42

2.4K 167 1
                                    

Aya menaikkan sebelah alisnya. Apa-apaan ini? Kenapa jadi serba mendadak begini? Ini dosennya serius apa gimana? Sesaat percakapan mereka saat acara makan malam terlintas. Apa ini ada kaitannya dengan pertanyaan Relhan kapan mereka menikah?

"Menikah? Masudnya nikah boongan?" Aya memperjelas.

"Enggak!"

"Nikah seriusan?

"Iya."

Aya bersedekap, tatapannya lurus ke mata Anta berseberangan dengannya.

"Emangnya wanita yang bapak cari belum ketemu?"

"Udah ketemu kok."

"Kalau udah ketemu, kenapa ngajak Aya menikah sih. Harusnya yang Bapak ajak itu wanita yang Bapak temukan," heran Aya.

"Justru itu, karena saya udah nemu makanya ngajak nikah."

"Heee, maksudnya gimana sih?" Aya menggaruk pelipisnya tak mengerti.

Anta langsung menjitak dahi Aya, gemes atas ketidakpekaan Aya.

"Wanita itu kamu, Araya!"

"Aauuu, sakit tahu, Pak," Aya mengadu.

"Habisnya, kamu kok lalod banget sih."

Aya mendengus.

"Jadi bagaimana?"

"Apanya?"

"Lamaran saya?"

"Emang bapak ngelamar?"

"Saya ajak kamu menikah? Tentu saja itu melamar."

Aya tersenyum sinis mendengar ucapan Anta yang selalu ada balasan.

"Jadi bagaimana?"

Aya menghela napas. "Maaf ya Pak Dosen, bukannya Aya menolak. Bapak kan sudah tahu tipe Aya itu kayak Kim Oppa, bukan kek bapak yang kebapak-bapakan dan udah tua. Jadi, ajakan Bapak untuk menikah sudah pasti Aya tolak."

Anta berdeham. "Tak masalah, itu berarti sampai jumpa di semester depan ya."

"Eh, maksudnya gimana nih, Pak?"

"Bisa liat ini kan?" Anta menyodorkan blangko nilai untuk Aya.

"Loh, kok E, Pak? Tiap minggu kan saya masuk ngajar."

"Emang kamu ngajar apa sih sebenarnya? Saya tahu loh, kamu bukan ngajar materi kuliah kan? Tapi promosiin grup K-pop kamu itu kan?"

"Yaa, itu kan Bapak yang nyuruh. Lagi pula, materi kuliahnya ada kok, Cuma ya Aya campur-campur."

"Ya udah, nilainya juga saya campur-campur. Makanya jadi E kan?"

"Issshhh..." Aya berdesis.

"Jadi gimana? Lamaran saya ditolak apa diterima?"

"Ditolak lah, Pak. Enak aja, Aya terima."

"Baiklah, jadi sudah deal ya nilai kamu semester ini eror dan mengulang semester depan."

"BODOH!"

"Terima kasih, Ayara atas keputusannya. Itu berarti saya masih punya kesempatan untuk bertemu kamu semester depan."

"Ihhh, Bapak gila ya."

"Benar. Saya emang gila. Gila karena gak nyangka bisa jatuh cinta dengan mahasiswa saya sendiri."

Aya menggeram. Blangko nilai yang dipegangnya diremas sebagai ganti untuk meluapkan emosinya.

Melihat raut wajah Aya yang tak biasa membuat Anta tak bisa menahan tawanya. Ia tertawa terbahak-bahak. Hal tersebut membuat Aya menjadi kebingungan.

"Selamat Anda kena prank! Hahaha!" ucap Anta dibalik tawanya.

"Jadi tadi Aya di prank?" Aya masih dalam kebingungannya.

Anta hanya bisa mengangguk sangking tak bisanya mengendalikan tawanya. "Yakali saya serius. Ogah juga saya ngelamar kang halu kek kamu," kata Anta sesaat tawanya mereda.

Aya yang tak terasi dan merasa dipermainkan pun bangkit. Ia ingin memberi Anta pelajaran. "BAPAAAKKK!! Tega ya prank Aya kek gitu." Aya menggelitiki Anta membuat Anta kembali tak bisa berhenti ketawa.

Diam-diam, dari arah jauh seseorang tengah tersenyum menyaksikan dua anak manusia yang saling tertawa.

"Apakah Bapak ingin saya panggilkan Tuan Sena?"

"Tidak perlu. Saya akan balik."

"Bapak tak ingin beristirahat dulu?"

"Tidak. Saya rasa pemandangan ini cukup membuat saya kembali bersemangat. Tolong kamu laporkan perkembangan kedekatan mereka."

"Baik, Pak!"

***

Dosen Pak Setan! || SELESAIDonde viven las historias. Descúbrelo ahora