48 | Hari Kedua

5.5K 539 21
                                    

⚠️ WARNING ⚠️

Cerita ini mengandung unsur kekerasan, LGBT, seksualitas, kata-kata kasar yang tidak layak untuk ditiru. Pembaca diharap bijak.

[pythagoras]

.

.

.

.

Hari kedua study tour

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Hari kedua study tour.

Begitu pulang dari tujuan terakhir study tour hari ini, Alta merasakan tubuhnya yang semakin tak nyaman untuk banyak bergerak. Terasa berat ditambah pening yang tiba-tiba mendera. Dan Alta menahan itu semua sejak pagi.

Saat ditanya Wiku apakah dirinya baik-baik saja, Alta selalu menyawab 'ya'. Padahal kenyataan sebenarnya ia bisa pingsan kapan saja jika sudah di ujung batas.

"Ta, muka lo makin pucet"

Alta menatap wajah khawatir Wiku di depannya. Apa begitu kentara kalau dirinya sedang sakit?

"Gue ga apa-apa" ucap Alta dan lantas berjalan kembali menuju bus.

"Tunggu bentar, berhenti!" Wiku menghentikan langkah Alta. Tangan kanan Wiku terangkat dan mulai memeriksa tubuh Alta. Ia merabah seluruh wajah dan leher Alta. Kemudian alisnya mengernyit. "Tuh 'kan! Lo sakit. Badan lo panas!" seru Wiku.

Raga langsung mendekat mendengar itu. Ia menarik tubuh Alta menghadapnya dan melakukan hal yang sama dengan Wiku tadi. Bedanya, Raga memeriksa suhu tubuh Alta langsung dengan menempelkan dahinya dengan dahi Alta. Sadar wajah Raga terlalu dekat membuat Alta refleks mendorong tubuh Raga menjauh. Mereka masih di luar, dan banyak pasang mata yang melihat.

"Gue beneran ga apa-apa. Kalian jangan lebay, cuma panas dikit doang gue ga akan pingsan" seru Alta dengan kesal.

Tapi nyatanya, saat ia berjalan dengan cepat menuju bus, kepalanya kembali berdenyut. Lebih sakit dari pening sebelumnya. Sekarang bahkan pandangannya mulai berputar. Alta merasa tanah yang ia pijak bergoyang, hingga akhirnya semua gelap secara tiba-tiba.

Ya, Alta pingsan.

Tubuh itu langsung ambruk ke tanah, menimbulkan suara yang cukup keras. Beberapa anak yang mendengar menoleh. Di sisi lain, Wiku dan Raga yang paling dekat langsung menghampiri tubuh Alta yang tergeletak. Wiku berjongkok di sebelah Alta begitu juga Raga.

"Mulut lo, Ta. Katanya ga akan pingsan tapi malah kejadian. Ta, hey!" Wiku beberapa kali menepuk pipi Alta yang semakin terlihat pucat.

Wiku berniat menggendong Alta, tapi Raga sudah lebih dulu mengangkat tubuh Alta pergi.

...

Saat Alta membuka mata, sore sudah berganti malam. Kepalanya masih pening dengan tubuh yang belum seberapa bertenaga. Langit-langit ruangan yang berwarna putih di atasnya terlihat tidak asing baginya. Matanya mengerjap beberapa kali kemudian menoleh ke samping karena suara berisik.

[BL] 1; Another Pain | ✓Where stories live. Discover now