53

185 35 8
                                    

Malam bergulir, Mikey masih terdiam dengan tubuh yang babak belur karena ulah Takemichi. Ia menghela napasnya pelan, seharusnya ia sudah sejak tadi berada di rumah, tapi ia lebih memilih untuk menghabiskan waktu di sini lebih lama.

Benar kata Draken, jika dirinya terlalu lemah bila berhadapan dengan Takemichi. Ia terlalu pasrah untuk sekadar membalas pukulan Takemichi, uh, jika saja itu orang lain sudah ia pastikan akan menghajarnya hingga tidak benapas kembali.

Ngomong-ngomong, di mana anak buahnya yang harus menjemput dirinya dari sepuluh menit yang lalu?

Ck, jangan bilang mereka sudah melupakan dirinya. Tidak lucu—

"Sano Manjiro, angkat tanganmu."

Mikey langsung berbalik menengok, ia memincingkan mata tajam saat mendapati seseorang yang tidak asing bagi dirinya. Ia merasa jika mereka pernah bertemu, tapi di mana?

"Apa kau bertanya-tanya tentang bagaimana aku bisa sampai di sini?" Naoto Tachibana berjalan mendekat, revolver hitam kesayangan sudah siap dalam jarak menembak target. Hanya butuh satu tekanan pada pelatuk, maka timah panas akan bersarang pada dada Manjiro.

"Tidak," dustanya. Mikey memilih untuk tetap terdiam di tempatnya, ia hanya butuh sedikit waktu lagi hingga anak buahnya yang entah ada di mana datang dan menjemputnya.

"Baiklah," Naoto menyugar rambut hitamnya ke belakang. Senyum mengejek ia berikan pada ketua dari Bonten tersebut, "Bagaimana rasanya dikhianati oleh kekasih—maksudku mantan kekasihmu?"

Mikey melebarkan bola matanya, ia menatap tidak percaya pada kalimat yang baru saja ia dengar. Maksudnya itu Takemichi?

"Benar, Takemichi Hanagaki. Ia menelepon kepolisian setelah ia bisa berpikir jernih. Sayang sekali, aku padahal berharap untuk menangkap kalian semua."

Naoto menarik napas dalam dan menghembuskannya pelan, "Dan untuk anak buahmu, bisa aku pastikan mereka sedang direpotkan dengan bawahanku yang lain."

"Begitu," Mikey menjawab tanpa ada minat. Ia berjalan mundur hingga punggungnya bertemu dengan kawat pembatas, "Apa yang dia katakan?"

"Not too much," Naoto menggumam pelan. "Dia ingin agar kau dihukum karena telah mengganggu teman-temannya, mata dibalas mata. Begitu katanya," ujarnya menjelaskan.

"Dan kau percaya ucapan pria bodoh itu?"

Suara tembakan terdengar bersamaan dengan ucapan Mikey, memang tidak mengenainya tapi cukup membuat pipinya tergores luka.

"Heh," Mikey mengusap darah yang keluar dari pipinya. Ia menatap datar pada cairan merah yang menghiasi tangannya, "Sayang sekali, tapi aku tidak pernah menyentuh mereka."

"Mereka masihlah temanku, sekalipun mereka selalu mengutuk diri ini setiap saat. Aku berhutang pada Draken dan yang lain, jadi—"

"—begitu?" Naoto menurunkan pistolnya. Untuk sesaat keadaan cukup hening hingga suara gaduh dari bawah bisa terdengar, "Lalu siapa menurutmu yang melakukannya?"

"Kau tahu kan, kau itu penjahat dan bisa saja kau berbohong. Bersyukurlah Takemichi bisa menahan keinginanku untuk meringkus kalian, tapi sekarang adalah kesempatan ku. Takemichi telah menyerah akan dirimu, terima kasih karena telah melukainya. Ia bahkan bukan Takemichi yang dulu kau kenal," Naoto tersenyum kecil sembari menyimpan revolver hitamnya.

Angin malam terasa makin kencang dan Mikey semakin tidak betah berada bersama berdua dengan polisi muda tersebut. Kakucho sialan, kemana saja dia, sih?

"Pergilah, untuk kali ini saja aku berbaik hati padamu."

Alis Mikey berkerut heran, "Apa maksudmu?"

"Tiga menit lagi helikopter akan sampai, mereka akan mengepung area ini dan menembak jatuh dirimu serta anak buahmu yang lain—itu jika mereka masih hidup—so, pergilah sebelum aku berubah pikiran. Anggap saja aku turut bahagia akan kesedihanmu," Naoto berbalik dan memunggungi Mikey.

Mikey tidak banyak bicara, genggaman pada revolvernya ia lepaskan. Meskipun ragu, Mikey tetap mengikuti perkataan dari Naoto. Sekalipun ia masih bertanya akan maksud dari polisi tersebut, dirinya terlalu enggan menanyakan alasan tentang dirinya yang dibebaskan begitu saja.

"Lewat lah belakang, pria berambut hitam dengan luka di wajahnya pasti telah menunggumu di sana."

Mikey menghentikan langkahnya seketika, "Baiklah, tapi sangat di sayangkan jika kau tidak menangkapku hari ini."

"Tikus hina sepertimu tidak berhak protes, cepatlah pergi karena sebentar lagi mereka sampai."

Sekalipun Mikey ingin menembak pria tersebut, dirinya mencoba untuk bertahan sekuat yang ia bisa. Walau samar, ia bisa mendengar suara helikopter yang perlahan mendekat. Segera saja ia berlari cepat meninggalkan tempat tersebut sesuai arahan Naoto, yah, anggap saja ia beruntung hari ini.

Di sisi Naoto sendiri, ia terlihat tengah sibuk dengan ponselnya. Hanya butuh beberapa dering berbunyi dan sambungan telepon di sebrang sana diangkat, "Michi, sesuai permintaanmu. Dan sekarang, kau harus menepati janjimu."

"Ya, tentu."

◆◇◆◇◆◇◆◇

Halo, teman-teman sekalian!

Sorry, tapi sumpah deh, tangan ini gatel mau up cerita yang ini😭 tapi selebihnya enggak ada sih, lagi nabung cerita biar nanti bisa up sekaligus banyak. Dan lagi, ada satu cerita baru yang aku buat. Mohon ditunggu sampai tanggalnya untuk publish datang🥰

Semangat untuk puasa sampai akhir, pai-pai!

Kecup basah dari polisi Naoto(✿❛◡❛)

Wabi-Sabi [MAITAKE]Where stories live. Discover now