49

193 35 0
                                    

Siang menjelang, matahari bersinar dengan gagahnya. Panasnya terik tidak menghalangi niat Chifuyu untuk berkebun, kebetulan sekali taman kecil yang ada di belakang rumah nenek Takemichi butuh perawatan, makanya sekalian saja ia menanam tanaman yang baru.

Berbekal beberapa bibit bunga dan sayuran, Chifuyu melakukan pekerjaannya dengan senang hati. Ia bersiul mengikuti alunan musik yang ia pasang pada kupingnya, kepalanya mengangguk kecil sembari tangannya tak berhenti menggali beberapa tanah untuk ditanami nanti.

"Panasss," Chifuyu menghentikan gerakannya sesaat. Ia meregangkan otot lehernya yang terasa pegal, topi jerami yang ia gunakan sekarang juga tidak banyak membantu.

Terlalu sibuk dengan pekerjaannya, Chifuyu tidak sadar jika ada seseorang berdiri tepat di belakangnya. Takemichi yang melihat temannya tidak berbalik setelah dipanggil beberapa kali hanya menghela napasnya pelan, kebiasaan buruk Chifuyu yang tidak pernah berubah—menyetel musik dengan volume paling keras—semoga saja tidak berakibat buruk dengan pendengarnya nanti.

"Hoi, Cipuy!"

Satu sentakan keras dan pukulan pada pundak Chifuyu rupanya berhasil buat ia berbalik, Chifuyu hampir saja memukul siapapun yang berani mengagetkan dirinya namun urung karena Takemichi yang melakukannya.

"Sudah pulang, huh? Aku kira masih ingin sendiri," Chifuyu memberi sekop kecil yang sedari tadi ia pegang pada Takemichi. Tanpa banyak kata dan hanya mengedikkan kepala, Takemichi ikut untuk berkebun.

"Sudah lebih baik?"

"Sedikit, tapi masih ada yang nyisa. Mau dikeluarin tapi susah banget," Takemichi mengambil bibit timun untuk ia tanam. "Aku dari tempat Terano," ujar Takemichi kalem.

Chifuyu menggangguk pelan, "Apa yang kalian bicarakan kalau boleh tahu?"

"Tentang bagaimana membalas perbuatan si tikus putih," Takemichi menancapkan sekopnya ke dalam tanah. Ia hentikan kegiatannya dari acara menanam untuk sesaat, "Ingat tentang alasan aku diculik dulu? Sepertinya aku memang keturunan Oracle yang terakhir, bagaimana menurutmu?"

Chifuyu ikut menghentikan kegiatannya, ia balik menatap Takemichi dengan pandangan menuntut. "Sepertinya? Berarti belum tentu, masih ada kemungkinan jika itu semua hanya omong kosong belaka."

"Benar," Takemichi menyetujui kalimat Chifuyu. "Perbandingannya cukup besar, tapi kemungkinan memang benar. 𝘉𝘶𝘵 𝘵𝘩𝘢𝘵'𝘴 𝘯𝘰𝘵 𝘦𝘯𝘰𝘶𝘨𝘩, aku..." Takemichi seolah bingung dengan kalimat yang akan ia ucapkan. Ia sendiri juga tidak yakin untuk mengatakan hal ini pada Chifuyu dan juga yang lainnya.

"Ada apa?"

"Aku mendapatkan pengelihatan, hanya sekilas tapi itu cukup jelas. Mau tahu apa yang aku lihat?"

Chifuyu mengangguk semangat, "Tentu, selama kamu tidak masalah untuk menceritakannya."

"𝘐'𝘮..." Takemichi menarik napas dalam-dalam, "𝘐'𝘮 𝘥𝘦𝘢𝘥."

                               »»——⍟——««

"Maaf, ini salahku."

Inupi mendengus pelan, ia hampiri Takemichi yang terduduk lesu di depan kamar Takemichi yang kini menjadi sarang persembunyian Chifuyu. Direngkuh nya tubuh itu dan ia biarkan Takemichi menumpahkan segala keluh kesahnya, "Jangan berkata seperti itu."

Takemichi menggeleng pelan, tangannya meremat baju Inupi dengan kencang. Perasaan bersalah kembali mengalir dalam dirinya, dari awal memang seharusnya ia tidak menceritakan hal bodoh seperti tadi. Sekarang, ia malah dijauhi oleh sahabatnya sendiri.

"Semenjak hari di mana kamu pulang dengan keadaan yang tidak baik, Chifuyu menjadi lebih sensitif. Ditambah dengan kepergianmu yang mendadak selama dua hari, ia seperti hilang arah. Anak-anak yang lain juga merasa sama, mereka bahkan mengutuk Mikey karena telah berbuat jahat padamu."

Inupi menghela napas pelan, tangannya sibuk mengusap rambut Takemichi. Satunya lagi ia gunakan untuk menggenggam tubuh kecil tersebut, ia bisa rasakan perasaan yang berkecamuk jadi satu dari dalam tubuh Takemichi dan entah kenapa hal itu membuatnya takut.

"Kita biarkan dulu Chifuyu di dalam, anak-anak yang lain ada di bawah dan mereka sedang menunggumu untuk berbagi cerita. Itu juga kalau kamu siap," Inupi mendorong tubuh kecil itu dengan pelan, senyum tulus ia berikan padanya. Kedua tangannya menangkup pipi Takemichi yang terlihat lebih tirus dari sebelumnya, diusapnya pelan wajah tersebut dan ia berikan ciuman sayang di kening Takemichi.

"Kuatkan hatimu, semua ini belum berakhir."

Takemichi menarik napas dalam-dalam, ia mengangguk menyetujui ucapan Inupi. Benar, ini belum berakhir. Dan jika ia ingin mengakhirinya, maka harus sesuai dengan keinginannya.

Ya, Takemichi telah memantapkan hati serta tekadnya untuk membuat akhir yang jauh lebih baik dari ini.
.
.
.
.
.

𝐁𝐢𝐧𝐭𝐚𝐧𝐠 𝐬𝐚𝐭𝐮 𝐮𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐡𝐢𝐝𝐮𝐩 𝐢𝐧𝐢...

𝐒𝐭𝐚𝐲 𝐬𝐚𝐟𝐞 𝐚𝐧𝐝 𝐬𝐭𝐚𝐲 𝐡𝐲𝐝𝐫𝐚𝐭𝐞𝐝 𝐞𝐧𝐨𝐮𝐠𝐡!

𝐉𝐢𝐤𝐚 𝐚𝐝𝐚 𝐭𝐲𝐩𝐨 𝐝𝐚𝐧 𝐬𝐞𝐦𝐚𝐜𝐚𝐦𝐧𝐲𝐚, 𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐝𝐢𝐩𝐞𝐫𝐛𝐚𝐢𝐤𝐢 𝐧𝐚𝐧𝐭𝐢. 𝐎𝐤𝐞, 𝐧𝐚𝐧𝐭𝐢..

𝐊𝐫𝐢𝐭𝐢𝐤 𝐝𝐚𝐧 𝐬𝐚𝐫𝐚𝐧 𝐝𝐢𝐩𝐞𝐫𝐬𝐢𝐥𝐚𝐡𝐤𝐚𝐧...

Wabi-Sabi [MAITAKE]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt