38. KERAGUAN (2)

1.1K 197 17
                                    

"Jadi pacar gue, Anggi. Jadi pacar gue sebagai Shera di depan Rigan dan Razael."

Kedua mata Anggi membola sempurna. Ia tidak salah dengar, bukan?

"Kenapa gue harus ngelakuin itu? Lo sengaja ngejebak gue karna tubuh yang ada di depan lo ini Shera, kan?" balas Anggi tidak terima. "Biar kenapa? Biar mereka tahu kalau ternyata Shera udah punya seseorang sejak dulu. Dan itu lo!"

Juan mengela nafas pendek. "Kalau lo nggak mau ngikutin saran gue aja? Nggak masalah, tapi asal lo tau, nggi." jeda sejenak. "Lo bisa pergi sekarang tanpa harus susah-susah ngelakuin itu, lo nggak akan kebingungan kayak gini."

"Tempat lo pulang, udah ada di depan mata. Apalagi yang lo tunggu?" lanjutnya. "Kalau lo mau rasain kehidupan sekolahnya Shera untuk yang terakhir kalinya, lo harus ngelakuin itu." ucap Juan lagi yang lantas mengela nafas kembali karna tidak mendapat respon. "Lagian di antara kita nggak ada perasaan apapun, kan?"

Ya, Anggi tahu itu dirinya dan Juan hanyalah dua orang yang tidak sengaja bertemu karna keadaan Shera. Juan juga tidak mau susah-susah terlibat dengan Anggi jika tidak berhungan dengan Shera. Lagipula apa gunanya ia berada di sini—di kehidupan yang bukan miliknya. Kehiduan yang seharusnya tidak Anggi jalani.

Ia tidak mengenal siapapun di sini. Dan mereka juga tidak mengenal Anggi. Apa yang dia harapkan?

Suara ponsel yang bergetar mengalihkan perhatian mereka berdua. Juan dan Anggi menoleh pada satu titik di mana satu benda berbentuk pipih itu berkedip-kedip beberapa kali. Tanda seseorang sedang menghubungi Shera. Itu ponsel miliknya. Tahu siapa yang menghubunginya? Tentu saja Rigan.

Sejak tadi memang Anggi sudah banyak menerima panggilan dari Rigan maupun Razael. Baik pesan maupun telpon. Semuanya ia abaikan. Dan semuanya atas suruhan Juan.

Juan mengambil ponsel itu tanpa pikir panjang ia mematikan sambungan sepihak. Anggi dibuat mengeryit. "Kenapa lo matiin?" tanya Anggi. "Kalau dia mikir yang nggak-nggak gimana?"

"Terus lo mau angkat?" tanyanya balik.

"Gue heran deh sama lo," Anggi berdecak sebentar. "Bukannya lo satu geng sama Manover? Tapi, kenapa kalau dipikir-pikir lo nggak ngedukung banget apa yang Rigan lakuin?"

"Itu karna orangnya lo!" Juan sedikit menyentak. Ia merasa sedikit terpancing saat Anggi hanya diam saja. "Jadi, lo dari dulu sampe sekarang masih nggak ngerti? Lo masih nggak sadar sama posisi lo sekarang?"

"Gu-gue," Anggi tiba-tiba saja tergagap.

"Apa harus gue perjelas?" Juan menatap Anggi tajam dengan raut wajah mengancam dan itu sukses membuat Anggi menciut. "Oke, gue akan perjelas kalau lo nggak merasa sama sekali. Keberadaan lo di sini itu nge-ganggu posisi gue sama Shera. Lo liat kondisi tubuh lo di rumah sakit kayak apa? Kalau lo nggak balik-balik di tubuh asli lo, akan jadi apa Shera? Gimana kalau spekulasi gue selama ini bener?"

Juan menatap Anggi dengan raut menilai. "Nyawa yang sekarat saat ini Shera, sedangkan lo enak-enakkan nikmatin kehidupan Shera tanpa ngerasa bersalah sama sekali. Enak banget lo!"

"Juan, kenapa lo ngomongnya kayak gitu?" ucap Anggi dengan nada rendah. Energi suaranya hilang. Ia juga merasakan kedua bola matanya memanas. Sial, jangan sampai Anggi meneteskan air mata di depan cowok ini. Karna jika hal itu terjadi, Juan adalah satu-satunya orang yang pernah melihatnya serapuh dan seputus asa ini.

"Karna emang bener, kan?" Juan menatap Anggi sinis. "Keradaan lo di sini bener-bener bikin gue merasa terganggu. Seharusnya kalau lo nggak ada di sini, gue bisa tuntasin semuanya. Gue ungkap identitas asli gue ke Shera, dan hubungan kita berdua bisa lo pastikan bakal kayak gimana, kan? Lo pasti bisa nebak, kan?" ucapnya. "Setelah itu, gue bakal nge-basmi Hana dengan cara gue sendiri. Jadi, lo nggak  berhak nyalahin gue karna nggak bantuin lo ngatasi Hana. Karna seharusnya lo nggak ada di sini."

"Kalau nyawa Shera yang ada di tubuh lo sekarat sekarang nggak ada gimana?Mungkin, kalau lo atau bahkan mereka semuanya nggak akan peduli soal itu. Tapi, gue? Gue yang ngerasa kehilangan." lanjutnya.

"Kalau gue dikasih pilihan," Anggi mulai bersuara. "Gue juga nggak mau ada tubuh ini, Juan! Semua ini terjadi bukan karna pilihan gue!"

"Gue tunggu jawaban lo," balas Juan datar, lantas cowok itu berbalik dan berjalan pergi dari mension Shera. Mengendarai motor Ninja bercorak merah itu. Anggi mengamati tepat terakhir kali cowok itu pergi walaupun sudah beberapa menit telah berlalu.

Ia melihat ponsel milik Shera yang kembali Juan letakkan di meja.

Mungkin Anggi tidak ada pilihan lain.

****

Navic memerhatikan bagaimana perubahan sikap Rigan sejak selesai acara pemakaman ibu tirinya. Tepatnya satu jam yang lalu. Para anggota geng Manover sedang berada di Markas utama mereka. Ia memehartikan yang lain dan baru menyadari bahwa tidak ada Juan di sini.

"Juan mana?" pertanyaan Navic mengalihkan perhatian mereka dari ponsel sedangkan lamunan Rigan buyar seketika.

Alister mengedikan bahunya. "Nggak lah. Tuh anak kayak cenayang, ilang gitu aja nggak ada kabar." balasnya.

Navic tidak peduli apa yang Alister katakan. Apa yang ada dipikirannya sekarang adalah mengenai kejadian di taman rumah Rigan tadi. Walaupun hanya sekilas, tapi ia yakin ketuanya itu baru saja mengatakan hal yang terdengar tidak mengenakkan di telinganya. Rigan menyatakan perasaanya pada Shera. Fix, pasti dia salah dengar.

Hal yang tidak terduga juga terjadi hari ini. Fakta bahwa Rigan adalah anak sah dari Mahardhika terungkap. Yang sering beredar di media selalu Razael yang di anggap anak dari pengusaha terkaya di kota ini. Dan Rigan hanyalah anak yang tidak sengaja di asuh oleh keluarga itu.

Dan berita itu sukses membuat satu sekolah yang memang milik ayah Rigan menjadi gempar. Untuk itulah mereka memilih pergi ke Markas dari pada harus berada di sekolah mendengar setiap orang berjalan lalu-lalang sambil bergosip. Seperti tidak ada hal lain yang bisa mereka lakukan.

Karna hal itu juga reputasi Rigan semakin meningkat. Para kaum hawa seperti siap mengantri hanya sekedar bisa melihat sosok Rigan.

Rigan sejak tadi terus terfokus pada ponselnya. Berharap mendapat balasan dari seseorang. Navic tersenyum miring penuh arti. "Semoga dugaan gue salah." ucap cowok itu pelan. "Tadi waktu di taman gue nggak sengaja denger lo bilang suka sama Shera. Itu pasti hanyalan gue doang kan, gan?"

Tamon hampir saja menyemburkan minuman cola dari mulutnya. Alister dan Nyx dibuat melotot akibat pernyataan mengejutkan Navic. Rigan menembak Shera? Rigan? Seorang Rigan yang tidak pernah meraskan jatuh cinta? Dan dia jatuh cinta pada Shera? Shera yang notabenenya adalah musuh bubuyutannya sekaligus orang yang paling Rigan benci. Dan sekarang? Takdir tuhan memang sangat mengejutkan. Yang terpenting adalah akhirnya nanti apakah berakhir baik atau justru menjadi awal dari perpisahan?

****

Mohon maaf jika tulisanku tidak sesuai keinginan kalian, karna aku tidak bisa memuaskan semua orang. Telebih karna tugas yang menumpuk dan waktu deadline sangat cepat aku nulisnya jadi ngebut. Ditambah lagi mikirin projek cerita selanjutnya untuk Rivanno. Jadi, kalian bisa ngertiin aku kenapa update lama dengan part yang pas-passan? Untuk itu mohon pengertiannya, ya?

Kalau untuk lupa alur, sepertinya nggak ya? Karna aku dari awal sampe udah tahu bakal sampe kemana cerita ini. Terimakasih buat yang mengingatkan.

CHANGEOVERWhere stories live. Discover now