03. TUJUAN [Sekuel]

708 105 11
                                    

Coba tebak apa hal pertama yang dilakukan Anggi untuk mendekati Rigan?

Anggi sendiri bahkan tidak tahu harus berbuat apa karna ini pertama kali untuknya.

Dulunya Rigan yang mengejar-ngejar dirinya, tapi sekarang sudah berbanding terbalik. Dan Anggi bukan tipe orang yang lembut untuk urusan pdkt pada lawan jenis. Terlebih lagi ini adalah pengalaman pertama untuknya. Tidak seperti cewek lain, Anggi melakukannya dengan caranya sendiri.

Di samping itu, Rafa memandang ngeri ke arah Anggi kala cewek itu memegang pisau sambil menusuk-nusuk ujung mata pisau itu pada meja hingga menimbulkan suara irama ketukan. Sedang pandangannya menatap lurus pada objek yang sejak tadi menjadi pusat ekstensinya. Pandangannya seperti seorang predator mengincar mangsanya.

"Enaknya diapain, ya?" gumam Anggi tetap dengan posisinya. Rafa mengikuti pandangan Anggi. Tentu saja ia sudah tahu bahwa orang itu adalah Rigan.

"Lo jangan macem-macem deh, nggi," peringat Rafa. Anggi sontak menoleh cepat pada Rafa bersamaan dengan tertancapnya pisau tersebut pada meja karna gerakan cepat Anggi. Beberapa siswa didekat mereka menoleh terkejut karna hentakan yang tidak begitu keras, namun memekakkan.

Anggi tersenyum miring. "Kenapa?"

Rafa dengan wajah miris mencabut pisau tersebut. "Rigan itu kasar banget sama cewek. Gue udah nyari beberapa informasi tentang kedua geng itu sebelum resmi jadi murid baru di sini. Dia itu sadis banget." Rafa memasang wajah serius tanda ia bersungguh-sungguh.

"O." Anggi dengan entengnya menjawab dengan huruf 'O'.

Rafa mendengus dingin. "Padahal lo, kan baru pertama kali ketemu dia semenjak festival sirkuit waktu itu. Dengan secepat itu lo bilang suka sama dia? Ngelawak lo?"

Tangan Anggi yang sedang memainkan garpu terhenti. Rafa curiga padanya? Apa ia terlalu cepat mengatakan hal barusan?

"Cinta pada pandangan pertama." Balas Anggi ngasal.

Rafa mendecak kesal. Cowok itu lantas berdiri. "Oh, sekarang gue ngerti. Jadi lo pindah ke sini, tujuan sebenarnya adalah buat ngejar si Rigan itu?!" Padahal cowok itu berubah.

"Lo bilang mau ngembangin geng kita? Jadi itu cuma buat pancingan?"

"Raf, nggak-"

"Kalau pada akhirnya kayak gini, gue nggak tahu harus gimana, nggi. Sebagai wakil ketua geng, gue rela ngorbanin pendidikan gue buat ikut lo ke sekolah ini. Dan sekarang apa?"

Anggi tiba-tiba kehilangan kata-kata. Otaknya serasa buntu tidak menemukan jawaban atas pertanyaan yang diajukan Rafa.

Rafa berjalan menjauh dengan perasaan yang tidak dapat ia deskripsikan untuk situasi ini. Sama halnya dengan Anggi. Ia tidak menyangka bahwa Rafa akan lebih dari pada dugaannya.

"Ah, dan satu lagi." Cowok itu berbalik memutar tubuhnya dengan pandangan datar. "Gue nggak ngerti, sejak awal kita mendirikan geng ini tujuannya buat apa?"

****

"Tujuan gue mendirikan geng ini," Anggi berhenti berkata. Ia tidak mengetahui jawabannya. Sejak awal, dia berada di SMA Dharmasraya dirinya dijauhi teman-teman perempuan hampir satu sekolah. Tidak sedikit mereka terang-terangan membencinya saat pertama kali ia berbuat ulah hingga masuk ruang BK tiap bulan. Ok, itu memang salahnya.

Tentu saja mereka tidak ingin terlibat dengan Anggi, takut terkena dampak kenakalannya.

Anggi lebih banyak didekati laki-laki, sampai pada akhirnya ia bergabung dengan teman-teman Rafa. Mereka hanya teman biasa yang selalu berkumpul dan tak gencar berbuat ulah. Sampai pada akhirnya ia hampir saja di DO dari sekolah. Saat itulah mereka mulai jarang melakukan aksi-aksi kenakalan.

CHANGEOVERWhere stories live. Discover now