33. kesalahan

672 50 1
                                    

Yura kembali ambruk setelah menangis tersedu-sedu selama pertengkaran dimeja makan berlangsung. Wanita itu berteriak histeris sebelum akhirnya jatuh tersungkur bersama Hayul.

Bahkan setelah tiba di rumah sakit, Yura menangis pilu disalah satu ruang rawat setelah Dokter memberinya obat penenang. Dan meminta setiap orang meninggalkan Yura sendirian setelah mengikat wanita itu pada ranjangnya.

Kata Dokter, Yura butuh ruang sendiri. Menangis mencurahkan isi hatinya mungkin akan membantu mengurangi beban yang selama ini belum ia lepaskan sepenuhnya. Mungkin dengan meraung seperti itu Yura dapat meruntuhkan gunung-gunung penyesalan yang ia miliki.

Sedang diantara tangis pilu itu, Dojin dan Dami duduk diam di deretan kursi tunggu yang berada didepan ruangan. Keduanya menunduk dalam. Menikmati kesakitan yang sama dalamnya seperti yang Yura gaungkan.

Lantas ketika jeritan didalam sana berangsur mereda, Dojin menghela napas panjang. Tapi sesak di dada yang ia harapkan berkurang justru semakin membuatnya kesulitan bernapas.

"Ini yang anda mau, Eommeoni?"

Dami diam, ujung-ujung jemari kakinya terlihat lebih menenangkan dibandingkan pertanyaan Dojin yang membuat hatinya terkoyak. Jelas, pria itu sedang berusaha untuk tidak melahapnya hidup-hidup sekarang. Tapi, mau bagaimana lagi? Setiap melihat kedua anak itu dan mengingat tentang ayah mereka, Dami selalu kehilangan kontrol diri. Ia selalu dikuasai amarah yang tiada henti.

Sebab menurutnya, karena Jiseok anak bungsunya yang manis dan penurut menjadi seorang pembangkang. Dia bahkan rela meninggalkan segala kemewahan dan keluarga yang ia punya demi pria tidak jelas asal usulnya itu.

Sungguh, dia sangat menyayangi Yura. Sekeras apapun caranya mendidik anak itu, Dami tetap ingin yang terbaik untuknya. Dami ingin segala kebahagiaan yang ada di dunia berada didalam genggaman anaknya.

"Aku tahu anda tidak menyukai Jiseok. Tapi bagaimana pun Jaemin dan Jeno adalah cucu anda. Mereka memiliki garis keturunan keluarga anda. Setidaknya perlakukan mereka dengan baik. Jangan membuat mereka membenci anda sebagaimana mereka membenci saya dan Yura."

Yang namanya kebencian, tetaplah kebencian. Karena, selayak apapun sesuatu jika tidak menyukainya maka kita akan selalu menemukan celah untuk mencela.

"Aku tidak peduli, karena cucuku hanya Hayul."

"Siapa yang menjamin jika Hayul tidak akan membenci anda setelah apa yang anda lakukan pada ibunya?"

Dami menoleh cepat, "Aku tidak bermaksud menyakiti Yura, lagipula dia anakku. Aku tidak akan membuatnya tersakiti oleh apapun."

"Tapi anda menyakitinya!" Dojin berteriak marah. Dia tidak habis pikir kenapa ada manusia seegois Dami.

Dulu, Dojin harus merelakan Yura memilih orang lain dibandingkan dirinya. Membiarkan orang yang ia cintai hidup bersama dengan sahabatnya sendiri. Sebab, bagi Dojin, cinta memang tidak selamanya harus dimiliki. Ada kalanya kita harus membiarkan cinta memilih. Daripada memaksanya hingga hanya penderitaan yang didapat.

Dojin sudah memulai hidup baru sejak saat dimana Yura dan Jiseok memilih meninggalkan tanah kelahiran mereka demi cinta. Dojin sudah lama menyimpan rasa cintanya untuk Yura di bagian terdalam hatinya.

Hingga beberapa tahun kemudian, Yura pulang bersama anaknya. Saat itu lah Dami datang pada Dojin dan meminta pria itu untuk menikahi putrinya. Dengan segala hal yang dibuat secepat mungkin. Dan entah bagaimana, rasanya yang telah lama mati membuat Dojin berdiri di altar bersama Yura yang sesekali berderai air mata.

Saat itu, keegoisan Dami dan suaminya, Dojin anggap sebagai hadiah besar bagi kebahagiaannya. Karena dengan begitu dia bisa bersama dengan Yura tanpa perlu repot-repot merebut wanita itu dari pelukan sahabatnya sendiri. Bahkan sejak awal dia tidak pernah berniat melakukan itu, sebenarnya.

The Twins ~ Jaemin x JenoWhere stories live. Discover now