07 | Sakit

17.5K 1.3K 49
                                    

⚠️ WARNING ⚠️

Cerita ini mengandung unsur kekerasan, LGBT, seksualitas, kata-kata kasar yang tidak layak untuk ditiru. Pembaca diharap bijak.

[pythagoras]

.

.

.

.

Pernah mendengar kalimat Habis gelap terbitlah terang?

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Pernah mendengar kalimat Habis gelap terbitlah terang?

Maknanya adalah setelah masa-masa sulit yang pernah kita alami, akan ada hari dimana kita merasakan kebahagiaan.

Kalimat itu tak berlaku bagi Alta.

...

Alta turun dari mobil sang Papa dengan wajah kusut dan pucat. Mencoba sebisa mungkin mempertahankan tubuhnya agar berdiri dan tidak tumbang. Tangannya menutup pintu mobil dengan pelan.

"Sekolah yang rajin" Hendery berucap dari balik kemudi. Berbeda dengan Alta yang pucat, pria itu terlihat sangat segar bugar.

Entah Alta harus berterima kasih karena tumpangan sang Papa atau malah mengutuk Papa-nya karena membuatnya bahkan tak sanggup berangkat ke sekolah sendiri. Pada akhirnya Alta hanya mengangguk samar menangapi ucapan sang Papa.

Setelah mobil Papa-nya melaju pergi, Alta berbalik dan mulai berjalan memasuki gerbang megah SMA San Juan. Langkah kaki Alta sempoyongan. Ia beberapa kali harus berhenti karena menahan sakit pada tubuhnya, terutama pinggang dan bagian private-nya.

Hukuman dari Papa-nya kemarin adalah yang terparah dari semua yang pernah ia rasakan. Ia hampir mati karena terus-terusan diserang sang Papa hampir 10 jam lebih. Dari siang hingga tengah malam. Atau bahkan lebih dari tengah malam karena Alta sempat pingsan hingga akhirnya terbangun pada jam enam pagi tadi. Sendirian, di kamarnya. Dengan keadaan tubuh penuh lebam dan cairan lengket dimana-mana.

"U-uh..."

Alta memegangi kepalanya yang terasa pening. Nafasnya memburu.

Brukk!

Karena tak fokus, tanpa sengaja Alta menabrak tubuh seseorang. Tubuhnya sendiri langsung terhuyung. Beruntung seseorang yang ia tabrak memeganginya agar tidak terjatuh.

"Maaf..." gumam Alta pelan. Kepalanya tertunduk tak menatap orang di depannya.

"Alta? Lo kenapa?"

Sontak Alta mengangkat kepalanya saat mendengar suara familiar tersebut. Itu... Raga.

Alta mengambil beberapa langkah menjauh. Jujur ia masih sedikit kurang nyaman kalau berdekatan dengan Raga.

Raga sendiri menatap Alta dengan pandangan bingung. Ia mengernyit melihat wajah pias Alta yang seperti kehilangan ronanya. Kulit Alta memang putih pucat, tapi kali ini lebih pucat daripada biasanya. Raga juga mendapati beberapa lebam yang sepertinya baru di wajah Alta. Matanya tiba-tiba menyipit.

[BL] 1; Another Pain | ✓Where stories live. Discover now