14

3.7K 255 0
                                    

"Aya, usai perkuliahan nanti ke ruangan saya!"

DAMMM!!

Baru saja Aya mengatur napasnya karena berlari dari parkiran masuk ke dalam gedung, kini harus menormalkan jantungnya lagi mendengar perintah Pak Dosen Jahanam yang tak sengaja bertemu di lorong kelas.

"Sekarang, Pak?"

Sontak Pak Anta berbalik menatap Aya setelah beberapa langkah melaluinya.

"Kamu tuli? Saya bilang usai perkuliahan, bukan sekarang!" ketusnya melanjutkan langkah.

Aya yang mendengar suara Pak Anta yang ketus mengerucutkan bibirnya, "Yee, Cuma nanya kok malah sewot. Dasar Dosen Setan!" gerutunya sembari berjalan cepat masuk ke kelas.

Untung saja, Dosen yang mengajar belum datang. Aya bisa bernapas lega sekarang.

"Cieee, ada yang baru nih, Ay?" tanya Clara sesaat setelah Aya duduk di bangku sampingnya.

Aya balik melihatnya dan tersenyum. "Kebiasaan deh, tingkat kepekaanmu tinggi banget."

"Hehehe, iya dong. Clara gitu. Btw, itu gantungannya Oppa Kim kan? Beli di mana, Ay? Lo tahu kan kalau itu limited edition?" serang Clara.

"Iya, gimana? Keren kan gua?"

"Sumpah, lo emang ratunya K-Pop. Pernak perniknya aja lo miliki semua."

"Gilaa, lo, Ay. Lo beli di mana sih? Curang ih, gak ngasih info." Maudy menimpali.

"Gua nitip sama Kakak gua, lo tahukan dia kerja dan jarang pulang. Jadi, sebagai gantinya karena gak manjain gua lagi kayak dulu, ya gua nyuruh aja dia beliin apa yang gua mau."

"Waaahh, keren banget Bang Arsan. Mau dong punya Kakak kayak dia," ujar Clara.

Aya terkekeh.

Di antara mereka bertiga, hanya Aya yang memiliki Kakak. Clara merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, sementara Maudy merupakan anak tunggal. Tapi meski pun anak tunggal, sayang seribu sayang Aya lebih beruntung dibanding dirinya.

"Tapi tenang aja, gua gak mau egois. Gua udah nyiapin bingkisan buat lo kok, pernak-pernik ala Korea," kata Aya sambil mengeluarkan dua bingkisan dari tasnya.

"Nih, buat kalian!" Aya menyerahkan bingkisan tersebut ke dua sahabatnya.

"Serius nih, Ay?"

"Lo gak nge-prank kita kan?"

"Gua serius! Ya Allah, Maudy, emang gua sejahat itu ya sampai nge-prank kalian."

"Ucchhh, macih ya, Ay." Clara memeluk Aya.

"Lo emang sahabat kita yang paling baik," tambah Maudy ikut memeluk Aya.

Aya pun membalas pelukan kedua sahabatnya.

Selang beberapa menit, mereka kembali ke posisi semula karena dosen telah masuk ke ruangan.

Ooo

Usai perkuliahan, seperti titah Pak Dosen. Aya langsung menuju ke ruangan beliau. Sebenarnya dia enggan, hanya saja pesan ancaman Pak Dosennya itu membuat ia memaksakan diri untuk menemuinya sekarang juga.

"Masuk!" Suara Pak Anta terdengar usai Aya mengetuk pintu ruangan.

Pelan-pelan, Aya membuka dan masuk. Dia berdiri di depan dosennya yang sibuk mengetik.

"Duduk!" perintahnya tanpa melihat Aya.

Lagi, Aya pun menuruti Pak Dosen tanpa protes.

Diam. Tanpa bicara. Sementara Pak Dosen masih asyik dengan kesibukannya. Hingga setengah jam kemudian, belum ada tanda-tanda Pak Anta menyudahi pekerjaannya. Membuat Aya berdeham. Tapi tidak ditanggapi oleh dosennya.

"Eheemm!" lagi Aya mengulangi.

Belum ada perubahan.

"Ehemmm..!!"

Pak Anta masih mengetik.

"EHEEMMM!!" ulangnya kembali.

"Kamu kenapa? Batuk?" Akhirnya yang dikode peka juga. Pak Anta menghentikan aktivitasnya, bukan karena selesai melainkan karena terganggu dengan dehaman Aya.

"Tahu nih, Pak, tiba-tiba tenggorokan saya kering gara-gara nunggu terlalu lama." Aya melirik Pak Anta sinis.

Pak Anta memperbaiki posisinya. "Oke, saya ingin bicara sama kamu, Aya!" ucapnya kemudian.

"Lah, itu Bapak udah bicara."

Pak Anta menarik napas mendengar balasan mahasiswinya, sungguh emosinya tiba-tiba kepancing dengan ucapan Aya. Namun tetap dia control.

"Saya sudah liat dokumentasi mengajar kamu."

"Alhamdulillah kalau gitu, Pak. Gimana? Baguskan cara Aya ngajar?"

"Bagus! Sangat bagus, sesuai dengan mata kuliah yang kamu ajarkan."

Dahi Aya berkerut mendengar balasan Pak Aya. Bagus? Jadi dia gak marah nih?

"Oh, makasih, Pak atas pujiannya." Aya berusaha tersenyum.

"Sama-sama, Aya. Untuk itu, saya ingin menjadikan kamu sebagai asisten tetap saya."

"APAA?? BAPAK GILA YA??" Tak sadar Aya berteriak di depan dosennya mendengar perkataan Pak Anta.

"Enggak, saya tidak gila."

"Bapak pasti becanda kan? Udahlah Pak, jangan nge-prank deh."

"Saya serius. Terlebih sebentar lagi saya akan disibukkan dengan banyak pekerjaan, maka kamu yang akan gantikan saya mengajar bila saya tidak sempat."

Aya langsung menyandarkan bahunya di sandaran kursi. Tak terima dengan pernyataan Pak Anta.

Maksud hati, dia membuat Pak Anta jerah dan malu karena menjadikan Aya sebagai gantinya mengajar. Lah ini, malah ditawarin buat jadi asistennya.

Demi apa??

Ini mah seperti senjata makan Tuan.

"Bapak gak kaget ngeliat mahasiswa bapak nonton drakor di kelas?" tanya Aya, bermaksud negoisasi.

"Tidak! Itu sudah biasa, terlebih sinkron dengan mata kuliah yang diajarkan. Jadi apa salahnya nobar? Drakor tidak selamanya berdampak buruk, drakor bisa menjadi pelajaran yang baik bila kita menggunakannya dengan cara yang baik."

Skakmat!

Sepertinya Aya benar-benar salah sasaran bila ingin menjahili Pak Anta—Dosen Jahanamnya.

Ooo

Dosen Pak Setan! || SELESAIWhere stories live. Discover now