24. Alarm Salat

51 8 0
                                    

Tok! Tok! Tok!

Fay mengerjap, gadis itu melirik jam yang menunjukkan pukul setengah empat, ini terlalu pagi. Ia kembali memejamkan mata jika tidak mendengar suara Adrian yang mengingatkan hijrahnya dari luar.

“Ayo, Fay! Salat, saya hitung sampai lima.”

Fay menyibak selimut, gadis itu mencepol rambut asal. Berjalan membuka pintu untuk setor muka bantalnya pada si pengganggu tidur, Adrian.

“Bagus! Wudhu terus salat, saya akan kembali mengecek dan memastikan kamu tidak tidur lagi.”

Adrian melenggang pergi, tapi Fay, gadis itu masih mematung melihat Adrian memakai sarung hitam dan baju koko berwarna putih. Ah tampannya.

“Sadar, Fay. Apaan sih lo.”

Fay masuk ke dalam, tetapi setelah sampai kamar mandi. Ia hanya mencuci muka dan menggosok gigi. Fay nyengir, rupanya ia telah lupa dengan kewajiban-kewajiban sebagai umat muslim. Ia lupa gerakan dan langkah-langkah berwudhu. Mencoba sekali, ia tidak yakin. Akhirnya gadis itu keluar, duduk di pinggir ranjang membuka ponsel hendak mencari di internet.

Adrian yang kebetulan lewat di depan kamar, melihat itu menjadi salah paham. Lelaki yang masih menggunakan sarung itu masuk dan berdiri di hadapan Fay.

“Kamu sudah wudhu? Saya suruh salat Faynara, bukan main ponsel!”

Fay masih asyik mengamati layar pipih itu, Adrian menggeleng dan menarik benda yang sedang dipegang Fay.

“Anjir, ngagetin-“

“Ganti dengan astaghfirullahal’adzim!” potong Adrian.

Adrian memerhatikan layar, mengernyit dan memandang Fay penuh tanya. “Ini, maksudnya?”

Fay nyengir, gadis itu malu mengungkapkan. Ia diam, hingga Adrian akhirnya berpikir sendiri.

“Apa kamu tidak tahu?”

“Bukan nggak tahu, gue lupa.”

Adrian membimbing Fay berdiri. Menyuruh gadis itu masuk ke kamar mandi. “Kamu mandi dulu, gih. Waktu subuh masih satu jam lagi. Kamu harus terbiasa bangun dan mandi pagi sekalian. Itu salah satu kunci hidup sehat ala Rasulullah.”

Fay kembali keluar dari kamar mandi. “Dingin, gue nggak mau. Nanti aja, sekarang wudhu dulu, ayo ajari!”

Adrian menggeleng, tetap memaksa hingga akhirnya Fay mandi. Menunggu tidak sampai lima belas menit, Adrian yang berada di luar kamar menengok ketika tangannya disentuh.

“Rambut kamu tidak basah, loh.” Fay melotot, Adrian terkikik, lelaki itu tentu tahu Fay yang kedinginan tidak mau membasahi rambutnya.

Adrian berada di ambang pintu kamar mandi, membimbing Fay wudhu. Hingga akhirnya, Fay selesai. Pukul empat kurang sepuluh menit. Fay melihat mukena sudah tersedia di lantai kamar.

“Pakai ini, saya perlu wudhu karena sudah kamu sentuh, tadi.”

Adrian keluar, lelaki itu pergi meninggalkan Fay yang kebingungan, hingga akhirnya kembali membawa ... Buku?

“Saya punya buku panduan salat, jam segini kita masih bisa melakukan salat tahajud. Pelajari sepuluh menit dan praktikkan!”

“Kenapa nggak lo aja, kan lebih mudah gue tiru.”

“Kita belum mahram, tidak sah jika salat berjamaah dan saya menjadi imam kamu. Kecuali ....”

“Kecuali apa?” tanya Fay.

“Kecuali kamu sudah menjadi mahram saya.”

“Mahram itu apa?”

Adrian berdehem. “Mahram itu, orang yang haram dinikah. Jadi ayah kamu, kakak, adik, bisa disebut mahram. Kalian bebas bersentuhan, mereka bisa melihat aurat kamu. Sedangkan saya belum bisa kamu sebut mahram, kecuali saya sudah menikahi kamu.”

Jodoh untuk Faynara (TAMAT-BELUM REVISI)Where stories live. Discover now