21. one step closer

651 61 0
                                    


Happy Reading 💚

**********



"Najis, geli gue."

Reynan bergidik sendiri mendengar apa yang baru saja terucap dari mulutnya. Pemuda itu lantas terkekeh menahan malu.

"Gaje, lo!" Jaemin ikut terkekeh setelahnya.

Kedua pemuda itu lantas saling memandang ke lain arah, enggan menatap mata satu sama lain.

Bagi Reynan hal itu terdengar menggelikan. Ia tidak pernah sekalipun mengucap kata-kata semacam itu pada siapapun lagi kecuali sang Kakak. Jadi rasanya sangat tabu dan benar-benar aneh.

Sedang Jaemin, perkataan Reynan mampu menyentuh sepi didalam hatinya. Sudah sejak lama hati Jaemin kosong tidak berpenghuni. Tidak ada siapapun yang mau untuk menetap disana. Tidak ibu, adik kembarnya, atau siapapun itu.

Perkataan Reynan bagai sebuah lampu penerang yang mengenyahkan gelap. Kata-kata yang terdengar biasa itu mampu mengusir sepi yang tidak berkesudahan.

Ah, jangan lupakan pula bahwa Reynan adalah teman pertama yang Jaemin miliki. Satu-satunya orang yang mau mendekati Jaemin terlepas bagaimana Jaemin memperlakukan pemuda itu.

"Lo udah pernah ke markas mereka? tanya Jaemin untuk memastikan.

Reynan melarikan atensinya pada pemuda dihadapannya, "Udah NaJaem, udah gue pantengin sampe bener-bener kosong."

"Yakin kosong? Emang lo pernah liat?"

Jika ini adalah sebuah komik, maka diatas kepala Reynan akan muncul sebuah lampu. Menyala terang seakan baru dinyalakan. "Heh? Gue gak pernah nyamperin sih. Paling gue pantau dari jauh doang."

Delikan tajam Reynan dapatkan sebagai balasan. "Gini ni kalau kebanyakan makan micin," ucap Jaemin. Dia mendengus keras.

"Kagak doyan micin gue, gak selera."

Jaemin berdecak, "Abisin minuman lo. Habis ini gue anter lo buat balik ke sana."

Setelah mengatakan itu, Jaemin melenggang pergi dengan nampan kosong. Kaki jenjangnya membawa Jaemin berkelana mengelilingi cafe. Merapikan gelas serta piring kotor yang sudah ditinggal para pelanggan.

Lantas ia mengganti papan didepan pintu, yang secara tidak langsung mengatakan bahwa cafe telah berhenti beroperasi untuk malam ini.

Tepat pukul 00.45 menit, Jaemin keluar setelah membantu Arhan dan Laura membereskan cafe. Menghampiri Reynan dengan wajah kusam karena kantuk dan lelah.

Reynan tidak tega melihat Jaemin seperti itu, jadi dia menyarankan mereka untuk pulang. Tapi, yang namanya Na Jaemin memang tidak ada yang bisa menandingi. Kepala batu satu itu tetap memaksa. Katanya, ia sedang tidak ingin pulang cepat malam ini.

"Balik aja, yok!" Reynan kembali berucap sebelum mobil yang ia kendarai merapat disisi jalanan sepi. Disamping kanannya, terdapat satu-satunya bangunan yang tampak sudah termakan usia.

Bangunan satu lantai dengan luas yang tidak lebih dari lapangan sepak bola itu terlihat kumuh dari luar. Apalagi beberapa cat didinding banyak yang sudah mengelupas. Disisi kanan dan kiri bangunan itu juga dipenuhi rumput liar yang tumbuh subur.

Jika dilihat sekilas, bangunan itu mungkin terlihat seperti bangunan tua yang terbengkalai. Tapi jika diteliti lebih jauh, tempat itu terawat dengan baik.

Tidak ada sampah, halaman depannya pun bersih, lalu penerangan yang cukup membuat bangunan itu layak untuk ditinggali.

"Ini markas mereka?" tanya Jaemin, alih-alih menjawab rengekan Reynan.

The Twins ~ Jaemin x JenoWhere stories live. Discover now