XIV

109 4 0
                                    

Sebentar lagi istirahat kedua dan gue sekarang sudah bukan memikirkan pelajaran yang sedang dijelaskan, tapi gue sedang memikirkan makanan dan juga minuman apa yang ingin gue nikmati saat nanti sampai ke Kantin. Gue sudah lapar.

Drtt

Gue merasa handphone gue berbunyi. Gue akhirnya mengambil handphone gue dan melihat dari siapa notif yang baru saja masuk itu.

Psikopat Muda

[Istirahat gue tunggu di Rooftop.]

Lah kok malah dapet notif dari dia sih?

Gue bingung sendiri saat mendapatkan notif dari dia, padahal gue sudah ingin ke Kantin. Hm, dia mau apa sih? Kenapa ngajak gue ke Rooftop?

[Mau apa?]

Gue menjadi penasaran apa yang dia mau saat dia menunggu gue di Rooftop.

Dasar sinting.

Dia tidak membalas pesan gue, bahkan sampai bel istirahat berbunyi, dia tidak membalas pesan gue. Gue merasa kesal pada dia. Gue membereskan perlengkapan belajar gue dan akhirnya gue bangkit.

"Nya, lo mau ke mana?" tanya Silvi.

"Gue ada urusan."

"Gak bareng kita ke Kantin dong?" kanjut tanya Sonia.

Gue menggelengkan kepala gue. Gue gak tahu mau sampai kapan gue bersama dengan Lio, karena gue gak tahu apa yang akan Lio lakukan atau apa tujuan dari Lio menunggu gue di Rooftop. "Gak, kalian ke Kantin duluan aja."

"Hm, oke deh."

"Iya."

Setelah gue dan mereka selesai berbicara, gue kembali melanjutkan langkah gue untuk menuju ke Rooftop.

Sesampainya di Rooftop, memang benar, dia benar sudah menunggu gue. Langkah kaki gue sekarang tengah melangkah menuju ke tempat di mana dia berdiri.

"Ada apa?" Gue langsung bertanya to the point pada dia.

Gue terdiam sejenak. Gue merasa bingung dan juga heran. Heran kenapa? Dia sama sekali tidak menjawab pertanyaan yang sudah gue ucapkan, tapi dia malah menatap gue dengan tatapan yang begitu serius. Gue bingung dan merasa ngeri sendiri melihat tatapannya.

"Lio? Ada apa? Kenapa diam aja? Gue barusan tanya lho, kenapa malah diabaikan?"

"Lo tahu kalau apa yang sudah lo perbuat itu salah?" tanya dia dengan nada yang begitu datar.

Gue bingung dan sama sekali tidakk mengerti dengan hal ini. "Memangnya apa yang sudah gue perbuat? Gue gak ngerasa sudah berbuat apa pun, apalagi sampai sadar kalau apa yang sudah gue perbuat itu salah. Memangnya apa?"

"Lo yang berbuat, kenapa lo tanya sama gue?" Bukannya menjawab, dia malah bertanya balik sama gue.

Pertanyaan dia benar-benar membuat gue bingung. "Jangan malah kembali bertanya, gue memang tidak mengerti dan juga tidak sadar dengan apa yang sudah gue perbuat. Lo kenapa sih?" Gue benar-benar heran.

"Gue siapa lo?" Dia bertanya dengan nada yang begitu datar.

"Lo? Lo cowok gue? Kenapa emangnya?" Gue bingung sendiri. Kenapa dia malah bertanya dia siapanya gue, padahal dia yang sering mengatakan kalau dia adalah cowok gue.

"Mungkin kalau lo punya cowok kayak gue?"

Kening gue semakin mengernyit tidak mengerti. "Kenapa tidak mungkin? Bukankah lo memang cowok gue? Atau sudah tidak?"

"Lo pura-pura lupa atau ingatan lo hilang?"

Kenapa nada bicara dia semakin ke sini malah semakin serius?

CINTA ITU SUCI : TRAPPED WITH PSYCHOPATHWhere stories live. Discover now