20

3.6K 194 2
                                    

Aya semakin mempercepat langkahnya begitu memasuki kantin, tak sudi berjalan berdampingan dengan dosennya. Bukan hanya itu, ia tak ingin menarik perhatian mahasiswa lain jika ia ke kantin bersama dengan Anta—dosen muda yang cukup popular dan itu bukan menurut Aya sih.

Langsung saja Aya memesan makanan pada Ibu Kantin, tak peduli dengan dosennya yang entah kini berada. Ia sibuk mementingkan dirinya sendiri yang sangat lapar.

Usai memesan makanan, ia menyelisik tiap sudut kantin. Mencari-mencari tempat yang kosong untuk menikmati makanan yang baru saja ia pesan.

Sayangnya tidak ada. Adanya sebuah meja yang telah diisi oleh seseorang, tapi tak apa. Aya bisa minta izin untuk berbagi tempat dengannya.

Aya pun melangkah ke sana dengan riang gembira, senyum di bibirnya tak pernah pudar karena sebentar lagi ia akan menikmati santap siangnya dengan aman dan tentram.

Sayang seribu sayang, ekspektasinya tak sesuai dengan realita.

Begitu ia sampai di tempat kosong tersebut, ternyata seseorang yang menikmati makan siang sendirian adalah...

"DION!!" pekik Aya membuat pemilik nama itu mendongak menatapnya.

"APA?" tanyanya tak kalah sewot.

"Lo kok di sini?"

"Ya suka-suka gua lah."

Aya mendesis mendengar jawaban Dion. Nih anak emang nyebelin banget.

"Ngapain lo makan di sini?"

Dion yang baru saja menyantap makanannya kembali menyudahi lantara harus meladeni Aya. "Emang kenapa sih? Ada gitu aturannya orang-orang yang makan di sini? Kantin ini tempat umum, jadi terserah gua dong mau makan di mana."

Aya menye-menye mendengar penjelasan Dion yang bikin tekanan naik.

"Lo sendiri ngapain berdiri di situ? Mau makan sambil berdiri? Atau sambil kayang? Atau jangan-jangan ...." Dion memicingkan matanya pada Aya menggoda.

"Apa?"

"Makan sama gua di sini ya?" Dion menaik-naikkan alisnya.

"OGAH!"

Aya memalingkan wajah meninggalkan Dion yang tertawa bahagia menggodanya.

"Loh Ay, kamu belum makan?" tegur seseorang yang duduk di sebuah meja dekat ia berdiri.

Aya langsung mengalihkan atensinya, dilhatnya Anta duduk seorang diri menyantap makannya.

"Belum nemu tempat kosong? Duduk aja di sini!" ajak Anta setelah menyelisik kantin tak ada tempat tersisa selain tempatnya dan satu lagi yang tak jauh darinya yang sepertinya ditempati salah satu mahasiswanya—Dion.

"Ehh, gak usah! Ay cari tempat lain."

"Tempat lain di mana? Gak ada tempat kosong loh ini, hanya di sini dan tempat yang kamu tinggali tadi."

Aya menjadi kelipungan, mau makan di mana? Pasalnya dua-duanya tidak mungkin. Dua-duanya membuat tekanan darah Aya naik. Namun, jika tak memilih maka ia akan berdiri selamanya menunggu pengunjung meninggalkan tempatnya. Tapi, apakah dia bisa menunggu selama itu? Cacing-cacing di perutnya sudah tak terkendali berdemo, dan meminta untuk diberi asupan.

Dengan berat hati, Aya pun memutuskan makan bersama Anta meski harus menanggung konsekuensinya yakni menjadi pusat perhatian mahasiswa lain. Ini lebih baik dari pada menikmati makan siang bersama Dion, bukannya ia akan lahap menyantap makannya yang ada makin tak bernafsu lantara Dion akan menggodanya. Bukan hanya itu, ia juga takut jika ia berbagi tempat makan dengan Dion maka benda-benda sekitar mereka akan beterbangan sangking emosiannya Aya menghadapi Dion.

Dari jauh, Aya dapat melihat Dion menaikkan alisnya penuh arti. Aya melototkan matanya menatap Dion. Tatapannya seakan mengandung arti.

"AWAS KAU NANTI YA DION!!"

***

Dosen Pak Setan! || SELESAIWhere stories live. Discover now