27. Alasan

44 7 0
                                    

Fay pulang bersama Adrian, setelah menemani Diana fitting baju, Diana memilih makan siang di luar bersama Fandy. Maka dari itu, ia menitipkan Fay pada adiknya yang sudah free dari pekerjaan yang menyita waktu dan tenaga.

“Kamu tidak mau makan di luar juga?”

“Nggak usah,” jawab Fay. Datar.

Suasana kembali hening, Adrian sangat bingung membuka pembicaraan dengan Fay yang entah apa sebabnya mendiamkannya.

“Aku turun dulu, Mas!” pamitnya, Fay terlihat berbeda sekali sekarang. Ia bahkan mengubah bahasa gaulnya dengan bahasa yang lebih sopan. Gadis itu juga terlihat nyaman-nyaman saja dengan gamis dan hijabnya yang lebar.

Fay duduk di sofa yang ada dalam kamar, gadis itu merenung. Masih memikirkan perkataan Angeline waktu itu. Ya, waktu itu. Saat mereka bertemu di mall. Setelah Angeline pergi, Adrian mengajak pulang, Fay beralasan hendak kembali ke kamar mandi dan menyuruh Adrian menunggu di parkiran. Lelaki itu manut tanpa banyak bicara, Fay menyusul Angeline yang ia yakini belum jauh dari tempatnya.

“Angeline!” sapanya kala melihat Angeline sedang berada di toko make up.

“Kamu?” Angeline bertanya, merasa tidak asing melihat wajah Fay yang tidak lagi tertutup cadar seperti tadi.

Fay mengulurkan tangan, disambut oleh Angeline.

“Fay, waktu itu kita pernah bertemu di taman.”

Tampaknya, Angeline masih berpikir, hingga beberapa saat ia terperangah dan meneliti penampilan Fay.

“Oh iya, aku ingat! Kamu kenal Adrian juga?” tanyanya.

“Iya, kenal.”

“Udah berapa lama?”

“Sekitar sebulan lebih.”

“Oh ya, ada perlu apa memanggilku?”

Angeline mengajak Fay duduk di tempat yang lebih nyaman, namun karena waktu yang Fay miliki tidaklah banyak, gadis itu menggeleng tidak setuju. Akhirnya, mereka duduk di kursi plastik yang terdapat di toko make up tersebut.

“Kamu kelihatan dekat dengan Adrian, ya.” Basa-basi, Angeline tidak suka itu. Tapi kali ini, ia akan memanfaatkan situasi. Siapa pun bisa berubah menjadi apa pun.

“Ya, kami memang dekat. Tapi tidak lebih dekat dari kalian, kok.”

Dalam hati, Angeline tersenyum miring. Dari mana bisa, gadis di depannya menyimpulkan bahwa Adrian lebih dekat dengannya? Sedangkan bisa ia lihat tadi, perhatian dan segala yang Adrian lakukan tulus dari hati.

“Sebenarnya, di sini aku mau meluruskan, Mbak—“

“Panggil Angeline aja, jangan pakai, Mbak. Aku tidak setua itu, loh.” Angeline memotong ucapan Fay, dan Fay tidak menyukai itu. Mantan tomboi itu berusaha menahan emosi yang kapan saja bisa meledak.

“Oke, jadi sebenarnya aku mau meluruskan, kalau aku bukan siapa-siapanya Mas Rian.”

“Oh, ternyata kamu punya panggilan khusus untuk Adrian.”

“Tidak hanya kamu yang meluruskan, tapi di sini aku juga mau mengingatkan. Jangan dekat-dekat Adrian! Kamu tahu, aku cinta dia. Kamu lihat bukan? Waktu di taman aku menangis karena ditolak Adrian. Jangan harap kamu mau menjadi sainganku, aku lebih unggul apa pun bentuknya dari kamu.”

Fay masih santai, gadis itu hanya mendengarkan tanpa berniat membalas. Membiarkan gadis yang ia taksir empat tahun lebih tua darinya meluapkan emosi padanya yang ingin bicara baik-baik tanpa ledakan amarah.

Jodoh untuk Faynara (TAMAT-BELUM REVISI)Where stories live. Discover now