yura bergumam. Sedang usapan di punggungnya semakin erat. "Ini semua salahku. Hahaha." tawa itu tentu bukan tawa yang terdengar menyenangkan.

Tubuh Yura yang memberontak membuat Jeno terdorong menjauh. Pemuda itu lantas menatap nanar sang mama. Hatinya sakit. Sudah lama sejak ia melihat keadaan Yura yang seperti ini. Bertahun-tahun silam ketika ingatannya masih samar.

"Mama." Jeno melirih. Ia hendak merengkuh kembali tubuh mamanya. Tapi dorongan kedua lengan Yura membuatnya urung.

"Ini semua salah kamu!" Yura menunjuk tepat dihadapan wajah Jeno. Pandangan matanya nyalang menusuk hingga mencabik hati sang buah hati. Tentu Yura tidak sadar dengan apa yang dia lakukan sekarang.

Yura bangkit berdiri. Masih dengan menunjuk-nunjuk tepat pada wajah sang putra. Sedang Jeno hanya diam memperhatikan. "Ini semua salah kamu!" kembali Yura berteriak.

The Twins ~ Jaemin x JenoWhere stories live. Discover now