XVIII

110 6 0
                                    

"Pulang bareng gue," ucap Lio dengan nada seperti biasa, yaitu datar.

Kepala gue menggeleng. "Gak, gue gak mau. Gue bawa motor sendiri, kali ini gue mau pulang ke Rumah gue." Hari ini gue memang tidak ingin bersama dengan Lio.

Melihat Lio yang berdiri mematung di samping motor gue, membuat gue langsung menggunakan helm dan langsung melajukan motor meninggalkan dia yang masih berdiri di sini. Melewati gerbang utama SMA Cipta Nusa.

Drtt!

Dengan seketika gue menginjam dan juga menarik tuas rem depan bersamaan dengan menahan kopling agar gue bisa menghentikan motor ini. Kenapa gue harus menghentikan motor ini? Karena tidak mungkin gue akan menabrak mobil yang baru saja berhenti tepat di depan gue.

Gue menarik napas gue dengan begitu panjang untuk menetralkan jantung gue yang sampai saat ini masih berdebar dengan begitu kencang.

Gue kaget?

Siapa sih yang tidak kaget saat sedang melajukan motor dengan begitu tinggi, kemudian ada orang yang berhenti sembarangan tepat di depan gue. Gue semakin kesal pada dia.

Melihat dia yang keluar dari mobil, membuat gue langsung membuka helm. Gue menatap dia dengan tatapan yang penuh dengan kekesalan dalam beberapa saat.

"Lo mau apa sih? Gue udah bilang kalau gue gak mau pulang bareng lo!" Gue semakin bingung sama dia.

Gue kaget saat dia dengan seketika langsung menarik tangan gue, padahal dia tidak berucap apa pun pada gue. Dia menyuruh gue untuk masuk ke mobil dia. Kali ini dia benar-benar membuat gue masuk ke mobilnya dengan penuh pemaksaan.

Setelah gue duduk di dalam mobilnya, dia langsung masuk melajukan mobilnya dengan kecepatan yang tinggi. Buset jantung gue tidak aman.

Dia ngajak gue pulang ke mana sih? Ke Rumah dia apa pulang ke langit hah?!

*****

"Lio, sakit ih! Auu!" Dia benar-benar menarik tangan gue untuk terus mengikuti ke mana dia melangkahkan kakinya. Sepertinya tujuan dia kali ini membawa gue untuk ke Kamar.

"Shh—hh ah!" Gue meringis saat dia baru saja melepaskan genggaman tangannya yang begitu kuat saat menggenggam tangan gue.

"Lo hari ini cukup memancing emosi gue." Dia berucap sambil menatap gue dengan tatapan yang datar.

"Kenapa?" Di sini gue bertanya layaknya orang yang tidak paham apa pun.

"Pertama lo gak mendengarkan ucapan gue, selanjutnya lo kabur dari Rumah, terus lo bersama dengan cowok itu dan terakhir lo kembali gak nurut sama apa yang sudah gue katakan." Dia benar-benar mengatakan semua hal yang sudah gue lakukan.

"Gue itu cape kalau gue harus terus-terusan mengikuti apa yang lo ucapkan. Lagi pula, kenapa sih lo tidak memberikan kebebasan pada gue? Gue cape kalau harus menuruti semua yang sudah lo ucapkan."

"Sekarang gue gak akan berucap. Gue hanya akan mempertemukan lo dengan pisau kesayangan gue."

Deg!

Dia kembali mengeluarkan pisau miliknya. Mata gue berkedip berkali-kali sambil menatap fokus pisau yang baru saja dia keluarkan. Dia benar-benar tidak bermain-main, dia langsung mengeluarkan pisau setelah dia mengatakan kalau dia akan mempertemukan gue dengan pisau miliknya.

"Lepas jaket lo."

Mendengar dia yang menyuruh gue untuk melepaskan jaket yang sedang gue gunakan, membuat gue menjadi menutupi diri gue dengan jaket yang begitu kuat. "Gak! Gue gak mau." Sepertinya bagian yang ingin dia pertemukan adalah bagian tubuh gue yang sekarang tertutup oleh jaket.

CINTA ITU SUCI : TRAPPED WITH PSYCHOPATHOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz