57. Rencana Erwin

23 7 0
                                    

Fay sibuk berdandan, gadis itu sudah mengatur janji untuk bertemu dengan Ayu. Katanya Ayu ingin berbagi kebahagiaan padanya.

Fay menghadap cermin, memoles bedak tipis-tipis dan menggunakan lipstik.

Gadis itu bangkit setelah merasa dandanannya cukup. Sekali lagi ia bercermin, mengusap hijabnya dan tersenyum manis. Nyatanya, tidak perlu dandan pun Fay sudah sangat cantik.

°•°

“Kenapa sih, Mbak?”

Fay heran melihat Ayu menatapnya masih dengan senyum. Mereka bertemu di kafe. Masih menunggu minum.

“Nanti, Fay. Kalau minumnya sudah datang, Mbak cerita.”

Selang beberapa menit, pesanan keduanya diantar oleh pramusaji.

“Jadi?”

Ayu menggenggam tangan Fay. “Alhamdulillah.”

Fay mengernyit heran. “Ya?”

Terlihat Ayu mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Membawanya ke hadapan Fay.

“Ayo, buka!”

Fay membuka amplop yang diberikan Ayu. Dari depan, gadis itu menyangka bahwa isinya merupakan sebuah surat dari rumah sakit.

Hati Fay terenyuh, ia melihat potret USG di dalam sana. Samar-samar janin dapat ia lihat.

Ayu mengangguk. “Mbak hamil, seneng banget, Fay. Akhirnya Mbak mau jadi ibu.”

Fay tersenyum getir, pernikahannya dan Ayu hanya berjarak beberapa bulan. Andaikan Adrian dan dirinya tidak sedang diuji, mungkin saja mereka sudah merencanakan semuanya.

“Fay, kamu enggak seneng?” Ayu cemberut. Merasa tersinggung karena niatnya berbagi kebahagiaan tidak disambut.

Fay gelagapan. “Ah, maaf. Bukan begitu maksudku, Mbak. Aku hanya iri saja. Mbak sudah hampir dapat momongan. Sedangkan aku? Sampai sekarang bahkan Mas Rian tidak memberi kabar.”

“Apa kamu tidak ingin mengambil keputusan? Misalnya, kamu menggugat cerai?” Ayu berkata lirih, takut Fay tersinggung.

“Mbak, aku hanya ingin menikah sekali saja seumur hidup. Meski di luaran sana perceraian dianggap hal wajar, meski perceraian halal. Tapi Allah membencinya, ‘kan?”

“Lalu? Kamu mau menunggu sampai kapan? Mbak juga menyayangkan kamu yang baik ini harus menikah dengan Adrian yang kekanakan itu.”

Ayu melepaskan napas gusar.

“Mbak, coba lihat kebaikan Mas Rian. Aku bisa begini juga berkatnya.”

“Kamu memang sudah berubah, Fay. Apa pun keputusanmu, Mbak selalu dukung. Semoga kamu bahagia selalu dengan pilihanmu, ya.”

Fay mengangguk. “Pasti. Terima kasih, Mbak.”

°•°

“Pak, kita langsung masuk?” tanya Fanya.

“Jangan. Kita tunggu di luar sebentar, kemungkinan Angeline belum selesai mengajar.”

Erwin menarik tangan Fanya. Keduanya duduk di undakan tangga.

Fanya kembali mengeluarkan KTP, dia menatapnya lama. “Aku benar-benar penasaran, siapa orang ini? Mengapa bisa dompetnya ada di taman tempat kejadian?”

Erwin menarik bahu Fanya sehingga gadis itu menyandar di dadanya.

“Pak?!” protesnya.

Erwin tergelak. “Sudah berapa kali saya ingatkan kamu agar tidak memanggil saya bapak?”

Jodoh untuk Faynara (TAMAT-BELUM REVISI)Where stories live. Discover now