XXXVI

93 6 0
                                    

Tok tok tok

Gue bingung sendiri siapa yang datang bertamu di saat suasana masih malam ini? Tidak. Bukan masih malam, tapi akan lebih tepat jika dikatakan baru memasuki waktu malam. Ah, ternyata yang datang adalah sang pemilik tempat.

"Kevin? Ada apa? Kok malam-malam gini?"

Melihat dia yang jalan sempoyongan dan tidak menjawab perkataan yang sudah gue ucapkan, membuat gue yakin kalau dia sekarang sedang berada dalam pengaruh alkohol. Gue membantu dia untuk masuk dan menyuruhnya duduk di kursi.

Bentar. Kalau yang tidak paham kenapa semula gue mengatakan kalau Kevin adalah sang pemilik tempat, karena gue sekarang tengah tinggal di Apartemen milik Kevin. Setelah gue bisa bebas dari Lio, gue tidak memilih untuk pulang.

Gue tidak mau kalau gue malah menambah luka yang ada. Luka di fisik ini sungguh menyakitkan, apalagi kalau harus ditambah oleh luka di hati. Kevin merawat gue sampai sekarang gue sudah mulai sembuh, hanya tersisa bekas lukanya saja.

"Minum dulu." Gue memberikan segelas air dingin yang bertujuaan untuk mencoba menghilangkan sedikit efek alkohol di dalam dirinya.

"Gue mau tidur," ucap dia dengan nada bicara yang begitu lemas dan suara yang begitu serak.

Dia benar-benar sedang mabuk.

Gue membantu dia ke kamar sampai akhirnya gue tercengang sebab di sini malah dia yang menjatuhkan diri gue lebih awal ke kasur.

Bukankah yang ingin tidurnya juga dia? Kenapa malah gue yang dia baringkan di kasur?

Merasa situasinya tidak benar. Gue langsung mencoba untuk bangkit, tapi siapa sangka dia malah menahan tangan gue di kasur yang membuat gue tidak bisa untuk bangkit dari posisi ini.

Ekspresi yang dia pasang sudah jauh dari kata ekspresi orang sadar. Gue memperhatikan wajahnya dan menelusuri setiap bagian indah di sana. Ekspresi dia berubah menjadi terlihat mengandung sebuah rasa sensual.

Tidak! Ini tidak benar.

Sebisa mungkin gue langsung bangkit dan membuat dia tertidur di kasur. Dia malah menarik tangan gue yang membuat gue terjatuh tepat di atas tubuhnya.

Dia mau apa sebenarnya sekarang? Kenapa pergerakan tangannya malah seolah mengajak bermain?

Tidak. Gue cinta sama dia, tapi gue tidak ingin bercinta dengannya. Ini terlalu cepat dan gue sama dia belum terikat dalam sebuah bahtera yang resmi. Akan terasa janggal kalau gue harus memberikannya pada di waktu yang sekarang.

"Kevin ... lo ini mau apa sebenarnya?" Akhirnya gue menanyakan apa yang dia mau, meski belum tentu gue memberikan apa yang dia mau kalau yang dia mau adalah sesuatu hal yang aneh.

"Gue ingin lo."

"Lo udah punya gue, kenapa lo ingin gue? Lepas. Tangannya gue ingin pergi, kalau lo mau tidur. Ya, tidur aja."

"Tidur dengan lo," jawab dia dengan nada yang sudah termabukkan oleh alkohol.

"Tidak. Lo tidak bisa tidur dengan gue, sekarang belum saatnya."

"Please, do this."

Gue menggelengkan kepala gue dengan begitu serius. Gue bingung harus berbuat apa sekarang, tapi gue merasa kalau dia sebentar lagi akan terlelap tertidur.

Sepertinya kalau gue menemani dia dan membuat nafsu dia tersingkirkan oleh rasa ngantuknya, hal itu tidak akan terjadi.

Dia tidak sepenuhnya sedang menginginkan gue. Dia sekarang hanya sedang mengikuti ke mana halusinasi dari minuman yang sudah dia minum dalam kadar yang banyak ini. Gue gak tahu kapan dia mabuk, makanya gue agak sedikit heran akan hal ini.

Mau tidak mau, akhirnya gue memilih untuk berbaring di sebelahnya. Ini terasa cukup baik, dibandingkan dengan gue yang harus berada di atas dia, apalagi dengan gue yang harus berada di bawah dia.

Perlahan dengan perlahan, gue mengusap wajah dia. Ukiran wajahnya semakin terlihat dengan jelas, bahkan sekarang sangat terasa.

Pipinya yang mulus begitu dinikmati oleh jari-jemari gue yang sekarang tengah mangusap-usap lembut wajah dia.

Tujuan utama gue sekarang hanya untuk membuat dia segera terlelap ke alam bawah sadarnya dan melupakan apa yang sudah dia katakan tadi atau apa yang baru saja terbersit dalam pikirannya tadi saat baru memasuki kamar ini, tapi sepertinya pikiran itu sudah ada saat dia baru memasuki apartemen ini.

Tidak heran kalau banyaak perempuan di luar sana yang menjadi pelayan para laki-laki yang baru saja mabuk.

Mereka begitu nafsu dan untuk perempuan yang ada di sana, mereka juga begitu mau sehingga semuanya bisa berjalan dengan cukup lancar.

Waktu berlalu akhirnya apa yang gue inginkan menjadi kenyataan. Kevin sudah terlelap ke alam bawah sadarnya. Perlahan gue menjauh darinya dan kemudian turun dari kasur. Gue memperhatikan wajahnya sejenak.

Tidak mau usaha yang gue lakukan menjadi sia-sia, akhirnya gue langsung melangkahkan kaki gue keluar dari kamar ini.

Gue langsung berjalan menuju ke kamar gue. Napas yang semula terasa berat ini akhirnya bisa gue hembuskan di dalam kamar gue.

Gue memang tinggal di Apartemennya, tapi bukan berarti gue selalu tinggal satu atap dengannya. Dia tinggal di Rumahnya. Untuk sekarang bagaimana? Ya namanya juga orang yang habis mabok, masih mending dia ingat pulang.

Kembali mengingat kejadian tadi, gue gak habis pikir bagaimana nasib gue ke depannya kalau gue sampai bermain bersama dengannya malam ini?

Sepertinya hal itu akan menjadi awal dari kehidupan yang tidak baik selanjutnya di dalam perjalanan hidup gue.

*****

"Lo sudah bangun?" Gue bertanya saat dia berjalan ke arah meja makan.

"Kepala gue agak pusing."

"Kenapa semalam lo bisa sampai mabuk?"

Dia terlihat seperti orang yang sedang mengingat-ingat sesuatu. "Apa gue sampai mabuk?"

"Ya. Lo pulang udah kayak orang mabuk."

"Tapi, apakah gue menyentuh lo? Eh-maksud gue ke arah yang lain?"

Gue menggelengkan kepalanya. Semalam dia memang tidak menyentuh gue. Menyentuh sesuatu yang lain. Dia semalam hanya baru mengatakan, belum sampai melakukan. Jangan sampai.

"Sorry, kalau semalam merepotkan lo."

"It's okay."

"Don't be afraid."

Dia seolah tahu apa yang ada di dalam pikiran gue semalam. Gue sendiri memang takut kalau dia yang sedang mabuk itu tidak bisa menahan dirinya, karena gue tidak ingin untuk melakukan itu meski bersama dengannya kalau untuk di waktu sekarang.

Cup

Gue menenang saat dia mengecup kening gue. Kecupan itu menghasilkan sebuah ketenangan, tapi awalnya gue merasa kaget akan hal itu, makanya gue dengan seketika menegang saat dia mengcup kening gue.

"Gue harap lo mampu menjaga gue saat hal itu belum sepantasnya terjadi."

Tidak tahu karena hal apa, gue ingin mengatakan itu. Gue ingin dijaga, bukan dirusak. Gue ingin bersama dengan orang yang mampu melindungi gue, bukan dengan orang yang hanya mampu memiliki yang akhirnya merusak diri.

Melihat dia mengangguk membuat sebuah perasaan dengan seketika timbul dalam diri gue. Sebuah ketenangan seolah menghampiri diri gue sekarang.

Bersama dengan dia untuk yang kedua kalinya, sepertinya bukan kesalahan yang gue ambil.










SEKIAN DULU BYE-BYE!

SEE YOU!

CINTA ITU SUCI : TRAPPED WITH PSYCHOPATHWhere stories live. Discover now