XII

127 4 0
                                    

"Bukan urusan lo!"

"Jelas urusan gue. Gue gak suka liat cowok kasar sama cewek, apalagi di depan gue."

Dia ngomong apa barusan? Tidak suka melihat cowok berperilaku kasar sama cewek di depannya? Lalu di masa lalu dia kenapa? Apa ini definisi kesalahan orang akan begitu terlihat, tapi kesalahan sendiri dilupakan dengan begitu saja?

Kevin itu tidak selembut yang dibayangkan. Dia juga suka bertindak kasar sama perempuan, hanya saja level kasar Kevin tidak sebanding dengan level kasar Lio.

Di mana Lio lebih ke arah suka membuat mangsanya menderita, kalau Kevin lebih ke arah tidak bisa mengontrol emosinya.

"Terus, mau lo apa?"

Mendengar pertanyaan seperti itu keluar dari mulut Lio, membuat gue terdiam sambil memperhatikan eskpresi muka Lio. Gue gak yakin kalau pertanyaan ini mengandung makna yang positif, apalagi saat melihat ekspresi Lio yang penuh dengan keseriusan.

"Apa yang lo mau akan gue terima. Lo mau apa?!" tanya balik Kevin dengan nada yang meninggi.

"Kalau itu mau lo."

Dengan seketika Lio melepaskan tangan yang semula menggenggam gue. Gue mundur beberapa langkah, jujur pikiran gue beterbangan saat sekarang gue berada di tengah-tengah cowok yang sama-sama sedang merasakan yang namanya emosi.

Bukh!

"Kevin!" Gue berteriak kaget saat semula Lio sudah memukul sudut bibir Kevin dengan begitu kencang. Kevin memegangi sudut bibirnya. Gue yakin pukulan yang baru saja Lio berikan sangat sakit.

"Oke, kalau ini yang lo inginkan!"

Bukh

Kevin malah membalas pukulan yang sudah Lio berikan. Lio tidak terima sampai akhirnya mereka berkelahi di sini. Gue ngeri sendiri melihat mereka berkelahi, tapi gue lebih ngeri kalau gue harus masuk ke tengan-tengah perkelahian mereka.

Gue tidak bisa membayangkan kalau salah satu pukulan mereka salah sasaran menjadi mengenai muka gue. Bisa-bisa muka gue bonyok nanti.

Gue sekarang hanya berteriak memanggil nama mereka dann menyuruh mereka berhenti, tapi sampai saat ini mereka belum juga berhenti.

Melihat sekeliling sudah dipenuhi banyak orang, membuat gue merasa kesal. Kenapa kesal? Bagaimana tidak kesal kalau dari sekian banyak orang yang ada di tempat ini, tidak ada yang berani untuk menghentikan mereka.

Saat gue mengedarkan pandangan, gue melihat anak Osis. Sepertinya mereka bagian keamanan. Gue merasa lega sesaat, karena tidak mungkin kalau mereka akan diam begitu saja melihat kedua siswa ini sedang berkelahi.

Sial!

Semuanya di luar dugaan gue, mereka malah menonton. Gue bingung sendiri, kenapa mereka bisa-bisanya malah diam melihat Lio dan juga Kevin yang sedang berkelahi. Gue melangkahkan kaki gue menuju ke tempat di mana mereka berada.

"Lo itu anak OSIS bukan?"

"Iya," jawab salah satu dari 4 orang yang ada di sini.

"Terus gunanya lo ada di sini untuk apa? Lo semua bagian keamanan bukan? Di mana tugas lo? Hah?!"

"Iya, iya kita akan menghentikan mereka."

"Diam terus di sini, gue tonjok muka lo satu-persatu!"

Mereka akhirnya melangkahkan kaki mereka menuju ke tempat Lio dan juga Kevin berada.

"Stop! Jangan terus berkelahi!"

"Kita anak OSIS."

Gue gereget sendiri. Akhirnya gue melangkahkan kaki gue kembali menuju ke tempat di mana mereka berada.

CINTA ITU SUCI : TRAPPED WITH PSYCHOPATHWhere stories live. Discover now