18. Sebuah Ungkapan

87 8 0
                                    

Satu hari berlalu. Pencarian Adrian sama sekali tidak membuahkan hasil. Lelaki itu bingung mencari ke mana selain dengan cara menelepon. Namun, panggilannya berkali-kali selalu direject. Adrian ingat, satu tempat yang belum ia kunjungi untuk mencari Fay ialah tempat Mbak Ayu. Hari ini, Fay ada jadwal pemotretan.

Adrian menggunakan kemeja dongker dengan kerah berwarna hitam, keluar dari kamar masih dengan mengancing lengan. Berpamitan pada Sarah, yang kebetulan sedang berada di ruang tengah. Menancap gas mobil dan berlalu meninggalkan pekarangan rumah.

Sepeninggalnya Adrian, Sarah hanya tersenyum. Wanita paruh baya itu hanya bisa menghela napas setiap kali Adrian maupun Diana yang ikut mencari Fay tak pernah memberikan kabar tentang gadis yang sudah ia sayangi seperti anaknya sendiri.

Adrian keluar dari mobil, berjalan tergesa memasuki butik Ayu, langkahnya sangat lebar dengan pandangan lurus ke depan, tempat yang pernah ia kunjungi bersama Fay. Ruang ganti dan pemotretan. Terlalu tergesa, Adrian menabrak seorang gadis dengan pakaian amat tertutup.

Desisan terdengar, agaknya gadis berhijab lebar dengan cadar yang menutupi wajahnya sedikit terjengkang ke belakang dan menabrak meja. Tubuh Adrian memang terlalu gagah untuknya yang bertubuh langsing.

Adrian mengamati gadis di depannya, gadis itu jelas sekali terlihat gugup.

‘Astaghfirullah, gadis bercadar kok dipandang. Ya dia gugup karena takut dosa.’

Adrian melenggang pergi, dia harus menemui Ayu sekarang dan menanyakan keberadaan Fay.

Gadis yang baru saja Adrian tabrak, mengeluarkan ponsel dengan gelisah.

“Halo, Mbak.”

"...."

“Tadi aku lihat, Adrian mau menuju ruang ganti. Kalau dia tanya aku. Mbak jawab saja aku nggak datang, untuk pemotretannya kita lakukan setelah dia pergi. Bisa, Mbak?”

“Oke, terima kasih.”

°•°

Adrian menemui Ayu, gadis muda dengan pakaian muslimahnya sedang berjalan ke arahnya dengan tersenyum.

“Mas Adrian, tidak dengan Mbak Fay?”

Adrian terperangah, tujuannya datang ke sini justru ingin menanyakan keberadaan Fay, tapi jika Ayu juga tidak mengetahui. Itu berarti Fay tidak ke sini.

“Iya, Mbak. Saya ke sini karena mau izin. Fay hari ini tidak bisa pemotretan, dia sakit.”

Ayu tertawa dalam hati. 'Aku tahu tujuanmu ke sini, Mas Adrian'. Begitu benaknya.

“Oh, iya boleh. Titip salam untuk Mbak Fay. Semoga lekas sembuh.”

Adrian mengangguk, melenggang pergi dari hadapan Ayu. Sedikit memijit dahi akibat pusing memikirkan, Fay.

Ayu mengetikkan beberapa kata dalam ponselnya dan mengirimnya pada seseorang.

Beberapa menit berlalu, gadis dengan cadar menemui Ayu. Mereka langsung melakukan pemotretan.

“Tadi bagaimana, Mbak?”

“Aduh, aku sampai tertawa dalam hati. Dia beralasan datang ke sini karena ingin mengizinkanmu sakit.”

°•°

Adrian menemui Angeline, setelah menentukan tempat dan waktu lewat telepon. Mereka bertemu di sebuah kafe. Sebenarnya Adrian ogah-ogahan saat kafe yang Angeline pilih merupakan tempat Fay dulu bekerja, kafe milik Erwin. Si brengsek yang hampir melecehkan Fay dan mematahkan hati Diana.

“Kamu mau ngomong, apa?” tanya Adrian, sejujurnya ia tidak mood diajak keluar. Lelaki itu masih memikirkan Fay. Ia rindu dengan gadis itu. Ada perasaan bersalah juga yang mendalam, membuatnya tak tenang.

Jodoh untuk Faynara (TAMAT-BELUM REVISI)Where stories live. Discover now