26. Translate

47 7 0
                                    

"Fay, awakmu tresna karo, Adrian?"

Kalimat itu tiba-tiba terngiang di benak Fay, gadis itu mendudukkan diri di bibir ranjang. Matanya berputar ke kanan dan ke kiri memikirkan kalimat bahasa Jawa itu. “Coba translate, deh!”

“Oke, Google, terjemahkan kata awakmu tresna karo Adrian.”

Fay menjauhkan ponsel dari bibirnya, meneliti beberapa jawaban dari google. Tidak pas! Ia menghapus pencarian. Menelusuri translate Jawa dan mengetikkan beberapa  kata. Ia bahkan menekan speaker  agar google yang membacakan artinya.

“Kamu cinta dengan Adrian?” Google berbicara, gadis itu tersentak. Ini makna perkataan Ardan waktu itu.

“Arghhh salah! Tresna itu cinta? Yang benar saja, bagaimana mungkin?!”

Gadis itu berguling di atas ranjang, merasa malu karena waktu itu mengangguk saja ketika ditanya.

“Kalem, Fay. Mas Rian bahkan tidak pernah membahas ucapan ini, ‘kan?”

Menghembuskan napas lega, gadis itu beranjak ke kamar mandi, mencuci muka, menggosok gigi, dan ... wudhu! Sejak kemarin, Adrian selalu mengingatkan sunnah-sunnah Nabi sebelum tidur. Fay keluar, ia berdiri di samping ranjang, mulai mengibas ranjangnya dengan tangan. Duduk di atasnya dan mulai melafalkan doa sebelum tidur, ayat kursi,  surat-surat pendek seperti Al-Ikhlas, Al-Falaq dan An-Nas tiga kali, membaca tasbih, tahmid, dan takbir 33× yang kemudian ia tutup menggunakan kalimat thayyibah. Ia ingat hadits yang Adrian bacakan kala itu.

Mengumpulkan dua telapak tangan. Lalu ditiup dan dibacakan surat Al-Ikhlas, Al-Falaq dan An-Naas. Kemudian dua telapak tangan tersebut mengusap tubuh yang dapat dijangkau, dimulai dari kepala, wajah dan tubuh bagian depan. Semisal itu diulang sampai tiga kali. (HR. Bukhari no. 5017 dan Muslim no. 2192).

Fay menyelimuti diri, bersiap tidur. Ia miring menghadap kanan.

°•°

“Sarapan, Fay,” sapa Diana, Fay mengangguk.

“Om!” panggil Fay pada Ardan, lelaki itu menoleh. Sedang memakai sepatu di ruang tamu hendak berangkat kerja. Sarapan usai dua puluh menit yang lalu.

“Duduk sini.” Ardan menepuk sofa di sebelahnya yang kosong. Lelaki itu kembali menunduk sebentar menuntaskan kegiatannya.

“Kenapa?”

“Em, gini. Aku mau tanya, Om ingat tidak waktu aku baru pertama ke sini. Om bilang, ‘Fay awakmu tresna karo Adrian' begitu kalau tidak salah. Om boleh nggak kasih tahu apa artinya?”

Ardan terkekeh menanggapi pertanyaan Fay. “Coba translate di Google.”

“Sudah, Om. Tapi aku kurang yakin sebenarnya.”

“Kurang yakin? Memang artinya apa?”

“Kamu cinta pada Adrian, begitu, Om.”

Tawa paruh baya itu pecah, berkali-kali ia melepas kaca mata dan membersihkan matanya yang mengeluarkan air mata.

“Memang itu, Fay. Dan kamu ngangguk waktu saya tanya, betul?”

“Em begini sebenarnya, Om. Waktu itu aku belum tahu artinya jadi ngangguk aja.”

“Apapun itu, saya tahu kalian saling cinta. Kamu dan Adrian, anak saya.”

Ardan pamit kerja, meninggalkan Fay yang masih duduk anteng di sofa. Belum habis pikir jika ternyata pertanyaan Ardan mempunyai makna seperti itu, apalagi mendengar pernyataan terakhir yang lelaki paruh baya itu ucapkan.

“Apa aku mencintainya?” monolog Fay.

“Cinta siapa, hayo?”

Fay tersentak, ia menoleh dan tersenyum, Diana duduk di sampingnya. Gadis yang sebentar lagi melepas masa lajangnya itu memutuskan tidak bekerja dan mengawasi butiknya dari rumah. Karena ingin fokus mempersiapkan segala hal yang berkaitan dengan pernikahannya.

“Kamu ngobrol apa sama Papa?”

“Bukan apa-apa kok, Mbak. Hanya tanya-tanya kalimat bahasa Jawa. Memangnya keluarga Mbak dari Jawa, ya?”

“Ya, Fay. Kami asli Surakarta, Solo. Kami besar di Jakarta sejak Papa membangun perusahaan di sini. Kira-kira waktu Mbak dan Adrian SMA.”

Fay mengangguk-angguk sebagai respon, bingung sebenarnya membuka percakapan dengan Diana.

“Aku perhatikan, kamu dan Adrian kok kayak dingin gitu? Tadi di meja makan tidak saling sapa. Lagi ada masalah?”

Fay tersenyum menutupi sesuatu yang belum seorang pun tahu kecuali dirinya, Tuhan, dan dia.

“Semenjak aku hijrah, kita memang jaga jarak sih, Mbak. Takut zina.”

“Wah, bagus banget, tuh, menurut kamu, Adrian gimana orangnya?”

“Gimana? Ya, em ... baik, perhatian, ya pokoknya baik lah.”

“Nggak tampan, ya?”

Eh? Siapa pun yang matanya normal tidak mungkin berkata tidak jika melihat Adrian. Lelaki itu tampan, sangat tampan. Dengan tubuh tegap proporsional, jidat yang tidak terlalu lebar, alis tebal, mata sipit, hidung bangir, dan bibir tipis yang terdapat kumis tipis di atasnya. Semua itu terbingkai di wajahnya yang mempunyai rahang tegas. Ditambah lesung di pipi kanannya membuatnya mempunyai nilai plus. Kulitnya sawo matang, tidak seperti Ardan yang putih bersih.

Apalagi, selain profesinya sebagai dokter, ia juga pandai agama. Ya, walaupun tidak banyak, intinya lelaki itu punya fondasi untuk memperkuat iman agar tidak terjerumus kemaksiatan yang disebabkan bujuk rayu setan.

“Tampan sih.” Lirih, sangat lirih. Bahkan Diana yang di sisinya tidak mendengar ucapan Fay.

“Kamu hari ini, sibuk?” Fay menggeleng, memang apa kesibukan seorang Faynara?

“Bisa temani aku fitting baju?”

“Kenapa harus aku? Nanti jadi nyamuk dong, Mbak.” Fay terkekeh, membayangkan dirinya berada di tengah-tengah Diana dan Fandy yang tengah fitting baju. Dalam benaknya, ia akan ditanya ini itu oleh Diana.

“Nanti aku ajak Adrian juga, kok. Please, mau, ya?”

°•°

Adrian berjalan mengancing lengan kemeja keluar dari rumah sakit, seperti perkataan Diana. Ia akan pergi ke tempat yang sudah Diana Shareloc.

“Loh, kamu juga di sini?” tanya Adrian, lelaki itu baru sampai. Melihat Fay yang tengah membuka ponselnya. Gadis itu duduk sendiri di ruang tunggu.

“Diminta Mbak Diana.”

Adrian mendudukkan diri di samping Fay, gadis itu memasukkan ponselnya ke dalam tas. Matanya menunduk menatap sepatunya yang bersisian dengan sepatu milik Adrian.

“Kamu kenapa jadi dingin, sih? Demi Allah, saya lebih suka kamu yang menyebalkan daripada yang dingin seperti sekarang ini.”

“Nggak usah bawa-bawa nama Tuhan, Mas. Aku kira kurang baik.”

“Fay, kamu kenapa? Saya bisa saja menyimpulkan kalau kamu sedang ingin dijadikan mahram.”

“Ish, apa, sih!”

Fay menatap nanar ke depan, gadis itu jadi membayangkan kejadian kemarin saat ia menemui Angeline di mal tanpa sepengetahuan Adrian.

“Fay!” Adrian mengibaskan tangan di depan wajah Fay, “jangan melamun!”

°•°

To be continued ....

Jodoh untuk Faynara (TAMAT-BELUM REVISI)Where stories live. Discover now