49 | Awal Trauma Baru

6.2K 565 42
                                    

⚠️ WARNING ⚠️

Cerita ini mengandung unsur kekerasan, LGBT, seksualitas, kata-kata kasar yang tidak layak untuk ditiru. Pembaca diharap bijak.

[pythagoras]

.

.

.

.

"Alta kemana

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Alta kemana..." ucap Raga. Matanya menjelajah kamar kosong itu. Tak ada seorangpun.

"Apa? Alta ga ada?" timpal Wiku yang baru masuk ke kamar sambil membawa nampan makanan. Ia menaruhnya di meja dekat televisi dan ikut mencari keberadaan Alta di kamar.

Raga yang baru saja mengecek di kamar mandi kembali mendekati Wiku dengan tampang serius. "Dokter UKS itu juga ga ada. Kemana mereka?" tanyanya.

"Gue juga ga tau. Kenapa malah tanya ke gue" timpal Wiku. "Apa iya Kak Manu yang bawa Alta keluar?"

Keduanya sama-sama berpikir. Kemana sekiranya kedua orang itu pergi. Sampai akhirnya, suara pintu terbuka mengalihkan lamunan Wiku dan Raga. Atensi keduanya beralih pada sosok yang baru saja masuk.

"Kak Manu? Kakak darimana?" kejut Wiku saat Emanuel datang.

Emanuel menatap Wiku dan Raga yang sama-sama menatapnya. "Ah, saya abis dari luar terima telepon" jelas Emanuel, ia lantas menatap kearah ranjang Alta yang kosong. Alisnya bertaut. "Loh, Alta mana?" tanyanya memandang Wiku dan Raga bergantian.

Itu kalimat tanya yang tak seharusnya diucapkan Emanuel jika Alta bersamanya. Tentu, sepertinya bukan Emanuel yang membawa Alta keluar.

"Bukan Kak Manu yang bawa Alta keluar?" tanya Wiku.

"Enggak, tadi saat saya pergi keluar Alta masih di sini"

Jadi, apa Alta keluar karena kemauan sendiri? Dengan keadaan demam seperti itu? Mau kemana? Hal itu memenuhi pikiran ketiganya.

"Sebentar, saya akan coba telepon Alta" ucap Emanuel lagi. Ia mencari kontak telepon Alta di ponselnya dan men-dial nomor tersebut.

Suara dering ponsel terdengar nyaring setelah itu. Dari arah Ranjang. Raga yang paling dekat langsung memeriksanya. Ponsel Alta ada di sana, tertutup bantal. Hal itu semakin membuat ketiganya was-was. Tak terkecuali Raga.

Raga menatap ponsel Alta yang ada pada genggamannya dengan serius. Ia punya feeling buruk akan hal ini. Bukan hanya Raga, tapi dua orang lain di sana mendadak diliputi pikiran buruk. Orang yang sedang sakit mana mungkin akan berpikir untuk pergi keluar. Apalagi setelah pingsan.

"Jangan berpikiran buruk dulu. Kita cari Alta pelan-pelan di sekitar penginapan" ajak Emanuel. Mereka bertiga lantas kembali keluar dari kamar untuk mencari Alta.

[BL] 1; Another Pain | ✓Where stories live. Discover now