51. Kecewa

26 8 0
                                    

“Semua tidak akan terjadi jika kamu tidak berulah. Beruntung saya belum menyentuh kamu!”

Fay sesenggukan, baru kemarin ia dinikahi. Dan sekarang, kepercayaan dalam rumah tangga itu sudah hancur. Apakah ke depannya keluarganya akan bertahan? Jika fondasinya saja sudah retak. Sekarang!

Adrian melenggang pergi dari hadapan Fay, lelaki itu masuk ke dalam ruang Mbah Ningsih berada.

Setelah itu, Adrian mengabari keluarganya. Mereka tentu syok, sama seperti dirinya.

“Mas,” panggil Fay. Gadis itu ketakutan sekarang. Wajahnya lesu karena sisa air mata, hijabnya juga sudah kusut.

“Hah, saya bingung harus bersikap bagaimana pada kamu. Saya kecewa asal kamu tahu. Saya muak, saya tidak menyangka semua ini terjadi!”

“Apa kamu benar-benar percaya dengan bukti itu?” tanya Fay, pelan. Masih menginginkan bahwa suaminya lebih percaya padanya ketimbang bukti tidak benar itu.

“Apa ada alasan untuk saya tidak percaya?” Balik bertanya. Fay mendesah gusar.

“Bukankah Tuhan menciptakan telinga agar manusia tidak menilai seseorang dari mata? Kamu bisa memberi kesempatan aku bicara dan kamu mendengar. Tidak semua yang kamu lihat benar, bukan?”

Fay berkata lirih. “Jangan cepat benci, jangan cepat marah. Karena terkadang telinga salah mendengar, mata salah melihat, mulut salah berucap, dan hati salah menduga.”

Adrian mematung. Hatinya tetap bersikeras menyangkal jika Fay tidak melakukan.

“Adrian!” Teriakan itu membuat Fay dan Adrian lepas kontak. Mereka menoleh mendapati Ridho, Sarah, Diana dan suaminya berjalan dengan tergesa.

“Mama tidak mimpi? Apa ini semua benar?” Sarah merasa kehilangan mertuanya. Ibu dari sang suami merupakan mertua yang baik.

“Benar, Ma.”

“Bagaimana bisa? Tadi pagi masih baik-baik saja.”

Fay menyahut, “Sudah menjadi kehendak Yang Kuasa, Ma.”

Lirikan sinis dilayangkan Adrian. “Semua tidak akan terjadi jika seseorang tidak menghendaki.”

“Maksudmu?” Diana melangkah mendekat. “Ceritakan kronologinya.”

“Mbak telepon keluarga yang lain dulu. Papa dan Om belum tahu, ‘kan?”

Diana menurut, kembali melangkah mundur dan menghubungi Ardan beserta keluarga yang lain.

Beberapa menit setelah itu, semuanya hadir. Ada yang duduk di kursi, ada yang berdiri. Karena memang kursi tidak mampu menampung keluarga yang anggotanya banyak itu.

“Saya akan menunjukkan sesuatu.”

Fay menggeleng, ia menahan tangan Adrian yang memegang ponsel. “Mas ....”

“Kenapa? Kamu takut?”

“Mas, tolong. Itu belum tentu benar. Kamu bisa cari buk-“

“DIAM, FAY. BIARKAN SAYA BICARA!”

Fay bungkam dengan air mata yang terus mendesak keluar.

Keributan itu memancing argumen dari masing-masing anggota keluarga. Apalagi sikap Adrian yang kasar terhadap Fay.

“Kenapa kamu memarahi Fay?” Sarah buka suara.

“Laki-laki tidak ada derajatnya berteriak pada istri di hadapan keluarga.” Ardan menyahut.

“Semuanya akan melakukan hal yang sama ketika tahu yang sebenarnya,” sanggah Adrian.

Entahlah keluarga ini, lebih mementingkan masalah yang berakhir memfitnah dari pada mengutamakan jenazah Mbah Ningsih.

Jodoh untuk Faynara (TAMAT-BELUM REVISI)Where stories live. Discover now