25

3K 175 0
                                    

"Yang nyuruh duduk siapa?"

Seketika Aya yang baru saja duduk langsung berdiri mendengar teguran Anta.

"Kenapa berdiri?"

Aya melogo. "Tadi kan Bapak nyuruh saya berdiri?"

"Emang tadi saya bilang gitu?"

Aya menggaruk pelipisnya tak mengerti, apa sih mau dosennya ini. Duduk diprotes, gak duduk protes juga. Dasar aneh!

"Duduk!"

Kembali Aya duduk mendengar intrupsi Anta. Tak lupa ia menyodorkan buku rangkuman materi dosennya. Anta meraih buku itu tak berselera, sepertinya mood lelaki itu sedang tidak baik.

Aya diam saja, takut jika dia bicara bukannya mood Anta membaik malah ia yang tak keluar hidup-hidup dari ruangan itu.

"Pekan depan, kita akan MID semester."

"Baik, Pak!" Hanya kalimat itu yang bisa keluar dari Aya.

"Tapi bukan masalahnya." Anta memperbaiki posisi duduknya begitu pun juga dengan Aya. Sepertinya membahasan kali ini akan berat.

"Aya."

"Ya, Pak?"

"Sepertinya berat saya ungkapkan ini, tapi mau tak mau harus katakan."

Dahi Aya berkerut, pikirannya menerka-nerka hal apa yang ingin Anta ucapkan hingga begitu susah untuk diutarakan. Namun, dasar emang! Otaknya yang hanya sebanding dengan otak udang tak bisa menjangkau kemungkinan-kemungkinan yang akan diucapkan Anta.

"Aya, mau kah kamu me—"

***

"AYA!!"

Langkah Aya berhenti, tubuhnya ia putar 180 derajat. Dari kejauhan dia melihat kedua sahabatnya setengah berlari ke arahnya yang seketika menciptakan garis lengkung di bibirnya.

"Lo udah makan?"

Aya menggeleng lemah. "Gimana mau makan? Habis kelas Pak Anta malah ke ruangan beliau," curhat Aya menimpilkan raut puppy eyes-nya.

"Ututut, Ayara kami belum makan ya." Maudy menangkup kedua pipi Aya.

"Yuk makan bareng, kami juga belum makan soalnya," ajak Clara.

Mereka pun pergi ke kantin mencari makan, karena Aya sudah trauma makan di kantin fakultas teknik, maka mereka memilih makan di kantin fakultasnya. Menu makanannya tidak jauh beda, Cuma ya kalau di teknik bisa cuci mata, soalnya banyak oppa-oppa local.

"Lo kenapa dipanggil lagi sama Pak Anta, Ay?" Maudy membuka percakapan begitu mendapat tempat.

"Biasa, urusan bisnis antara dosen dan asisten," jawab Aya sekenanya. Mereka duduk berdua, lantara Clara sedang memesan menu makanan untuk mereka.

Suasana kantin lumayan ramai meski belum waktunya makan siang.

"Oh ya, lo udah tahu kan kalo my Kim Lee Park bakal syuting di sini," ungkap Ay mengalihkan topic pembicaraan.

"Iya, gua baca artikelnya kemarin. Sumpah gak nyangka gua," tutur Maudy.

"Gua gak sabar nunggu hari itu tiba, terus minta foto bareng. Uhhh, rasanya pengen percepat waktu aja deh."

"Sabar, Ay, sabar."

"Sayangnya, idola gua gak ikut. Padahal gua berharap banget kalo yang PU drama itu Kang-Dae," Clara ikut nimbrung sambil meletakkan pesanan teman-temannya.

"Hehehehe. Tapi rejekinya Oppa Kim gua kan. Duhhh, makin gak sabar gua." Senang Aya tak sabar.

"Halu teros haluuu. Perkumpulan pecinta plastic dari pada cowok local."

Aya yang baru saja ingin menyuap harus terhenti mendengar kalimat tersebut yang sengaja diperdengarkan.

Ternyata Dion si sumber masalah yang duduk di belakang Aya. Sejujurnya Aya malas meladeni manusia itu, namun apalah daya api emosi Aya sudah tersulut.

"Woy, kalo ngiri bilang!" Aya menggebrak meja Dion.

"Siapa juga yang iri?" Dion pura-pura tak tahu.

"Terus maksud lo pecinta plastik itu apa? Lo kalo gak punya hobi ya gak usahlah ngancurin hobi orang."

"Ada kok. Gua punya hobi."

Aya tersenyum sinis mendengarnya. "Ya udah jang ganggu kita dong!" sentak Aya kembali ke tempatnya.

"Tapi hobi gua gangguin Aya. Hahahaha."

Mendengar itu seketika perang dunia pun dimulai.

**

Dosen Pak Setan! || SELESAIWhere stories live. Discover now