DCKD 51

562 29 7
                                    

Awal yang baru

***

Sejauh ini, tepatnya selama setelah wisuda, Fifah hilang kontak dengan Nisa. Dia tahu Nisa keluar negri untuk melanjutkan pendidikannya. Tetapi, kabar kali ini ... sungguh di luar nalar dan dugaannya.

Fifah tidak mendengar kabar Nisa menikah. Tidak pula mendengar kabar Nisa datang ke Indonesia, sekalinya dipertemukan dalam keadaan yang tak terduga. Sahabatnya bertelanjang betis, berpakaian seksi.

Berulang kali dada Fifah terasa nyeri mengingatnya. Sahabatnya ditemukan tak sadarkan diri di tengah kerumunan masa yang membelanya. Ada apa, sebenarnya? Kenapa itu terjadi? Apa yang menyebabkan hal itu menimpa Nisa? Kenapa dia 180 derajat berubah?

Kenapa? Kenapa? Lalu kenapa, ya Allah?

Ribuan tanya menghujam pikiran Fifah. Sedih? Bukan main rasanya. Kini Fifah jauh dari kedua orang tua, hanya dengan Irfan satu-satunya teman hidup yang sudah berjanji sehidup semati akan setia. Tetapi kemunculan Nisa yang tiba-tiba sudah barang tentu kejutan. Tapi, kenapa dengan cara yang tidak terduga?

Allah, apakah ini salah satu skenario kehidupan hamba-Mu yang telah disiapkan ribuan tahun lalu?

Batin Fifah semakin berkecamuk. Kepalanya pening bukan main. Sekalipun hal itu menimpa Nisa, tidak ada yang tahu betapa menderita perasaan Fifah. Ia tidak ingin melanggar janjinya. Ya, janji akan sesurga dengan Nisa. Janji akan mencari sahabatnya jika kelak tidak bertemu di alam bernama syurga.

Nggak apa-apa, Nis. Aku siap direpotkan asal akhirnya Allah akan mempertemukan kita di alam kebahagiaan. Fifah bergumam.

Saat itu, Fifah tidak mau pulang. Ia bersikukuh menunggu Nisa sadar. Meski hanya mengawasi dari koridor, suaminya setia menemani hingga terlelap di sandaran dinding.

Fifah sedikit mengintip kaca kamar Nisa dirawat. Sahabatnya masih terlelap. Ia pun memutuskan membeli makanan, khawatir Nisa merasakan lapar. Tak mau membangunkan Irfan, Fifah menjauhkan dirinya pelan-pelan. Sebelum benar-benar pergi, ia melepas jaketnya dan menyelimuti tubuh Irfan, khawatir kedinginan.

Mencari makanan di mana? Tidak jauh-jauh, Fifah menuju kantin Rumah sakit. Sayangnya persediaan makanan hangat di sana mulai menipis, sehingga tidak begitu banyak pilihan. Fifah pun beranjak ke area luar rumah sakit. Banyak sekali penjual makanan, salah satunya bubur ayam.

"Satu porsi dibungkus ya, pak. Nggak pedes, kuahnya dipisah." Pesan Fifah pada penjual bubur ayam.

"Siap, neng." Dengan lihai, penjual bubur ayam mulai meracik pesanan pembelinya.

Sembari menunggu bubur ayam Fifah mengamati area sekitar, terutama pada pedagang kaki lima. Begitu banyak penjual di sana, ia bingung memilih yang mana.

"Neng?" Penjual bubur ayam menyadarkan Fifah yang pandangannya masih mengedar ke segala arah.

"Ooh jadi berapa pak?"

"Sepuluh ribu aja neng."

Tak lama, Fifah mengoprek isi dompetnya, memberikan lembaran uang pas. Ia kembali menjelajah area sekitar, tinggal mencari makanan untuk Irfan.

***

Sementara itu, di koridor rumah sakit. Hawa udara dingin mulai menerpa, mulai mengusik kenyenyakan tidur seorang pria.
Irfan mengerjapkan mata, celingukan. Istrinya sudah tidak ada. Kemana? Apakah ia di dalam ruangan Nisa dirawat?

Tanpa berpikir panjang, Irfan membuka pintu kamar Nisa dirawat. Tidak ada siapa-siapa selain Nisa yang terbaring di kasurnya. Masih penasaran, Irfan mengecek toilet kamar itu, barang kali Fifah ada di sana. Tapi, nihil. Ia memutuskan keluar. Belum genap tangannya memegang gagang pintu, sebuah suara membuat langkahnya terhenti.

Dengan Cinta-Nya Kucintai DirimuWhere stories live. Discover now